JAUH berabad-abad lalu, filsuf kenamaan Ibn Rusyd melalui komentarnya tentang filsafat politik Plato, telah memberi konsepsi yang dapat ditiru oleh umat Islam yang terjun di dunia politik. Konsepsi ini saya rasa bisa dijadikan semacam pedoman sebelum terjun ke dunia politik.
Menurut Abed al-Jabiri dalam karyanya Jadid fi al-Fikr al-Siyasi bi al-Turath al-Arabi (1998), konsepsi politik Ibn Rusyd ini muncul ketika ada permintaan dari Amir abi Yahya, saudara Khalifah al-Mansur yang menjadi wali di Provinsi Cordoba.
Sebelumnya, oleh Khalifah al-Mansur sendiri melalui Ibn Thufail, Ibn Rusyd diminta untuk menerjemahkan karya-karya filsafat Aristoteles. Karena saat itu, Khalifah al-Mansur merasa tidak bisa memahami dengan paripurna gagasan filsafat tersebut.
Dari sini kita bisa cermati bahwa Ibn Rusyd pada dasarnya menjadi pengkaji gagasan Aristoteles. Ada sekian karya Aristoteles yang ia komentari baik ringkas maupun panjang. Lantas bagaimana konsepsi politik yang dibangun Ibn Rusyd dari karya filsafat politiknya Plato, Republik?
Ibn Rusyd memilih menggunakan komentar ringkas. Ia hanya mengambil wacana-wacana yang dinilai ilmiah. Sementara wacana-wacana yang dialektik dari filsafat politiknya Plato, tidak ia gunakan. Bagi Ibn Rusyd, wacana ilmiah ini merupakan keniscayaan dalam konsepsi filsafat politik. Dari sini, metode Aristoteli-an dalam Islam lebih dikenal sebagai metode burhani yang ia gunakan.
Kategorisasi Ilmu Pengetahuan
Pertama-tama Ibn Rusyd membagi filsafat dalam tiga kategori: ilmu teoritis, ilmu praktis, dan ilmu logika. Terkait ilmu logika, Ibn Rusyd tidak mempersoalkan karena ilmu ini wajib dijajaki oleh siapa saja yang hendak masuk dalam dunia filsafat.
Kemudian untuk ilmu teoritis, ia membaginya ke dalam tiga kategori: ilmu pendidikan, ilmu kealaman, dan ilmu ketuhanan. Ilmu ketuhanan menempati posisi teratas. Karena menurut Ibn Rusyd, ilmu ini paling meyakinkan di antara lainnya. Selain memang ilmu ketuhanan itu juga membabar tentang keberadaan sebab pertama.
Adapun untuk ilmu praktis, Ibn Rusyd membaginya menjadi tiga kategori: ilmu akhlak, ilmu keluarga, dan ilmu politik. Dalam komentarnya tentang filsafat politik Plato, Ibn Rusyd memasukkan ilmu akhlak dan ilmu politik menjadi satu kategori, ilmu madani.
Lantas apa kaitannya antara akhlak dengan politik? Seperti apa relasi dua keilmuan tersebut? Apakah saling mendukung antara satu ilmu dengan ilmu yang lain atau, malah menegasikan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain?
Konsepsi Filsafat Politik
Menurut al-Showi al-Showi Ahmad dalam karyanya Khithab al-Siyasi ‘inda Ibnu Rusyd (2005), konsepsi politik Plato dibangun atas empat hal yang saling berkaitan; filsafat, keberanian, menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, dan keadilan. Di sini kita bisa melihat komponen antara sisi intelektual, moral, dan spiritual saling berkelindan erat. Bahkan menurut al-Showi, orientasi paripurna filsafat politiknya Plato adalah memperbaiki akhlak manusia.
Orientasi ini pada dasarnya mirip dengan filsafat politiknya Aristoteles. Melalui karyanya yang telah dialihbahasakan Etika Nicomakea, Aristoteles mengatakan bahwa tujuan ilmu akhlak adalah kebaikan tertinggi. Dan ilmu politik bagi Aristoteles memiliki tujuan pada kebaikan tertinggi tersebut. Syaratnya dengan masyarakat yang disokong negara mesti sama-sama berbuat baik.
Ibn Rusyd memiliki argumen serupa dengan dua filsuf kenamaan tersebut. Bagi Ibn Rusyd, ilmu akhlak dan ilmu politik ini mengambil rupa berikut: ilmu akhlak menjadi pondasi dasar dari ilmu politik. Akhlak mesti jadi penentu segala gerak politik. Jika dalam konteks ini, politik disimbolkan dengan negara, maka ejawantah negara perlu dilandasi dengan akhlak yang baik.
Oleh Abed al-Jabiri di karyanya Jadid fi al-Fikr al-Siyasi bi al-Turath al-Arabi (1998), argumen Ibn Rusyd itu dimaknai sebagai laku untuk mengatur jiwa manusia. Titik bedanya terletak pada kuantitasnya. Ilmu akhlak berperan mengatur jiwa dari sisi personal, sedangkan ilmu politik mengatur jiwa manusia dari sisi kolektif.
Relasi Akhlak dan Politik
Dari sini, ilmu akhlak dan politik memerlukan ilmu jiwa sebagai penghubungnya. Karena di dalam ilmu jiwa ada beberapa bagian yang masing-masing memiliki wilayah kerja berbeda. Pertama, berpikir yang terletak di kepala dan menjadi kendali dari yang lain.
Selanjutnya, amarah yang letaknya di dada dan terakhir sahwat yang berada di perut. Bila negeri kita banyak terjadi kasus korupsi oleh para politisi, bisa jadi karena amarah dan sahwat yang dimiliki melebihi porsi dari aktivitas berpikirnya.
Konsepsi filsafat politik Ibn Rusyd dari komentar-komentar atas karya Plato ini, dapat kita baca di karyanya al-Dharuri fi al-Siyasah: Mukhtasar Kitab Siyasah Li Aflatun (1998). Hanya saja kini konsepsi tersebut jarang peroleh perhatian, sekalipun oleh peneliti, akademisi, atau pemerhati politik. Mengutip pendapatnya Aksin Wijaya barangkali, “… karena hilangnya teks aslinya, atau sengaja disingkirkan oleh pemikiran mainstream dalam Islam”, begitu.[]
Ilustrasi: IBtimes.id
Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogayakarta. Beberapa esai pernah nongol di detiknews.com, geotimes.com, islami.co, dan media-media lainnya.