Sajak-Sajak Qurrotu A’yun

AKU SEBUT DIA

Dia yang kusebut rindu
Telah menengok hati
Mengurai benang waktu
Menenun asa yang ingin aku sulam dengan warna merah jingga

Dia yang kusebut rindu
Membaluri sekujur tubuh dengan narasi kelembutan
Pesuluk menemukan pendar dalam genggam

Dia yang kusebut rindu
Mengajak nurani berpetualang
Melipat rapi kenang dalam lemari keikhlasan

Surabaya, 29 Juni 2020.
[] [] []

PENGORBANAN CINTA

Cintaku meminta cinta
Saat kayuhan doa telah tiba
Berkecamuk rasa tiada daya menolak Sang Kuasa

Aku menanti dalam debar
Sosok pewaris nan penyabar
Yang bersembunyi di rahim wanita mulia, Hajar

Kisah cinta ini bukan hanya prasasti
Namun tentang cinta abadi
Hingga nanti bumi menghilang bersama puisi

Surabaya, 29 Juli 2020.
[] [] []

TENTANG DONGENG ZAM ZAM

Aku telah ditinggalkan
Bersama makhluk kecil yang lama dirindukan
Pada lembah tak bertuan
Tak ada sesiapa yang menyapa
Daun pun kering kerontang tak berumah
Menggigil kala malam menyelimuti
Terbakar kala matahari menemani

Tak sedetikpun lelakiku berbalik arah
Menggamit tangan mengajak kembali
“Cinta apa ini?” Aku bertanya dengan keras
Derap kakinya tiada ragu menembus batas gumpalan awan yang menggulung hati 

Langkahnya terhenti menatapku sejenak 
“Ini titah Sang Maha Pemilik Rumah Cinta.”
Mulutku terkunci
Tak satupun kata untuk interupsi
Aku tegak berdiri
Rela melepasnya pergi
Aku wanita yang ingin bernyanyi
Gemericik aliran lautan zam zam adalah musik yang mengiringi
Liriknya akan membangunkan gemintang di saat anak manusia lelap dalam mimpi

Surabaya, 26 Juli 2020.
[] [] []

BUKAN TENTANG KAMU

Suara berisik sajakmu
Membuat reranting patah
Tanganku enggan menegakkan

Lagu ini telah dinyanyikan
Di atas hamparan sajadah merah
Lunglai dalam benaman dekap tak terganti

Baca Juga  Puisi-Puisi Alkhair Al Johore

Sudahlah…
Bait bait itu
Aroma kopi pekat itu
Wangi parfum itu
Kerling menggoda itu
Telah dimakamkan bersama elegi yang berdamai

Surabaya, 010820.
[] [] []

Ilustrasi: facebook.com

1 komentar untuk “Sajak-Sajak Qurrotu A’yun”

  1. Pingback: Perempuan Kedua – Alamtara Institute

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *