KITA pasti pernah mendengar tentang ruangan yang kedap suara, yang didesain agar ketika kita berada dalam ruangan tersebut, kita tidak akan mendengar suara dari luar dan sebaliknya suara kita dari dalam ruangan tak terdengar dari luar.
Pembuatan ruang kedap suara menggunakan bahan peredam tertentu, dan material yang digunakan merupakan material akustik absorber, yang bisa menyerap suara, bisa mengendalikan suara, dan bahkan bisa menghilangkan bunyi suara secara total.
Dapat dipastikan bahwa membuat sebuah ruangan yang kedap, pastinya harus menyiapkan material yang tidak ringan.
Katanya ruangan paling senyap di muka bumi saat ini adalah ruang anechoic yang berada di Minneapolis, Amerika Serikat. Ruangannya dibangun dan diatur dengan metode khusus sehingga menghilangkan efek gema suara sama sekali yang akhirnya membuatnya total kedap suara.
Tidak hanya dinding dan langit-langitnya yang diatur mampu menahan serta menangkap gelombang suara, lantainya pun dibuat bersekat agar tidak ada satupun gelombang suara yang mampu masuk maupun keluar dari ruangan tersebut. Kabarnya bertahan sendirian di ruangan ini selama 45 menit akan membuat kejiwaan kita menjadi terganggu.
Dapat kita bayangkan betapa hebatnya ruangan anechoic itu, begitu kedapnya sehingga apa pun yang kita bicarakan didalamnya dipastikan tak terdengar sama sekali oleh siapa pun.
Pernahkah kita sadari bahwa di sekitar kita juga ada ruang yang dianggap amat kedap? Sehingga tidak perlu membayangkan ruang anechoic di Amerika. Bukankah perilaku kita tatkala menggibah saudara kita di suatu ruangan tertentu, tatkala kita mulai berbicara tentang orang lain, seakan-akan kita sedang berada di dalam ruangan yang amat kedap? Di ruang itu kita merangkai pemberbicaraan dengan apik dan runtun tentang semua kekurangan orang lain secara vulgar, baik dengan berbisik-bisik atau kadang dengan suara lantang.
Demikian pula tatkala kita membincang tentang manipulasi dan tipu daya di suatu ruangan khusus, seakan-akan ruangan negosiasi itu amat kedap dan tak berpori. Kita berbicara dengan benar tentang sesuatu yang sesungguhnya tidak benar, kita berencana dengan benar tentang sesuatu agenda yang tak benar, dan kita memastikan kelayakan terhadap suatu kondisi yang sesungguhnya tak layak.
Begitu pula dengan janji-janji yang kita nyanyikan di hadapan orang-orang di suatu ruangan tertentu, seakan-akan ruangan tempat ikrar janji itu kedap suara dan tak berpori. Dengan lisan yang ringan kita membikin janji, padahal di hati kita sungguh sangat berat untuk bisa memenuhinya.
Dengan suara yang meyakinkan kita berjanji tentang sesuatu, padahal hati kita belum sepenuhnya yakin. Dengan pernyataan yang tegas kita mengumbar-umbar janji, padahal di dalam pemikiran kita belum tergambar cara dan sumber untuk memenuhi janji itu.
Maka penting kita ingat, bahwa bagaimanapun canggih dan hebatnya suatu ruangan yang dirancang dengan teknologi di atas rata-rata, agar menjadi kedap atau bahkan menjadi seakan-akan hampa dari semua jenis suara, baik yang berasal dari dalam ruangan maupun dari luar ruangan, bagi Tuhan tak ada ruangan yang kedap di dunia, semuanya berpori, sehingga apa pun yang dibicarakan, secara berbisik sekalipun, atau mungkin pembicaraan secara isyarat, sungguh pendengaran Tuhan yang Maha, akan mampu menembus ruang kedap yang tak berpori sekalipun.
Apalagi momen sekarang ini, momen kehangatan suasana pemilu menjelang tahun 2024, momen diperlukan ruang-ruang transaksi, momen dibutuhkan ruang-ruang negosiasi, momen dihajatkan adanya ruang-ruang untuk lobi, dan bahkan momen diharuskan adanya ruang-ruang untuk mengumbar janji.
Maka penting untuk kita berhati-hati dan mengingat dengan sempurna, bahwa bukan saja tatkala berada dalam atmosfer transaksi, negosiasi, lobi-lobi, atau atmosfer janji-janji, akan tetapi dalam keseharian hidup kita pun kita harus menyadari dengan sepenuhnya, di dalam kehidupan ini tak ada ruang yang kedap, semua ruang berpori. Kita tidak hanya berbicara dan berkomunikasi yang hanya direkam oleh komunikan (lawan bicara kita), akan tetapi juga terekam dan terdata dengan sempurna di sisi Tuhan.
“Mā yalfiẓu ming qaulin illā ladaihi raqībun ‘atīd”. Terjemahannya: Tiada ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (Malaikat raqib dan atid). QS. Qaf ayat 18
Dengan menyadari bahwa bagi Tuhan tak ada ruang yang kedap, maka dalam berjanji—buatlah janji dengan siapa pun yang paling mungkin bisa dipenuhi, dalam bernegosiasi—bernegosiasilah tentang apa saja yang paling mungkin membawa kemaslahatan umat, dalam melakukan lobi—lakukanlah lobi-lobi di mana saja yang tak merugikan siapa pun, dan dalam melakukan transaksi—bertransaksilah tentang apa saja yang tidak memancing kemurkaan Tuhan.
Sebagai iktibar, maka sebelum melakukan tindakan apa saja yang berkaitan dengan janji, negosiasi, lobi, dan transaksi, mari kita baca dan camkan baik-baik firman Tuhan di surah an Nisa’ ayat 114 yang cukup arif: “Lā khaira fī kaṡīrim min najwāhum illā man amara biṣadaqatin au ma’rụfin au iṣlāḥim bainan-nās, wa may yaf’al żālikabtigā`a marḍātillāhi fa saufa nu`tīhi ajran ‘aẓīmā”.
Terjemahannya: Tak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar.” []
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram