Menarikkah Musim Politik?
Bagi saya, musim politik adalah musim yang menarik karena banyak hal yang terjadi. Setiap orang dari kalangan manapun secara aktif tiba-tiba berpolitik, mereka tiba-tiba faham tentang nasib rakyat dan bercita-cita membangun masjid, sedangkan mereka memiliki uang untuk berfoya-foya. Tidak semua, tapi hampir dominan itu terjadi.
Musim politik membawa angin ketidakjelasan kepada manusia, sebab hati nurani tiba-tiba diungkapkan, padahal sebelum musim politik tidak ada yang membicarakan hati nurani secara terang-terangan di hadapan publik, tentang kemiskinan, tentang pengangguran, HAM, kebobrokan kekuasaan dan tentang hal-hal lainnya.
Kondisi kondisi seperti ini tiba-tiba hidup di masa musim politik, kita secara pribadi memiliki alasan positif maupun negatif pada kondisi ini. Tapi pada akhirnya, musim politik bukan membawa hujan yang deras, tetapi membawa berbagai aksi, janji hingga gaya yang begitu deras.
Musim politik tidak sekedar membawa paradigma perubahan ketidakjelasan, bahkan musim politik melahirkan perbedaan karena sebuah pilihan. Perbedaan atas pilihan terjadi setidaknya 3 reaksi, pertama biasa saja, kedua turut membela, dan ketidakfanatikkan buta. Pada poin kedua dan ketiga selalu terjadi di Indonesia dengan pertengkaran karena perbedaan pilihan. Ada banyak keharmonisan atas perbedaan karena tujuan kebaikan dan kemajuan bangsa. Namun disitu juga, ada banyak keburukan, konflik dan permusuhan atas nama perbedaan calon pilihan.
Politik yang Membingungkan
Satu sisi kita meyakini seorang berpolitik bisa menjadi jalan untuk mencapai kesejahteraan, namun pada sisi lain kita tidak bisa menafikkan politik itu membawa obor permusuhan karena alasan utama perbedaan. Semua itu tujuan akhirnya adalah kekuasaan, sesuatu yang sifatnya setiap orang bisa tahu cara mengaksesnya, namun tidak semua bisa mendapatkannya.
Di Indonesia sendiri, sebentar lagi kita akan memilih para pemimpin eksekutif dan legislatif pada tanggal 14 Februari 2024. Hingga detik-detik tulisan ini dibuat, fenomena yang saya jelaskan sebelumnya sebagai keberangkatan pengetahuan terjadi. Dari setiap orang, tiba-tiba memahami politik, tiba-tiba setiap orang faham arti kemasyarakatan, tiba-tiba setiap orang ingin mencapai kekuasaan dan masih banyak lainnya.
Orang buta pun tahu dengan mendengar bagaimana kebisingan perpolitikan di Indonesia hari ini, orang tuli pun seperti tahu tentang kacaunya melihat perpolitikan Indonesia hari ini dan orang bisu pun akan bisa mengekspresikan kondisi perpolitikan Indonesia hari ini, di mana setiap tempat melihat bagimana spanduk dan baliho terpampang foto para calon pemimpin dengan berbagai moto dan janji, setiap acara TV, iklan, maupun sosial media.
Terlihat dan terdengar para calon yang berusaha memberikan keyakinan tentang diri mereka yang benar-benar bercita-cita menjadi pemimpin untuk rakyat, dan setiap tempat kita akan melihat seseorang tiba-tiba bertamu dengan alasan mendengar keluh kesah masyarakat, sembari membawa sembako dan uang dengan alasan untuk kehidupan.
Sekarang menjadi pertanyaan, kemarin mereka kemana, kemarin mereka mengapa tidak bertamu ke rumah-rumah para tetangganya, kemarin kemana mereka terjadi peristiwa pembunuhan sekeluarga karena alasan tidak bisa membayar hutang, kemarin kemana mereka ketika masyarakat menangis untuk menuntut hak-hak mereka yang di rebut oleh orang-orang bermodal, kemarin kemana mereka ketidak banyak anak-anak tidak bisa bersekolah karena alasan biaya sekolah, kemana mereka? Saya hanya bertanya, dan sebebas-bebasnya dari siapa pun menjawab ini!
Apa Maknanya?
Apa yang saya tanyakan bukan keinginan saya, tetapi atas apa yang dipertanyakan banyak orang di sekitar saya, atau bahkan melebihi dari itu. Keraguan atas para pemimpin hari ini tentu sudah saya khawatirkan, sebab para calon calon pemimpin di Indonesia hari ini tidak semuanya baik tujuannya. Tetapi, apa pun yang terjadi, kita akan memilih para calon pemimpin yang hebat, calon pemimpin yang memang berkompeten, dan memang jalan yang dipilih untuk memajukan masyarakat adalah menjadi bagian dari kepemimpinan di Indonesia.
Kriteria ini sulit memang kita temukan, bahkan banyak para calon pemimpin hingga hari ini menjual kata dan memberikan barang atas nama kemasyarakatan. Bahkan, paling membudidayakan adalah calon pemimpin yang selalu memberikan kuota dalam bagian jabatannya untuk para keluarga dan sanak saudara ketika terpilih, meskipun mereka tidak bisa apa-apa.
Musim politik di Indonesia hari ini memang tidak bisa luput dari KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) yang pada akhirnya para pemimpin yang terpilih bukan karena kemampuannya, tetapi karena kita suka dan karena itu keluarga.
Bagaimana Sikap Kita?
