SASTRA

Dia Ayahku

Pukul 12.30 WIB, bel sekolah berbunyi. Kelas XII berhamburan, berlari kecil menuju pintu ke luar masuk. Seorang anak tinggi semampai itu nampak tertawa bersama teman yang dikenal satu geng dengannya.Dia bernama Devita Maharani, teman-temannya mengenal dia sebagai anak tunggal seorang pemilik perusahaan besar di kota itu. Mamanya, merupakan anggota sosialita “The Angel”. Perkumpulan ibu-ibu pejabat …

Dia Ayahku Selengkapnya »

Perempuan yang Menangis di Pusara Suamiku

[1]MENGGEBU kejar pendidikan tinggi, berjibaku dengan rutinitas pekerjaan yang diidamkan, benar-benar membuatku terlena. Demi pekerjaan, beberapa lelaki terpaksa aku tolak cintanya. Aku takut kehadiran mereka mengganggu pekerjaanku, toh kalaupun aku terima pasti kuacuhkan karena lebih sibuk bekerja. Bukankah laki-laki paling tidak suka diacuhkan?Aku tidak selamanya mampu bertahan dalam kesendirian. Menjelang setengah abad umurku, barulah hatiku …

Perempuan yang Menangis di Pusara Suamiku Selengkapnya »

Permata yang Sempat Hilang

PADA hari-hari tahun 1921 di Kota Toea Ampenan hiduplah seorang pemuda bernama Ahmad Zaini. Seorang pemuda berwajah culun tapi gagah. Sering tidur di atas kasur kering tetapi wajahnya basah. Sering barjalan melewati tempat maksiat seperti judi dan sejenisnya tetapi tak pernah melakukan kemaksiatan seperti itu.Para penduduk Kota Toea terheran olehnya. Keharanan itu bagaikan burung yang …

Permata yang Sempat Hilang Selengkapnya »

Memanen di Celah Musim

KUPANDANG lahan tandus di hadapanku. Kering kerontang sebagaimana perasaanku yang meradang saat dihina dan dikatakan gila atas keinginanku menghijaukan lahan non-produktif yang baru suamiku beli dengan harga murah. “Tanah ini seperti tanah terkutuk, tidak mungkin tumbuh dengan baik apa yang ditanam, seolah langit menyerap kembali air hujan yang terlanjur jatuh di tanah ini, hanya orang gila …

Memanen di Celah Musim Selengkapnya »

Puisi-puisiku di Pesantren

Tuhan yang DekatTuhanDi dalam penjara ilmu aku terdiamMerenung, berpikir dan melamunHingga aku tak ingin hari-hariku pergi meninggalkankuTuhanDi dalam lautan, buih-buih ilmu-Mu mendekat kepadakuNamun dia seakan tak mau melekat pada insan iniTuhanCepatkanlah hari-hari iniBantu hamba menjalani rencana-MuHingga penjara ini menjadi saksi bahwa hamba masih bersama-MuAmin.10 Februari 2019Ratapan KecilDalam penjara hikmah iniAku tumpahkan semua dengki dan kesombonganMenanti …

Puisi-puisiku di Pesantren Selengkapnya »

Perempuan Kedua

ENTAH sudah berapa lama aku menjadi “kembang bayang”, namun tak sekalipun aku melihatnya mengeluh.  Merawat dan melayani semua keperluanku tanpa kuminta. Ia selalu mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja. Padahal aku merasakan tubuhku semakin hari kian memburuk. Jangankan mengaduk air hitam untuknya, menyuguhkan segelas air putih saja aku sudah tak bisa.Bahkan, untuk bernafas pun aku …

Perempuan Kedua Selengkapnya »

Titian Perempuan Bermata Kejora (2)

Sebelum SubuhKau tentu tahu kapan saat terdekat seorang hamba dengan Tuhannya. Ya. Sepertiga malam terakhir. Dan karenanya sejak subuh buta ia telah bermunajat melepaskan segala himpitan. Ia tak dapat tidur, ia bahkan sudah dua bulan kurang makan. Sebaliknya termakan oleh dilema.Saat si gagah datang melamar dua bulan lalu, ikal masih di rantauan. Seusai ia diwisuda, …

Titian Perempuan Bermata Kejora (2) Selengkapnya »

Titian Perempuan Bermata Kejora (1)

Dompu 1982LELAKI tampan lulusan akademi pemerintah itu diperuntukan untuknya, tinggi, putih, gagah dari segala penjuru memandang dan yang terpenting, dia sholeh. Rajin mengaji. Suaranya merdu. Rajin sholat, sering jadi muadzin. Gemar bersedekah dan berbagi hadiah pada kaum kerabat. Terutama jika lebaran tiba. Si gagah akan memborong baju dan sajadah di toko Abahnya untuk dibagi-bagi. Tak …

Titian Perempuan Bermata Kejora (1) Selengkapnya »

Mata Air Air Mata (2)

Abym menunjukan saya ajakan fundraising di akun media sosialnya. Katanya modal itu yang akan dijadikan biaya pengadaan sumber air bersih bagi warga. Beberapa orang telah menghubungi dan menyatakan kesiapannya membantu. Bahkan sudah ada yang transfer dananya. Pemuda-pemuda kampung yang masih jernih pikirannya siap menyumbang tenaganya.Ternyata orang baik belum punah. Hanya butuh mengetuk pintu; rumah dan …

Mata Air Air Mata (2) Selengkapnya »

Mata Air Air Mata (1)

ABYM menangis di pinggir sungai yang kehilangan mata airnya. Saya menemukannya duduk di bongkahan batu yang biasa saya duduki. Dulu, di sana tempat duduk ternyaman bagi saya bersama teman-teman masa kecil sebelum mandi dan bermain simi mbora. Tidak jarang sehabis mandi kami menyusuri sungai mencari buah mangga dan jambu batu. Setelah terkumpul, baru kami kembali …

Mata Air Air Mata (1) Selengkapnya »