Sumur Ilmu dari Amin Abdullah (3-Habis)

ADAPUN tugas yang kedua berkaitan dengan global salafisme perspektif Roel Meijer. Bahwa kelompok salafi- wahabi-jihadi akhir-akhir ini dikenal dengan kelompok teroris yang mengatas namakan Islam, mereka menebar teror dalam skala global.

Menjadi tanda tanya bagi orang Barat, apakah ajaran Islam itu mengajarkan yang demikian itu? Apa kaitannya Islam dengan politik dan kekerasan? Padahal Islam memiliki slogan rahmatan lil alamin, kedamaian untuk penduduk dunia. Karena ulah mereka, malah Islam menjadi ancaman bagi penduduk dunia. Pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam diri umat Islam. Maka muncullah berbagai macam kajian mengenai kelompok salafi ini.

Dari segi sejarah kemunculannya, Prof. Amin membaginya menjadi tiga tahap, pertama, tahap origin, masa Ahmad bin Hanbal, Ibn Taymiyah, dan Muhammad bin Abdul Wahab, kedua, tahap perubahan chance, yakni masa Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rashid Ridha, Hasan al-Banna dan Sayyid Qutb, ketiga, masa development yakni masa Muhammad al-Maqdisi, al-Uyairi, Shalih al-Fawzan bin Fawzan, dan salafi non jihadi yang dimotori oleh Nasir al-Din al-Albani, Ibn Baz, dan lain-lain.

Baca juga: Sumur Ilmu dari Amin Abdullah (1)

Sementara dari segi nama, ada tiga penyebutan yang harus kita perhatikan, karena penyebutan nama tersebut memiliki implikasinya masing-masing. Ada sebutan salaf yang disematkan kepada orang-orang yang tinggal tiga abad pertama sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad saw, ada sebutan salafiyyah yang dilekatkan kepada golongan NU dan ada sebutan salafi yang ditempelkan pada kelompok ikhwan dan wahabi baik jihadi maupun non jihadi.

Golongan salafi jihadi inilah yang lagi fenomenal saat ini yang mengangkat bendera Islam tapi tindakan-tindakannya bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Mereka menyebar teror kepada kelompok-kelompok yang menentang mereka, baik internal umat Islam lebih-lebih eksternal umat Islam khususnya Amerika dan Barat. Mereka sangat membenci Amerika dan Barat karena menurut golongan salafi jihadi, umat Islam mundur saat ini karena campur tangan Amerika dan Barat.

Untuk lebih mengenal sosok dan pemikiran Prof. Amin secara mendalam, saya juga membaca kata pengantar beliau yang tersebar dalam beberapa buku. Tentu saja dengan membeli buku-buku karya beliau yang sampai saat ini tersebar.

Saya baru mengkoleksi tiga bukunya: Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Studi Agama Normativitas atau Historisitas terbit tahun 2011, dan Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif. Buku yang ke tiga ini sudah tiga kali naik cetak yaitu cetakan pertama Februari 2006, cetakan kedua Januari 2010, dan cetakan ketiga Agustus 2012. Ketiga buku tersebut, sudah saya baca walaupun belum secara keseluruhan.

Ada hal menarik yang perlu saya kemukakan terkait dengan hasil bacaan saya dalam buku yang terakhir. Pada halaman 81-90, beliau menjelaskan mengenai pola pikir keagamaan umat Islam sebagai akibat diperkenalkannya filsafat ilmu-ilmu keislaman dalam khazanah intelektual muslim era millenium baru. Beliau membagi, paling tidak, ada tiga polarisasi berpikir yang dianut oleh umat Islam.

Pertama, Pola pemikiran keagamaan Islam yang bersifat absolutely absolut (ta’abbudy). Menurut mereka, ajaran agama sudah tauqify, sudah final. Semuanya berdasarkan wahyu Tuhan. Tidak ada lagi peran akal di dalamnya. Jika ditemukan unsur-unsur yang mengarah kepada peranan akal, maka segera mereka anggap bid’ah dan setiap bid’ah itu dhalalah dan setiap yang dhalalah itu dalam neraka.

Baca juga: Sumur Ilmu dari Amin Abdullah (2)

Jadi mereka lebih mengutamakan yang qathiyyah dari pada yang dhanniyah. Mereka ini, menurut beliau, mudah terjebak dalam proses taqdis al-afkar al-diniyyah (pensakralan pemikiran keagamaan). Kalau sudah begitu, mereka sulit diajak diskusi secara jernih untuk melakukan proses take dan give. Dalam istilah sosiologi agama, pola pemikiran keagamaan seperti ini disebut dengan pola pemikiran idealistik.

