Kode-kode Sebie Kedi (kecil-kecil cabe rawit)
Pata’ Reket Pade Rau (siapa pintar dia akan mendapatkan)
KUTIPAN di atas, merupakan contoh dari ribuan sesenggaq, yang berkembang dan populis dalam tradisi Sasak-Lombok. Sesenggaq, lazim dijumpai dalam dalam lirik lagu tradisional, dalam lontar, maupun bentuk folklore dan pameo lisan.
Sesenggaq, pada dasarnya merupakan folklore lisan masyarakat Sasak, yang kemudian seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan budaya, folklore tersebut kemudian terabadikan dalam lirik-lirik lagu tradisional, lelakaq, dan pinje-panje.
Adalah Dian Aprila Diniarti, Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Mataram, NTB, melalui hasil kajiannya dalam Seminar Nasional di PS PBSI FKIP Universitas Jember, 2017, mengidentikan sesenggaq, sebagai peribahasa dalam bahasa Indonesia.
Baca juga: Lombo Mirah Sasak Adhi
Pada Harian Kompas.com 2021, menyebutkan bahwa peribahasa adalah suatu istilah yang sering terdengar dalam kehidupan sehari-sehari, sementara menurut KBBI, peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, serta mengiaskan maksud tertentu. Lebih jauh, Diniarti menegasakan bahwa sesenggaq dapat dimaknai dengan dua cara denotatif dan konotatif.
Sesenggaq, dalam tradisi Sasak-Lombok digunakan untuk menyatakan maksud dan tujuan tertentu baik untuk menyatakan perilaku seseorang, nasehat, dan bahkan kritikan. Tujuan dan sasaran tersebut terselip dan terkandung dalam tanda-tanda yang ada dalam sesenggaq itu sendiri. Umumnya tanda-tanda tersebut berupa bahasa kiasan. Setiap sesenggaq memiliki makna tersurat (denotasi) dan tersirat (konotasi) pada setiap tanda yang ada di dalamnya.
Dalam kajian sosiologis-antropologis, sesenggaq, mencerminkan kepribadian dan kearifan metodis masyarakat Sasak-Lombok dalam mendidik, ketika menasehati sesama maupun hendak memberikan kritikan dan teguran yang bersifat membangun.
Masyarakat Sasak tampak dalam tradisi sesenggaq mencerminan sikap yang senantiasa tetap rendah hati, selalu mengutamakan dan mengedepankan sopan santun (Sasak: Tingkah), walaupun dalam realitasnya memiliki keinginan dan tujuan untuk mengajarkan dan menunjukan sesuatu yang penting.
Sesenggaq, semakin memperjelas realita kepribadian masyarakat Sasak yang selalu tindih (sikap yang senantiasa mengayomi yang lebih lemah dan muda, dan menghormati serta menghargai yang lebih dewasa, mampu, dan berpengetahuan).
Melalui sesenggaq, penunjukan kesalahan ataupun kekeliruan orang lain, dilakukan dengan sangat sopan dan selalu mempertimbangkan budi-bahasa, sikap dan etika ketika ingin mengkritisi dan memberi teguran.
Karenanya, sesengaq, dengan narasi yang berbeda, merupakan pemberitahuan yang berupa teguran, sindiran, masukan, yang mengadung nilai-nilai luhur, unsur-unsur pendidikan, pemeliharaan, maupun nasihat yang disampaikan secara lisan dan majazi atau perumpamaan. Sebagai contoh salah satu dari dua sesengaq, yang ditulis diawal:
Kode-kode Sebie Kedi (kecil-kecil cabai rawit)
Makna denotatifnya adalah memang demikianlah adanya bahwa cabai rawit itu bentuknya kecil-kecil dan tidak pernah besar, karena jikalau besar, bukanlah kategori cabai rawit, akan tetapi bisa dalam kelompok cabai keriting dan bisa juga golongan cabai merah.
Dari sini terlihat jelas bahwa sesenggaq sebagai folklore dalam proses pembentukannya, tetap menjaga keseimbangan diksi dan semiotiknya sehingga tidak mengaburkan dan mencerabut makna.
Sementara makna konotatifnya adalah bisa bermacam-macam diantaranya: pertama, jangan pernah meremehkan perkara yang kecil, karena bisa jadi akan berdampak besar. Kedua, jangan pernah meremehkan orang karena kekurangan yang tampak padanya, bisa jadi orang tersebut memiliki keutamaan dan keunggulan yang luar biasa dan bisa mempengaruhi banyak orang. Ketiga, perkara sepele biasanya sangat menyakitkan. Dan berbagai makna lain yang dapat diambil darinya tergantung situasi dan kondisinya.
Sekilas terlihat bahwa kelemahan dari sesenggaq, terdapat pada bentuknya yang majazi undirect, sehingga berpotensi untuk terjadinya pembiasan makna, salah kaprah dan keliru dalam memahami, namun di sisi lain hal tersebut menjadi keutamaan dan keunggulan yang dimilikinya, karena sifat fleksibelitas yang ditawarkan dan kemungkinan terjadinya perluasan makna dan kandungan yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan zaman.
Terlepas dari kekurangan dan keunggulan sesenggaq, satu hal yang dapat digaris-bawahi adalah, sesenggaq yang mengambil bentuk folklore masyarakat Sasak-Lombok tersebut, merupakan instrumen yang mencerminkan keunggulan dan kedewasaan tata-cara, kematangan metodologis mendidik masyarakat Sasak-Lombok. Padanya tergambar dan tersirat jelas butiran dan untaian etika, sopan-santun, tata-krama dan budi-pekerti yang mewarnai perilaku watak dan tabiat masyarakat Sasak-Lombok.
Baca juga: Moderasi Beragama dalam Kearifan Dou Mbojo
Sesenggaq, sebagai sebuah instrumen pendidikan lokal, dalam perihal nasehat dan sindiran, adalah salah satu metode yang digunakan oleh masyarakat Sasak secara generatif untuk meluruskan dan membentuk perilaku dari tradisi pembelajaran dan pembentukan karakter masyarakat Sasak yang tidak serta merta menuding dan menyalahkan langsung.
Namun, tetap peduli dengan setiap kekeliruan dan kesalahan yang ada dan selalu mengedepankan cara dan metode terbaik dalam mengoreksi. Demikian pula dalam sesenggaq yang senantiasa memicu semangat, melalui penyampaian intonasi lisan, namun tetap dalam bahasa-bahasa majazi sehingga meminimalisir pertikaian dan penolakan.
Kearifan dan kematangan metodologis mendidik masyarakat Sasak-Lombok, yang teraktualisasi melalui tradisi sesenggaq ini, sejalan dengan konsep metode pendidikan, pengajaran, dan dakwah Islam, sebagaimana salah satunya tertuang dalam QS. an-Nahl ayat 125 yang artinya; “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.[]
Ilustrasi: Pinterest.
Dosen UIN Mataram
Mantap.kita tunggu refrensi yang edisi terbaru dalam hal kajian lokalitas nya ayahanda Dr. Kamaruddin Zaelani, M. Ag