Desa Santong, yang terletak di Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, menyimpan kekayaan budaya yang masih lestari hingga kini. Tradisi adat yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mulai dari ritual adat, hingga kegiatan gotong royong, semuanya mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang tercermin dengan adanya Berugak Adat dan Bale Adat
Dalam tulisan ini, kita akan mengupas mengenai tradisi adat yang masih dijaga oleh masyarakat Desa Santong, serta peran pentingnya dalam membentuk identitas dan harmoni sosial hal ini dengan masih adanya tersimpan manuskrip yang menjadi bukti sejarah adat yang ada di Desa Santong.
Pada waktu itu, di Acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Mushola Al-Abrar Dusun Santong Asli, mengupas mengenai Adat yang ada di Desa Santong khsususnya di di Dusun Santong Asli oleh Almukarram TGH. Sukarman Azhar Ali kemudian penulis mengumpulkan hasil wawancara dengan beberapa informan seperti: tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat.
Berbicara mengenai Tradisi Adat, yang masih dilaksanakan sampai saat ini seperti adat Menjungi yang dimana acara ini dilaksanakan sekali dalam setahun. Dalam acara tersebut dirangkaikan dengan ziarah makam ke makam paok pedis, makam titik sama guna dan makam syaikh said budiman yang ditutup dengan acara zikir dan do’a bersama yang berada di Desa Santong. Begitu banyak masyarakat yang hadir dan terlibat bukan hanya dari Desa Santong saja, tetapi karena banyak yang ingin tahu lebih dalam mengenai adat tradisi yang masih dilaksanakan sampai sekarang.
Ada Tradisi adat yang mesti dilestarikan seperti Gong dua santong asli, kitab-kitab yang ada mesti diajarkan ke anak cucu untuk kemudian dilanjutkan agar Adat Tradisi tidak Hilang dan dilupakan. Karena sampai saat ini kitab-kitab masih tersimpan oleh pemangku adat yang ada di Santong Asli karena menurut pembangku adat setempat belum memperbolehkan untuk dipelajari karena ada alasan tertentu, berkaitan dengan penerus hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang pasti suatu saat akan bisa sendiri.
Artinya bahwa, regenerasi penerus mesti harus diajarkan, jangan sampai adat di sembunyikan tidak diberikan manfaat kepada orang lain. Itu yang kemudian membuat tradisi adat kerap kali dilupakan karena tidak adanya kesadaran bagi pemuda dan orang tua yang mau mengajarkan.
Di dalam kaidah juga dijelaskan “Tradisi Adat yang dulu yang baik di pelihara dan mengambil sesuatu yang lebik baik”. Dalam kehidupan masyarakat Desa Santong, terdapat sebuah kaidah bijak yang diwariskan secara turun-temurun: “Tradisi adat yang dulu yang baik dipelihara, dan mengambil sesuatu yang lebih baik.” Kaidah ini bukan hanya sekadar ungkapan, tetapi merupakan pedoman hidup yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat dalam menyikapi perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Kaidah tersebut mengandung makna penting tentang bagaimana masyarakat Santong menghargai warisan leluhur, namun tetap terbuka terhadap hal-hal baru yang lebih membawa kebaikan. Tradisi adat yang sudah terbukti menjaga keharmonisan sosial, memelihara hubungan dengan alam, serta memperkuat nilai-nilai spiritual tetap dijaga dan dilaksanakan. Namun, apabila ada unsur dalam tradisi yang sudah tidak relevan dengan nilai kemanusiaan atau perkembangan zaman, masyarakat terbuka untuk melakukan penyesuaian.
Misalnya, dalam pelaksanaan ritual adat, masyarakat Santong tetap mempertahankan struktur dan nilai spiritualnya, namun mulai mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan, menggantinya dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Ini menunjukkan bahwa filosofi “memelihara yang baik dan mengambil yang lebih baik” bukan hanya retorika, tetapi benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, kaidah ini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan—sebuah cara cerdas untuk merawat identitas tanpa terjebak dalam romantisme masa lampau. Tradisi adat yang hidup di Desa Santong tidak bersifat kaku, tetapi dinamis dan adaptif. Di sinilah letak kekuatan budaya: mampu bertahan, berkembang, dan tetap relevan sepanjang zaman.
Ilustrasi: ntb.idntimes.com
Mahasiswa Pascasarjana HKI UIN Mataram





