MAHABBAH atau cinta merupakan sesuatu yang amat mendasar dalam lubuk hati seorang insan, yang merupakan titipan berupa perasaan yang suci. Cinta dapat membawa seseorang menuju pribadi dan keadaan yang lebih baik atau sebaliknya tergantung kemana arah cinta itu di setir. Perasaan cinta seseorang bisa mengarah kepada sesuatu yang berkaitan dengan dunia ataupun akhirat.
Rasa cinta yang condong memiliki indikasi keduniawian lebih banyak di setir oleh nafsu dan ambisi semata yang kebanyakan akan mengarahkan kejalan yang tidak diridhoi oleh Allah Swt, namun rasa cinta yang mengarah kepada akhirat akan dikendalikan oleh ruh yang akan selalu mendatangkan kebaikan dan kenikmatan yang diridhoi Allah Swt.
Setiap orang memiliki kisah yang dihiasi cinta, namun kembali kepada rumus awal bahwa cinta yang disetir oleh ruh akan selalu happy ending atau akhir yang penuh kebahagiaan ntah kebahagian itu didapatkan di dunia atau di akhirat namun cinta yang dikendalikan nafsu akan membawa kepada keadaan sebaliknya yaitu sad ending atau akhir yang menyedihkan dan memberikan dampak penyesalan baik didunia atau di akhirat bahkan di keduanya.
Rasa cinta yang kita curahkan di dunia ketika hidup memiliki efek yang signifikan untuk kehidupan seseorang di dunia yang selanjutnya seperti hadis Nabi Muhammad saw:
المَرْءُ مَعَ مَنْ اَحَبَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“seseorang akan bersama seseorang yang iya cintai pada hari kiamat”
Di tengah zaman yang dimana teknologi telah menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia dan perkembangannya, sosial media juga menjadi salah satu sajian paling laris di dunia teknologi. Dalam sosial media kita sering melihat orang-orang yang mengapresiasikan cintanya dengan meng-update status atau story baik cinta itu menuju ke arah dunia atau akhirat.
Namun banyak yang lupa bahwa ada yang harus dicintai di atas segala cinta yang kita miliki dan rasa cinta itu akan menjadi barometer keimanan seorang. Seperti yang dijelaskan dalam sabda baginda rasululllah SAW:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ ِمنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“tidaklah sempurna iman diantara kalian sampai aku (rasulullah) lebih Ia cintai dari kedua orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia”
Dari sabda rasulullah tersebut dapat dipahami bahwa di atas segala cinta yang kita miliki harus selalu menempatkan cinta kepada beliau di podium yang pertama jika kita ingin memiliki iman yang sempurna. Karena hanya dengan kecintaan kita kepada Rasulullahlah jalan menuju kecintaan kepada Allah Swt akan terbuka.
Nyatanya ketika ditanyakan itu adalah aroma hati beliau yang terbakar ketika berjauhan dengan orang yang paling beliau cintai yaitu Rasulullah saw dan kebesaran rasa cinta beliau inilah yang menjadikannya sebagai manusia yang paling mulia setelah para nabi.
Namun realita di tengah zaman ini sangat jauh dari apa yang telah dipesankan oleh Rasulullah, fenomena yang kita lihat saat ini adalah banyaknya orang yang mengarhkan rasa cinta mereka kepada sesuatu yang salah dan juga dengan cara yang amat jauh dari kata boleh dalam syariat. Di zaman ini juga pandangan kita dihiasi dengan kemaksiatan yang mengatasnamakan cinta. Mulai dari fenomena pacaran muda-mudi, perselingkuhan, perzinaan dan masih banyak lagi dan ini semua didasari rasa cinta yang disetir atau dikendalikan oleh hawa nafsu.
Salah satu fenomena paling besar saat ini adalah penyelewengan rasa suci yang dianugerahkan oleh Allah Swt kepada kita ini dengan “pacaran berkedok ta’aruf”. Yang mana pelaku perbuatan ini akan memiliki banyak alasan yang ujung-ujungnya akan mengatasnamakan rasa cinta. Padahal cinta yang tepat tidak akan membawa seseorang ke dalam kemungkaran.
Seperti rasa cinta yang dimiliki oleh sahabat Rasulullah saw yaitu Abu Bakar as-shiddiq RA, rasa cinta beliau kepada Rasulullah yang begitu besar sehingga diriwayatkan oleh beberapa sahabat yang menjadi tetangga Sayyidina Abu Bakar bahwasanya tidak jarang dari dalam rumah Sayyidian Abu Bakar as-shiddiq tercium aroma daging bakar yang membuat para tetangga mengira itu adalah hidangan keluarga beliau.
Namun, nyatanya ketika ditanyakan itu adalah aroma hati beliau yang terbakar ketika berjauhan dengan orang yang paling beliau cintai yaitu Rasulullah saw dan kebesaran rasa cinta beliau inilah yang menjadikannya sebagai manusia yang paling mulia setelah para nabi.
Begitu juga kisah cinta Sayyidina Ali kepada putri tercinta Rasulullah SAW Sayyidati Fathimah, ketika dari awal melihat akhlaknya Sayyida Ali langsung jatuh hati namun ia sadar dan sabar sehingga menunggu saat yang tepat. Tiga kali hatinya dipatahkan oleh keadaan yang beliau saksikan.
Pertama, dengan ia berusaha mengumpulkan segenap harta yang akan dijadikan mahar untuk putri tercinta Rasulullah ia menyaksikan bahwa Sayyidina Abu Bakar datang untuk meminang Sayyidati Fathimah namun qodarullah lamaran itu di tolak.
Kedua, sama halnya tapi saat ini yang datang adalah Sayyidina Umar dan lamaran itu pun ditolak. Ketiga, ini adalah kejadian yang membuat Sayyida Ali amat patah hati ketika salah seorang sahabat Rasulullah yang terkenal sangat kaya yaitu Abdurrahman bin Auf datang dengan membawa mahar berupa 100 ekor unta bermata biru dari mesir dan 10.000 dinar namun qodarullah lamaran ini juga ditolak.
Meski lamaran ini tidak terjadi namun kejadian ini cukup memberikan pukulan kepada Sayyidina Ali dan rasa insecure dikarenkan ia seseorang yang tidak memiliki apa-apa. Namun dengan segenap keberaniannya tanpa pernah berkomunikasi atau mengenal lebih dekat beliau meminang Sayyidati Fatimah dengan mahar 500 dirham lalu Sayyidati Fathimah dengan senang hati menerima lamaran tersebut karena memang Sayyidina Ali lah yang beliau tunggu untuk datang selama ini dan alhasil dari kisah cinta mereka berdua terlahir dua orang cucu yang paling dibanggakan oleh Rasulullah saw dan menjadi satu satunya akar nasab yang tersambung kepada bagi Muhammad saw.
Dari dua kisah ini dengan jelas dapat menggambarkan rasa cinta ketika disematkan kepada yang tepat akan membawa kebahagiaan yang senantiasa diridhoi oleh Allah Swt dan jika salah maka akan memberi dampak sebaliknya.[]
Ilustrasi: Sindonews.com

Mahasiswa HKI Pascasarjana UIN Mataram