Saya akan menawarkan solusi, tetapi saya menjamin solusi yang saya tawarkan tidak cocok untuk banyak orang. Saya memiliki idea untuk mengatasi kondisi musim politik hari ini di Indonesia, cenderung pada berbagai varian ketidaknyamanan, ketidakkonsistenan hingga berbanding terbalik dari itu semua adalah kebahagiaan untuk setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam memilih dan dipilih.
Langkah yang ingin saya tawarkan adalah yang pertama, kita harus menjadi warga negara yang tidak fanatik buta. Jujur saja, tawaran pertama ini mungkin agak sulit dilakukan oleh sebagian orang, namun sebagian lagi bisa saja melakukan nya. Tidak fanatik yang saya maksudkan di sini adalah tidak memahabenarkan pilihan yang kita percayai dan ikuti. Tentu ada kesalahan di setiap calon pemimpin, sebagai seorang pendukung kita akan Menssuport dengan cara yang baik.
Namun, ketika ada kesalahan, maka dengan lapang dada kita harus menerima dan mengevaluasi kesalahan tersebut. Bukan malahan berfikir sempit seperti mendukung kesalahan tersebut sebagai kebenaran. Kita memahami kebenaran politik itu sejauh kita mendukung mereka dengan bijak, bukan malahan menutup mata pada berbagai kemungkinan atas kesalahan. Bahkan seorang pemimpin pun juga punya dosa.
Solusi kedua yang saya tawarkan adalah kritis, sebagai seorang warga negara yang memiliki hak dalam memilih. Saya ingin Mengatakan satu hal penting yang harus dimiliki oleh pemilih di Indonesia untuk memperoleh pemimpin berkualitas Ialah pemilih yang kritis. Kritis yang dimaksud adalah mereka memiliki alasan argumentasi dan jawaban logis atas pilihannya. Pun jika alasan emosional, maka yang harusnya ditawarkan bukan alasan emosional semata, bukan alasan dukungan karena persamaan agama atau persamaan keluarga.
Tetapi memang benar mereka adalah bagian dari para calon pemimpin yang memiliki gagasan besar dan visi yang besar untuk Indonesia. Jadi, kritis adalah milik kemampuan dari setiap orang, dan setiap warga negara Indonesia memiliki kemampuan itu dengan melihat dalam berbagai lini dan sisi kompetensi dari seorang calon pemimpin tersebut. Apakah mereka cocok atau tidaknya menjadi seorang yang dipercayai menjadi agent perubahan mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Tidak fanatik dan kritis adalah dua solusi yang saya tawarkan di musim politik ini. Saya tidak ingin menawarkan banyak solusi, yang pada ujung nya tidak diterapkan. Cukup bagi saya, memberikan dua tawaran ini kepada masyarakat Indonesia untuk dijalani. Tidak fanatik berarti faham arti esensi mendukung dan kritis sebagai paham arti menjadi seorang pemilih.
Keduanya harusnya dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, untuk kepentingan siapa lagi kalau bukan kita dan negara tercinta ini. Kita membutuhkan para kandidat pemimpin yang memang bisa menghargai rakyatnya, bukan malah mencintai diri dan golongannya. Kita butuh pemimpin yang mengerti bahwa ketika mereka menjadi bagian orang yang dipercayai oleh masyarakat Indonesia, mereka melakukannya dengan penuh tanggung jawab.
Tentu apa yang saya tawarkan dari sebelumnya adalah bentuk kesadaran diri atas musim politik yang terjadi di Indonesia hari ini. Sebagai warga negara yang merasa memiliki hak, maka keputusan atas hak adalah milik pribadi dan tidak ada hak orang lain untuk melaksakannya.
Musim politik yang hadir saat ini perlu untuk disehatkan, maka perlu langkah keugaharian yang harus di lakukan, semestinya apa yang telah saya jabarkan pada halaman awal, keugaharian adalah kesadaran atas kontrol diri, memahami diri sebagai manusia yang memang memiliki potensi dan kapasitas yang telah dimiliki masing-masing. Sehingga pada akhirnya, manusia mewujudkan kehidupan berdasarkan kesejatian eksistensi.
Setiap orang yang menerapkan prinsip keugaharian memahami mana yang baik dan buruk. Tentunya dalam musim politik kita berharap kritis dan tidak fanatik adalah langkah yang paling tepat untuk menjauhi kesengsaraan dan konflik atas perbedaan. Menerapkan keugaharian pada musim politik seperti halnya menerapkan dua poin solusi yang saya tawarkan sebelum nya, berfikir saja sederhana dan tidak berlebihan lebihan pada sesuatu hal yang memang di luar kendali.
Tentu keugaharian tidak ingin saya cemari pada prinsip stoikisme, yang ingin saya perbuat sekarang adalah ugaharian setiap orang di musim politik memahami eksistensi politik untuk mewujudkan para pemimpin yang memang berkualitas, bertanggungjawab, visioner, serta memahami penting arti dari untuk, oleh dan hanya untuk Indonesia.
Untuk menutup tulisan ini, saya akan menjelaskan satu hal penting untuk direfleksikan kembali dan akan menjadi fakta besar, bahwa “Seorang pemimpin melalui dipilih bukan karena mereka adalah yang terbaik dalam mencapai kesempurnaan, tetapi mereka dipilih karena dipercayai sedikit melakukan kesalahan dari visi misi mereka”.[]
Ilustrasi: Kalikuma Studio

Mahasiswa Pemikiran Politik Islam UIN Mataram





