TOKOH historis ini selalu disebut dan didengung-dengunkan pada setiap perayaan “Hari Raya Haji atau Idul Adha/Idul Qurban. Ia adalah istri dan pendamping setia Nabi Ibrahim sang kekasih Allah. Suaminya itu, sebagai nabi yang menyerukan tauhid, Ibrahim melaksanakan tugas berat dalam sistim sosial yang opresif atau tiranis. Pada zaman kegelapan dimana selama seabad lamanya menanggung segala siksaan, ia berhasil menanamkan kesadaran dan cinta kemerdekaan ke dalam diri manusia-manusia yang telah terbiasa dengan penindasan.
Di tengah perjuangan panjang dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan Allah , Ibrahim bersama istrinya Siti Sarah tak jua mendapatkan keturunan. Waktu terus merangkak, Ibrahim semakin menua dan kesepian. Pada puncak kenabiaanya, Ibrahim belum memiliki penerus.
Siti Hajar Sang Penyelamat Kehidupan
Siti Hajar, seorang perempuan dengan ras kulit hitam itu telah memberikan berkah sepanjang pengharapan Ibrahim. Kehadiran Ismail. Seorang anak laki-laki tampan yang sangat dicintai Ibrahim. Ismail serupa satu-satunya pohon yang tumbuh di ladang gersang.
Menurut Sheikh Dr. Musthafa Murad, dalam bukunya Zaujat al Anbiya,, bahwa Siti Hajar seorang budak yang membantu Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim. Konon ia didatangkan dari tanah Kana’an untuk menemani Nabi Ibrahim dalam perjalanan dari Mesir menuju Makkah. Tanah Kana’an istilah kuno untuk wilayah yang meliputi Israel, Palestina, Lebanon, serta sebagian Yordania, Suriah dan sebagian kecil Mesir Timur Laut. Siti Hajar sendiri merupakan budak Fir’aun yang dihadiahkan untuk Siti Sarah yang akhirnya dipilih Ibrahim untuk dinikahi. Identitas Siti Hajar sendiri dalam berbagai referensi berbeda antara satu dengan yang lain. Ia pun pernah disebutkan anak dari seorang Raja.
Di tengah kebahagiaan Ibrahim atas berkah kehadiran Ismail, Siti Hajar dan anaknya di bawa ke tempat yang jauh menuju Baitul Haram. Mereka ke suatu lembah gersang yang tiada rumput ataupun tumbuhan. Tiada juga air, pun tanda-tanda kehidupan. Setelah berada di atas lembah, Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya. Siti Hajar meyakini penuh, “Allah tidak akan pernah meninggalkannya.”
Siti Hajar memandang semua wilayah di lembah, kosong, gersang dan sangat panas. Ia merasa asing. Di tengah kesendiriannya bersama Ismail, bekal perjalanan yang dibawa untuk bertahan hidup akhirnya habis. Air susunya pun mengering. Ia mulai panik. Ismail menangis kehausan dan kelaparan. Siti Hajar berlari mencari air dari bukit Shafaa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali. Hampa, ia tidak menemukan apapun. Ia bingung dan gelisah memikirkan keberlangsungan kehidupan anaknya, Ismail. Energinya habis, ia-pun ambruk di samping bayinya.
Allah swt memberikan mukjizat-Nya. Saat Ismail kecil menangis kehausan dengan kakinya dihentakkan ke tanah, muncul sumber mata air yang kini dikenal sebagai mata air Zam-Zam. Air inilah yang membantu mereka bertahan. Memberi kehidupan di padang pasir tandus dan bukit bebatuan. Beberapa waktu kemudian tempat itu akhirnya ramai, banyak kafilah yang singgah dan menetap. Dari Siti Hajar kota Makkah menjadi ramai dan berkemajuan.
Siti Hajar adalah sosok perempuan yang begitu tegar, tabah dan bertawakal hanya kepada Allah swt semata. Ia menjadi cerminan seorang perempuan yang kuat dan tidak mudah putus asa meski kesulitan kerap menghimpitnya.
Peran yang “Luput” Dikisahkan
Peran Siti Hajar seringkali terlupakan dalam sejarah qurban. Ketabahannya dalam mendidik anaknya Ismail seorang diri dalam waktu yang panjang di gurun yang tandus. Membentuk karakter dan sikap Ismail yang ikhlas dan berserah sepenuhnya kepada Allah, adalah buah dari pendidikan yang diajarkan Siti Hajar. Sampai Ibrahim datang dan menceritakan mimpinya yang mengerikan itu. Dan lagi Siti Hajar menunjukkan ketundukannya akan perintah Allah dengan merelakan Ismail, anak yang sangat dicintainya untuk dikorbankan.
Kisah Siti Hajar memberikan pengetahuan kepada kita bahwa upaya yang dilakukannya untuk bertahan hidup, gerakannya diikuti oleh jutaan umat Islam setiap musim haji. Siti Hajar seorang perempuan yang cerdas membaca keadaan, mencari ide dan inisiatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Siti Hajar menjadi satu-satunya perempuan di dunia Islam yang seluruh upayanya menyelamatkan kehidupan diikuti dalam manasik ibadah Haji. Ibadah wajib dalam rukun Islam.[]
aktivis perempuan dan pegiat literasi, tinggal di Nusa Tenggara Barat