Parange Anaranggana

Pendiri Komunitas Mbojo Matunti, penulis novel Cinta Tak Terlerai dan Mbojo Mambure. Beberapa Pentigraf dan Putibanya termuat dalam Kitab Pentigraf 4: Dongeng tentang Hutan dan Negeri Hijau, Kitab Pentigraf Edisi Khusus: Sepersejuta Milimeter dari Corona, dan Kitab Puisi Tiga Bait tentang Corona: Hari Hari Huru Hara.

Mawar Merah Darah dan Perayaan Studio Kita

KAMPUNG Pentigraf Indonesia (KPI) kembali meluncurkan Kitab Pentigraf berjudul Studio Kita. Buku ini merupakan kitab ke-10 yang telah dihasilkan KPI. Penerbit Delima digandeng KPI untuk menerbitkan buku setebal 264+xviii halaman tersebut pada Februari 2023. Ada 241 pentigraf dari 106 pentigrafis (sebutan untuk penulis pentigraf) yang dimuat dalam buku tersebut setelah melewati proses kurasi yang ketat.Peluncurannya […]

Mawar Merah Darah dan Perayaan Studio Kita Read More »

Secokelat Milo, Sebersih Kapas

SAYA menyambut gembira, rencana peluncuran buku Antologi Cerpen 25 Penulis Bima berjudul Zikir Geladak yang diagendakan tanggal 28 Oktober 2021 di Kalikuma Educamp & Library, kawasan Ule, Kota Bima. Kegembiraan ini bukan karena saya termasuk salah seorang dari 25 penulis tersebut, melainkan lebih dipicu oleh dua hal, pertama, berkesempatan pulang kampung, dan kedua, melunasi janji

Secokelat Milo, Sebersih Kapas Read More »

Perempuan yang Menangis di Pusara Suamiku

[1]MENGGEBU kejar pendidikan tinggi, berjibaku dengan rutinitas pekerjaan yang diidamkan, benar-benar membuatku terlena. Demi pekerjaan, beberapa lelaki terpaksa aku tolak cintanya. Aku takut kehadiran mereka mengganggu pekerjaanku, toh kalaupun aku terima pasti kuacuhkan karena lebih sibuk bekerja. Bukankah laki-laki paling tidak suka diacuhkan?Aku tidak selamanya mampu bertahan dalam kesendirian. Menjelang setengah abad umurku, barulah hatiku

Perempuan yang Menangis di Pusara Suamiku Read More »

Memanen di Celah Musim

KUPANDANG lahan tandus di hadapanku. Kering kerontang sebagaimana perasaanku yang meradang saat dihina dan dikatakan gila atas keinginanku menghijaukan lahan non-produktif yang baru suamiku beli dengan harga murah. “Tanah ini seperti tanah terkutuk, tidak mungkin tumbuh dengan baik apa yang ditanam, seolah langit menyerap kembali air hujan yang terlanjur jatuh di tanah ini, hanya orang gila

Memanen di Celah Musim Read More »

Mata Air Air Mata (2)

Abym menunjukan saya ajakan fundraising di akun media sosialnya. Katanya modal itu yang akan dijadikan biaya pengadaan sumber air bersih bagi warga. Beberapa orang telah menghubungi dan menyatakan kesiapannya membantu. Bahkan sudah ada yang transfer dananya. Pemuda-pemuda kampung yang masih jernih pikirannya siap menyumbang tenaganya.Ternyata orang baik belum punah. Hanya butuh mengetuk pintu; rumah dan

Mata Air Air Mata (2) Read More »

Mata Air Air Mata (1)

ABYM menangis di pinggir sungai yang kehilangan mata airnya. Saya menemukannya duduk di bongkahan batu yang biasa saya duduki. Dulu, di sana tempat duduk ternyaman bagi saya bersama teman-teman masa kecil sebelum mandi dan bermain simi mbora. Tidak jarang sehabis mandi kami menyusuri sungai mencari buah mangga dan jambu batu. Setelah terkumpul, baru kami kembali

Mata Air Air Mata (1) Read More »

Tayamum

KEMARAU menerobos gerbang mayapada, merekah seluruh tanah yang kupijak, orang kampung mengalami kelangkaan air, aku datang memenuhi permintaan Maci bertemu dengan keluarga besarnya. Perasaanku sudah tidak enak begitu Pak Wila yang berkopiah hitam melototi dan mengacuhkanku sesaat setelah takzim padanya. Ayah Maci yang sudah berumur setengah abad tersebut tidak merestui hubunganku dengan Maci. Dengan tercekak

Tayamum Read More »