BERBICARA tentang perempuan memang tidak ada habisnya untuk dikupas. Perempuan memiliki daya tarik tersendiri untuk didalami eksistensinya. Bahkan kitab-kitab suci agama samawi tidak terlepas dari perbincangan mengenai sosok perempuan. Begitu pun dalam kitab suci umat Islam banyak mengurai perihal kaum perempuan yang kemudian digali dan dielaborasi lebih lanjut oleh para cendekiawan.
Salah satunya adalah buku yang berjudul “Qur’an Menurut Perempuan; Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat Keadilan” karangan seorang cendekiawan muslim Amerika Serikat, Amina Wadud. Menurut penelusuran Aminah Wadud dari sumber kitab tafsir yang berbahasa Inggris dan Arab, ada beberapa perempuan yang disebut dalam al-Qur’an. Ia membuat dua kategori dilihat dari segi kemunculannya, baik dalam periode Makkah maupun dalam periode Madinah.
Baca juga: Rahmah el-Yunusiah: Puan yang Membela Perempuan
Kategori satu meliputi perempuan-perempuan yang disebutkan tapi sedikit sekali penjelasan tentang diri mereka. Menurutnya, penyebutan ini dimaksudkan untuk membantu menjadikan suatu kisah masuk akal, sebab mereka tidak berbicara atau memerankan apa pun.
Di antaranya adalah: (1) Elizabeth dalam (Qs. 3: 40 dan Qs. 19: 5,7) istri Zakaria. (2) Banaatii (Qs.11: 78) anak-anak perempuan atau gadis-gadis (dari kotaku), dikatakan oleh Nabi Lut (3) Aisyah (Qs. 24: 11) istri Nabi Muhammad saw (4) Zainab (Qs. 33: 37) istri Nabi Muhammad saw, janda dari anak angkat Nabi Zaid (5) Banaat (Qs. 33: 59) anak-anak perempuan Nabi Muhammad, gadis-gadis di kotanya. (5) Imra’ah Nuh (Qs. 66: 10) istri Nuh. (6) Auraa’ (Arwa) binti Harb bin Umayyah atau yang terkenal dengan sebutan Ummu Jamil binti Harb, Imra’ah (Qs. 111: 4,5) isteri Abu Lahab.
Kategori kedua meliputi perempuan-perempuan yang melakukan tindakan tertentu atau mengutarakan kata-kata tertentu, tapi signifikansi dari kata-kata dan tindakan itu terbatas pada peristiwa tertentu dalam kehidupan mereka dan kehidupan Nabi.
Di antaranya: (1) Imra’ah Lut (Qs. 7: 83, 29: 33, 11:81, 15:60, 27: 57), istri Lut. (2) Sarah (Qs. 11: 71, 51: 29) istri Ibrahim. (3) Zulaiha, imra’ah al-Aziz (Qs. 12: 23) perempuan yang menggoda Yusuf. (4) an-Niswah (Qs. 12: 30) tamu-tamu perempuan Zulaiha (5) Raytah binti Sa’d (Qs. 16: 92) dia yang menguraikan benang. (6) Maryam ukht Musa (Qs. 20: 40, 28: 7) saudara perempuan Musa.
(7) Imra’atayn (Qs. 28: 23) dua perempuan dari Madyan. (8) Azwaj an-Nabi (Qs. 33: 28) istri-istri Nabi Muhammad, juga dikenal sebagai ummahatul mukminin, ibu kaum yang beriman. (9) Khalwah binti Tsa’labah, al-Mujadilah, wanita yang mengajukan gugatan (Qs. 58: 1) istri Aws. (10) al-Muhajiraat (Qs. 60: 10) pengungsi perempuan. (11) Ba’dh azwaajuh, satu atau lebih istri-istri Nabi Muhammad Saw. (Qs. 66: 3) dalam hal ini diyakini merujuk ke ‘Aisyah dan Hafsah.
Kategori ketiga meliputi perempuan istimewa karena menyangkut orang-orang yang menjalankan fungsi unik dari perspektif kitab suci itu sendiri dan dari perspektif manusia. Mereka telah melakukan amal ibadah khusus, telah menunjukkan komitmen moral agama mereka dan/atau membentuk sebagian dari suatu kondisi luar biasa yang berpengaruh pada semua umat manusia.
Mereka itu adalah: (1) Eve, Hawa (Qs. 2: 35, 4: 1, 7: 19) isteri Adam. (2) Hannah, Anna, atau Anne (Qs. 3: 35) perempuan: imra’ah Imran, ibu dari Maryam. (3) Asiyah (Qs. 28: 9, 66: 11) istri fir’aun. (4) Umm (Qs. 20: 38, 28: 7), umm atau ibu Musa. (5) Bilqis, imra’ah (Qs. 27: 23) Ratu Saba’.
Itulah beberapa perempuan yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagaimana yang dicatat oleh Amina Wadud berdasarkan penelusurannya dari beberapa kitab Tafsir. Namun, setelah dicek kembali dalam al-Qur’an, saya menemukan kesalahan pengutipan nomor ayat dan surat dalam buku itu.
Misalnya, Umm Jamil binti Harb, imra’ah ditulis surah ke 11 ayat 4 dan 5 padahal yang benar surah ke 111 ayat ke 4 dan 5, barangkali angka 1-nya terhapus. Lalu informasi Asiyah istri Fir’aun dikatakan dalam Qs. 20: 36 padahal ayat itu tidak ada kaitannya dengan Asiyah, begitu juga dalam Qs. 28: 7 seharusnya yang benar Qs. 28: 9, dan Qs. 66: 12 seharusnya yang bener Qs. 66: 11.
Perempuan dalam Lembaran Kitab Kuning
Menarik untuk dikupas mengenai hasil penelitian Masdar F. Mas’udi yang diberi judul “Perempuan di antara Lembaran Kitab Kuning”. Tulisan tersebut tertera dalam buku yang berjudul “Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual”.
Menurut Masdar, secara umum, paling tidak terdapat empat tipe penempatan posisi perempuan oleh kitab kuning. Kadang diposisikan melebur dengan laki-laki, separuh harga laki-laki, sejajar dengan laki-laki, dan bahkan jauh di atas laki-laki.
Melebur dengan Laki-Laki
Dalam hal melakukan salat, laki-laki dan perempuan dibedakan dalam lima hal. Di antaranya: (1) Dalam hal aurat, laki-laki cukup menutup antara pusar dan lutut, sedang perempuan harus menutup semua bagian tubuhnya kecuali wajah dan tapak tangan. (2) Pada salat jahr (magrib, isya’ dan subuh) laki-laki sebaiknya mengeraskan suaranya, sedangkan perempuan tetap bersuara rendah.
Baca juga: Sinisme Publik Pada Perempuan yang Selingkuh
(3) Laki-laki sebaiknya salat di masjid, perempuan sebaiknya salat di rumah saja. (4) Laki-laki menjadi imam salat dan khatib Jum’at, perempuan tidak boleh. (5) Ketika Imam lupa dalam salat, laki-laki membaca subhanallah, perempuan menepuk tangannya.
Pembedaan lain – yang sebenarnya tidak otomatis berarti bahwa yang satu lebih rendah dengan yang lain – tampak dari struktur bahasa kitab kuning. Dalam seluruh jenis suku kata, bahasa Arab membedakan laki-laki dan perempuan: kata benda (ism), kata kerja (fi’il), maupun kata sifat.
Kadang-kadang, ada kata-kata yang tidak berjenis kelamin yang mencakup laki-laki dan perempuan tapi oleh bahasa kitab kuning diperlakukan sebagai laki-laki. Misalnya kata an-nas yang bermakna manusia. Begitu juga kata yang menunjukkan jamak laki-laki banyak hum atau kum kalian laki-laki banyak, kalau dikehendaki, bisa menunjukkan jamak bagi laki-laki dan perempuan sekaligus.
Superioritas laki-laki juga terlihat pada nama-nama Tuhan seperti Allah, ar-Rahman, ar-Rahim, al-Matiin, dan sebagainya. Sementara malaikat, sebagai kata jenis perempuan tapi secara individual nama-namanya laki-laki seperi Jibril, Mika’il, Israfil, Ridwan, dan seterusnya. Juga nama-nama Nabi dan Rasul semuanya berjenis laki-laki, kecuali kalau Maryam, Asiah, Masitah, Rabi’ah al-Adawiyah hendak diyakini sebagai nabi juga.[]

Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Mataram dan Pengkaji Islam dan Budaya Lokal.