Baca Juga  Periode-Periode Terbentuk dan Berkembangnya Mazhab Asy-Syafi'i

Kedua, Pola pemikiran keagamaan Islam yang bersifat absolutely relative (ta’aqquly). Pola pikir seperti ini biasanya dimunculkan oleh tokoh agama yang memiliki latar belakang ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya. Mereka cenderung berpendapat bahwa perilaku agama adalah identik dengan perilaku sosial dan budaya biasa, sehingga sulit dibedakan antara agama dan tradisi.

Tradisi adalah agama, agama adalah tradisi. Kebenaran agama pun dianggap tidak ada. Pola pikir ini muncul sebagai antitesis dari corak pemikiran keagamaan yang pertama. Jika yang pertama sangat rigid dan kaku, maka yang kedua ini sangat longgar bahkan cenderung sekuler. Pola pemikiran seperti ini dalam istilah sosiologi agama disebut sebagai pola pemikiran reduksionistik.

Ketiga, pola pemikiran keagamaan Islam yang bersifat relatively absolute. Untuk kedua pola pikir di atas, beliau anggap tidak cocok lagi untuk dipraktikkan. Untuk saat ini, menurut hemat beliau, perlu pandangan baru yakni relatively absolute. Maksudnya, umat beragama harus tetap menjaga dan memelihara doktrin keagamaan yang absolute, menjaga dan memelihara adat istiadat, dan tradisi keagamaannya, sembari tidak memandang rendah, memandang remeh kelompok lain yang memiliki pandangan hidup, keyakinan dan keimanan yang dipegang secara absolute pula.

Selain diperlukan sikap absolute untuk menjalankan kehidupan moral keagamaan, umat beragama juga perlu belajar memahami dan menghargai sikap relatif, ketika mereka harus berhadapan dengan berbagai model cara hidup, keyakinan dan keimanan yang beraneka ragam yang dimiliki oleh orang dan kelompok lain.

Dari ketiga pola pikir tersebut, saya lebih cenderung ke pola yang ketiga. Ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw sebagai pijakan tetap kita pegang, sembari memahaminya dengan berbagai macam pendekatan yang ditawarkan oleh pemikir-pemikir kontemporer di atas, yang kita sesuaikan dengan situasi dan kondisi kita masing-masing.   

Baca Juga  Ketika Idola-Fans Bertemu, Diskusinya Asyik Biarpun Pesannya Berat

Setelah membaca tulisan-tulisan Prof. Amin dan mendengarkan langsung pikiran-pikirannya, saya merasakan ada perubahan sudut pandang, ada perubahan paradigma berpikir. Beliau mengajarkan bagaimana memahami teks al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw dengan memperkenalkan beberapa pemikir kontemporer dengan perangkat metodologinya masing-masing.

Baca juga: Rekonstruksi Nalar Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani

Dari pikiran-pikiran mereka, kita diajak untuk memahami teks al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw sesuai dengan konteks kita saat ini. Karena situasi dan kondisi masa lalu, ketika ayat itu diturunkan dan ketika ulama klasik menafsirkan ayat dan hadis, tentu sangat berbeda dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi saat ini. Intinya, Kita harus mulai merubah cara pandang kita dari yang ulumuddin ke cara pandang Islamic Studies.

Kita juga harus menyadari bahwa kita adalah bagian dari umat Islam, bagian dari penduduk Indonesia dan bagian dari penduduk dunia. Hukum yang berlaku tidak hanya hukum Islam, tapi hukum Indonesia dan hukum dunia. Sebagaimana sering disinggung oleh Prof. Amin, bahwa penduduk dunia saat ini berjumlah 7 milyar lebih, umat Islam hanya berjumlah 1,3 milyar.

Kita harus menerima kenyataan ini, dengan cara memahami ulang al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw dengan pendekatan-pendekatan baru yang ditawarkan oleh pemikir-pemikir Islam kontemporer. Sehingga kita tidak ketinggalan dalam bersaing di era global ini. Kita bisa berpegang dengan kaidah al-mukhafadhatu ala qadimis sholeh wal akhdu bil jadidil aslah atau wal ijadu bil jadidil ashlah.

Hasil dari perkuliahan ini, sejatinya saya sudah beberapa kali menuliskannya dalam bentuk uraian singkat yang saya share via group facebook kampus saya. Beragam tanggapan yang dilontarkan oleh kawan-kawan dosen maupun mahasiswa terkait dengan tema-tema yang saya posting. Hal ini menggembirakan saya, karena budaya diskusi mulai menunjukkan geliatnya dengan tema-tema yang lagi hangat dibicarakan.

Dan Insyaallah ilmu yang saya peroleh selama bersama Prof. Amin di kelas Dirasah Islamiyah, akan saya transfer pada mahasiswa saya ketika pulang nanti. Apalagi mata kuliah yang saya ampu, yakni fikih, ushul fikih, masailul fiqhiyah al-hadithah, dan tafsir sangat tepat dengan materi-materi yang saya peroleh selama perkuliahan dengan Prof. Amin, semoga berkah.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *