Dalam perjalanan sejarah kehidupan umat Islam, peran ulama senantiasa menjadi pilar utama dalam menjaga, mengajarkan, serta menuntun masyarakat menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Ulama tidak hanya hadir sebagai pengajar ilmu agama, tetapi juga menjadi pengayom, pembimbing moral, serta teladan akhlak yang luhur di tengah umat. Keberadaan mereka merupakan cahaya yang menerangi jalan kehidupan masyarakat, terutama di tengah arus modernisasi dan tantangan zaman.
Almagfurullahu TGH. Azhar Ali adalah salah satu sosok ulama kharismatik yang memberikan warna dan kontribusi besar bagi perkembangan dakwah Islam, pendidikan, serta pembinaan umat. Beliau bukan hanya seorang guru yang menyampaikan ilmu, tetapi juga seorang pengayom yang mampu merangkul berbagai kalangan dengan ketulusan, keikhlasan, dan kebijaksanaannya. Kehidupan beliau dipenuhi dengan dedikasi untuk menanamkan nilai-nilai Islam, membimbing generasi muda, serta menumbuhkan semangat kebersamaan dalam masyarakat.
Almagfurullahu TGH. Azhar Ali adalah seorang Tokoh pendiri Yayasan Pondok Pesantren Bayyinul Ulum Santong, Desa Santong Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Tetapi sebelum Pondok Pesantren ini berdiri, ada beberapa hal yang melatar belakangi sehingga timbul pemikiran atau gagasan dari TGH. Azhar Ali sehingga mendirikan Yayasan Pondok Pesantren ini.
Salah satu yang melatar belakangi sehingga terbentuknya Yayasan atau Pondok Pesantren ini adalah pertama: karena di Santong dan Sesait ini dan umumnya di Dayan Gunung bahasa lokalnya atau Lombok Utara pada umumnya masih ada isu atau sisa-sisa kepercayaan wetu telu, Dalam praktiknya, ajaran Wetu Telu memiliki kekhasan tersendiri dalam penerapan syari’at. Hal ini dipengaruhi oleh proses perkembangan keagamaan masyarakat yang berlangsung secara bertahap. Berdasarkan catatan sejarah, Islam mulai diperkenalkan di Lombok oleh para muballigh dari Jawa, khususnya Sunan Prapen, yang diyakini pertama kali menyebarkan ajaran Islam di Desa Bayan, Lombok Utara.
Para mubaligh yang menyebarkan Islam di Desa Bayan tidak menetap lama, karena kemudian melanjutkan dakwah ke daerah lain, termasuk ke Bima. Kondisi tersebut membuat pemahaman masyarakat setempat terhadap ajaran Islam masih berkembang secara bertahap. Dari proses inilah kemudian lahir praktik keagamaan yang dikenal dengan istilah Wetu Telu.
Praktek-praktek wetu telu ini atau penafsiran wetu telu ini berbeda-beda. Ada yang mengatakan wetu telu ini adalah “wet”, wet artinya batas, kemudian “telu” berarti tiga. Dan kalau di artikan ada tiga yang di kerjakan, atau ada tiga ilmu yang perlu di pelajari, atau ada tiga yang perlu di ketahui. Pertama tiga yang di kerjakan yaitu masalah rukun Islam yang lima mereka baru bisa mengerjakan Dua kalimah Syahadat, mereka mengerjakan Shalat, dan mereka mengerjakan Puasa.
Sementara Zakat dan Haji belum bisa di kerjakan dengan alasan masih belum mampu atau miskin. Kemudian yang kedua ada tiga ilmu yang perlu di pelajari yaitu ilmu Usuluddin, ilmu Fiqih, dan ilmu Tasawuf, dan penafsiran yang ketiga ada tiga yang perlu di ketahui yaitu: Allah, Muhammad, Adam.
Faktor kedua yang berpengaruh adalah akses pendidikan pada masa itu yang masih sangat terbatas. Sekolah dasar, misalnya, hanya tersedia di Sesait yang letaknya cukup jauh dari lokasi ini. Kondisi tersebut mendorong pemikiran TGH. Azhar Ali untuk mendirikan sebuah Yayasan Pondok Pesantren, meskipun langkah-langkah awal yang ditempuh masih sangat sederhana.
Adapun Biografi Pendiri TGH. Azhar Ali adalah pendiri Yayasan Pondok Pesantren Bayyinul Ulum Santong. Beliau lahir pada tahun 1930 M di Dusun Gui, Desa Pendam, Kecamatan Kopang (sekarang Janaperia), Kabupaten Lombok Tengah. Sejak muda, beliau dikenal sebagai pribadi yang tekun dalam menuntut ilmu agama, memiliki semangat tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat, serta menjadikan dakwah dan pendidikan sebagai jalan perjuangannya.
Beliau berasal dari keluarga petani sederhana, putra pasangan H. Ali dan Inaq Bawa. Dari garis keluarga, beliau memiliki tujuh orang saudara: empat bersaudara seayah-seibu dan tiga bersaudara seibu-lain ayah. Di antara empat saudara kandungnya, beliaulah yang tertua.
Sejak kecil, beliau telah menunjukkan kecerdasan yang menonjol. Pada usia sekitar 7–8 tahun, beliau sudah mampu membaca berbagai kitab sya’ir dan hikayat. Kemampuan tersebut membuatnya kerap diundang oleh masyarakat untuk melantunkan sya’ir, sehingga beliau pun mendapat julukan Guru Wayah (Azhar). Julukan ini menjadi salah satu tanda bahwa sejak usia dini beliau telah menampakkan bakat dan kecintaan terhadap ilmu keagamaan serta tradisi keilmuan Islam.
Kemudian pada tahun 1940, beliau ini diberangkatkan ke Bengkel Lombok Barat untuk melanjutkan pendidikan Beliau. Beliau di masukkan ke salah satu Pondok Pesantren Darul Qur’an yang di asuh oleh TGH. Sholeh Hambali, salah seorang Tuan Guru kharismatik, dan satu-satunya Tuan Guru yang pernah di kunjungi Presiden Soekarno.
Di Pondok Pesantren Darul Qur’an inilah beliau memperdalam ilmu Agama dan sekaligus beliau di masukkan Sekolah Rakyat (SR) selama tiga tahun. Selesai di Sekolah Rakyat, beliau masih tetap di Pondok Pesantren Darul Qur’an untuk memperdalam ilmu Agama sampai tahun 1949, dan pada tahun 1950 beliau minta izin untuk pulang ke kampung halaman dan beliau di izinkan untuk pulang.
Selang beberapa tahun kemudian beliau menemukan jodohnya, beliau menikah tetapi pernikahan beliau berlangsung tidak lama. Akhirnya pada tahun 1952 beliau di ajak oleh paman beliau Mamiq Awak untuk bersama-sama ngabdi di pemerintah menjadi Polhut (Mandor Gawah) pada tahun 1952. Dan sejak itu beliau di ajak ke Bayan Lombok Utara (Dayan Gunung) dan bertugas resmi di sana jadi Polhut sekitar tahun 1955 di Bayan I. Kemudian pindah ke Bayan II yang berkantor di lokokrangan (Kayangan)dan bertugas di hutan yang ada di Desa Santong.
Saat bertugas di Santong beliau bertemu dengan seorang Gadis Kampung yaitu kampung Santong Asli bernama Sawinip bin Amaq Sawik dan Inaq Sawik. Dan tidak lama kemudian beliau melangsungkan pernikahan yaitu pada tahun 1958. Dari hasil pernikahan ini beliau di karuniai beberapa orang putra dan putri yaitu bernama Sukarman (TGH. Sukarman Azhar Ali), Sukarjan dan seorang putri bernama Ini (almarhumah).
Semenjak beliau nikah beliau berpikir ingin mengundurkan diri untuk jadi Polhut, dan keinginan beliau dapat terealisasi pada tahun 1962 dan membuat surat pengunduran diri dan resmi di terima surat pengunduran itu pada tahun 1965 dan surat pengunduran di terima dan beliau di berhentikan secara hormat jadi pegawai Polhut.
Pada tahun 1965 itu juga beliau langsung di angkat oleh masyarakat menjadi Keliang (Kadus) di Santong Timur. Dan dari sejak beliau di angkat jadi Kadus ini beliau semakin dekat dengan masyarakat dan saat itulah beliau memulaikan Dakwah untuk melanjutkan ilmu-ilmu yang di dapat di Pondok Pesantren Darul Qur’an asuhan dari TGH. Shaleh Hambali (Bengkel Lombok Barat).
Berangkat dari pengangkatan Guru Sahar (TGH. Azhar Ali) sebelum jadi Tuan Guru, beliau menjadi Kepala Dusun Santong Timur sekitar tahun 1965, beliau semakin dekat dengan masyarakat, dan saat itulah kesempatan beliau untuk melakukan da’wah yang pertama dari rumah kerumah khususnya dari keluarga asli dari pihak istri di Santong Asli, Sesait, dan Lokokrangan (Kayangan). Dan saat itu masyarakat sesuai dengan apa yang di paparkan di latar belakang, masih banyak menganut Agama wetu telu khususnya masyarakat yang ada di Santong dan Sesait.
Tetapi dengan ketekunan dan kegigihan beliau dalam berda’wah dari rumah ke rumah, maka sedikit demi sedikit jama’ah semakin sadar dan semakin lama semakin banyak jama’ah, baik jama’ah penduduk asli Santong maupun penduduk pendatang baru banyak yang datang untuk menuntut ilmu atau mendengarkan pengajian beliau.
Maka pada tahun 1967 beliau bermusyawarah mengajak jama’ah atau shahabat-shahabatnya untuk memperdalam ilmu Tasawuf. Dan sekitar tahun 1965, Guru Sahar pernah bermimpi, bulan jatuh di pangkuannya. Dan sejak itulah beliau selalu gelisah memikirkan ta’bir mimpi itu sampai bertahun-tahun. Akhirnya beliau pulang ke kampung asal kelahirannya di Gui Lombok Tengah, di sana beliau bercerita tentang mimpi yang pernah di alami,
Sehingga ada salah seorang yang menyarankan untuk datang kesalah seorang Guru Tariqat yang terkenal hawas di Desa Kopang bernama Guru Lalu Ukir. Lalu Guru Sahar ini tidak sabar langsung pergi mencari Guru Ukir untuk menanyakan apa kira-kira ta’bir mimpi yang pernah di alami. Sesampainya di Kopang di rumah Guru Ukir, beliau bercerita tentang mimpinya itu, dan Guru Ukir mendengarkan dengan cermat,dan setelah Guru Sahar selesai bercerita lang sung di jawab oleh Guru Ukir, bahwa Guru Sahar di sarankan untuk bai’at menerima ilmu Tariqat Naqsyabandiah. Itulah makna mimpi yang pernah di alami oleh Guru Sahar dulu.
Maka Guru Sahar tapa berpikir panjang bersedia di bai’at untuk menerima ajaran Tariqat Naqsyabandiah. Maka dengan demikian beliaulah murid pertama Guru Ukir yang ada di Lombok Utara khususnya di Santong. Kemudian Guru Ukir ini sekitar tahun 1970 beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah, dan setelah pulang dari Makkah maka Guru Ukir di kenal dengan sebutan TGH. Husen Makmun.
Dan setelah Guru Sahar kembali ke Santong beiau bercerita kepada jam’ah atau shahabat-shahabatnya bahwa beliau pernah di bai’at menerima Tariqat Naqsyabandiah oleh TGH. Husen Makmun di Kopang. Mendengar dari keterangan Guru Sahar ini maka banyak dari jama’ah yang ingin di bai’at untuk menerima ilmuTariqat seperti beliau, maka pada tahun 1968 beliau mengajak shahabat-shahabat beliau ke Kopang untuk di bai’at. Salah satu di antaranya ialah: Amaq Samat, Guru Atun, Amaq Dul, Amaq Amin dan lain-lain.
Melihat perkembangan jama’ah Tariqat semakin hari semakin banyak maka pada tahun 1969, beliau membentuk “Majlis Zikir” yang anggotanya terdiri dari jam’ah Tariqat itu sendiri. Untuk tahap awal majlis zikir ini di adakan secara bergantian dari rumah kerumah, dan sebelum mulai zikir beliau mengisi dengan pengajian atau ceramah agama dan materi yang di sampaikan adalah khusus masalah ajaran Tariqat yang pernah di terima dari Mursyid.
Dimana dalam ajaran Tariqat ini khusus nya Tariqat Naqsyabandiah mengajarkan tentang ilmu-ilmu zikir,dan zikir dalam Tariqat Naqsyabandiah ini adalah zikir Sir (yaitu zikir secara diam atau rahasia). Dan ilmu-ilmu zikir ini khusus di bahas dalam buku pedoman Tariqat Naqsyabandiah lengkap dengan silsilahnya.
Setelah murid-murid Tariqat Naqsyabandiah sudah banyak di Santong, maka tidak lagi jama’ah pergi ke Kopang untuk di bai’at, akan tetapi Mursyid lah yang di undang datang ke Santong untuk membai’at murid-murid atau jama’ah. Dari jama’ah khusus (jama’ah Tariqat), di kembangkan lagi menjadi Majlis Ta’lim untuk menampung jam’ah umum yang semakin banyak. Dan dari Majlis Ta’lim atau jama’ah Tariqat inilah Cikal Bakal berdirinya Pondok Pesantren Bayyinul Ulum Santong.
Dan pada tahun 1973 beliau beserta seluruh jam’ah Tariqat dan jama’ah Umum merancang untuk membuat sebuah mushalla sebagai tempat untuk mengadakan pengajian khusus ataupun pengajian umum. Dan gagasan atau rancangan beliau di dukung oleh jama’ah, dan pada tahun itu juga mertua atau ayah dari istri (Amaq Sawinip) mewakafkan tanahnya sebagai tempat membangun mushalla. Maka mulailah jam’ah membangun mushalla secara bergotong royong atau sewadaya walaupun secara sederhana sekali dan beratapkan alang-alang.
Berangkat dari Mushalla yang sangat sederhana ini maka jama’ah khusus dan jama’ah umum menggagas Diniah Islamiah. Diniah Islamiah ini terbentuk tahun 1978, dan semua putra putri dari jama’ah bersekolah di sana untuk didik ilmu Agama.
Kurang lebih pada tahun 1977, setelah menunaikan ibadah haji ke Makkah, sebutan beliau yang semula dikenal sebagai Guru Sahar berubah menjadi TGH. Azhar Ali. Melihat perkembangan Diniah Islamiah yang di asuh oleh Ustadz Zohni dari tahun ke tahun semakin menunjukkan perkembangan yang pesat bahkan ada yang murid yang datang dari luar wilayah Kayangan, maka timbullah gagasan dan juga berdasarkan permintaan dari Tokoh-Tokoh Masyarakat karena mengingat perkembangan zaman yang semakin maju.
Kemudian seiring juga dengan saran dari salah seorang pengawas pendidikan yang di tugaskan di Kecamatan Gangga (waktu itu) yaitu Bapak Yusuf dari Jonggat Lombok Tengah dan Bapak Sapar Penilik Kecamatan Tanjung dari Rembiga, beliau berdua ini menyarankan supaya di bentuk pendidikan formal seperti: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiah dan lain-lain.
Berkat Rahmat dan Ridho dari Allah SWT.maka di resmikanlah berdirinya Madrasah Ibtidaiyah pada tanggal 3 Maret 1983 M. Saat itu memakai ruang darurat yaitu Mushalla yang beratapkan alang-alang. Dua tahun kemudian setelah di resmikan Madrasah Ibtidaiah yang perkembangan nya semakn pesat dan membanggakan, anak-anak semakin banyak yang bersekolah, sedang ruang belajar tidak ada, maka pada tahun 1985, beliau bersama-sama dengan seluruh jama’ah baik jam’ah khusus dan jama’ah umum mulai membangun tiga lokal ruang belajar dan saat itu Cuma bermodalkan 200.000,- rupiah.
Tetapi berkat dukungan dan semangat yang tinggi dari semua jam’ah yang bekerja siang malam untuk bergotong royong, maka tiga lokal ruang belajar bisa di selesaikan dalam jangka waktu 40 hari. Beberapa bulan kemudian pemerintah melihat semangat masyarakat yang begitu tinggi untuk membangun khususnya di bidang pendidikan ini,maka pemerintah memberikan bantuan berupa dana untuk membangun tiga lokal lagi sebagai tempat ruang belajar.
Seiring dengan itu karena melihat perkembangan siswa yang semakin banyak dan bertambah terus sedangkan Sekolah Menengah Pertama belum ada, dan kalaupun ada tempatnya sangat jauh dan hanya ada di Gondang dan Tanjung, maka di pandang perlu untuk mendirikan sekolah menengah pertama.
Maka pada tahun 1986, di dirikanlah lembaga formal yaitu: Madrasah Tsanawiyah Bayyinul Ulum Santong. Dan saat itu juga ada saran dari Departemen Sosial untuk membuat Lembaga Kemasyarakatan berbentuk Panti Asuhan atau Asuhan Keluarga, karena saat itu belum punya asrama sebagai tampungan anak-anak yatim,maka dari itu memakai sistem asuhan keluarga yang di ketuai oleh Radin kelahiran Sesait.
Kemudian di bidang da’wah Bapak Tuan Guru Haji Azhar Ali, terus di jalankan, jama’ah khusus atau jam’ah Tariqat Naqsyabandiah, di mulailah mengadakan pengajian Hikam yaitu pada tahun 1987. Jama’ah yang datang bukan saja yang ada di Desa Santong atau Desa Sesait, akan tetapi banyak yang datang dari Desa lain seperti: Desa Kayangan, Tanjung, Pemenang, Telaga wareng, Gili Meno, Gili Air, Gili Teawangan, Bayan dan banyak juga yang lain-lain nya.
Dari jama’ah Hikam ini yang menggagas di adakan Haul,maka Haul yang pertama di adakan khusus untuk pengajian Hikam yaitu pada hari Senin Tanggal 6 Nopember Tahun 1989 dan di rangkaikan dengan Pembadalan Bapak TGH. Azhar Ali sebagai Badal Tariqat Naqsyabandiah sebagai pengganti atau kelanjutan dari Mursyid Tariqat Naqsyabandiah yang ada di Kopang Lombok Tengah yaitu:TGH. Husen Makmun. Karena TGH. Husen Makmun Kopang telah meninggal tepatnya pada tahun 1988 M, dan bertepatan dengan Tahun 1409 H.
Dari sejak di resmikannya Pembadalan Tariqt Naqsyabandi ini beliau mulai membai’at jama’ah-jam’ahnya yang semakin banyak. Di samping itu juga masalah kedua lembaga yang sudah ada yaitu: MI dan MTS. semakin menunjukkan perkembangan yang pesat, sehingga yang tamat dari MTS. belum ada tempat untuk menampung mereka karena belum ada lembaganya. Maka dari itu pada tahun 1990, maka di dirikanlah sebuah lembaga lagi yaitu: Madrasah Aliyah.
Setelah berdirinya Madrasah Aliyah, kondisi kesehatan beliau semakin menurun. Beliau sering sakit-sakitan dan kerap dibawa ke dokter karena menderita penyakit asma. Akhirnya, pada pertengahan tahun 1994, tepatnya malam Selasa, 10 Mei 1994, bertepatan dengan 29 Zulqaidah 1414 H, beliau wafat dengan meninggalkan lima orang putra dan dua orang istri.
Kemudian setelah wafatnya Almarhum TGH. Azhar Ali, Pengurus Yayasan mengadakan rapat akbar untuk menentukan pimpinan yayasan berikutnya. Dari hasil rapat tersebut diputuskan bahwa putra tertua yakni TGH. Sukarman Azhar Ali, ditunjuk sebagai penerus ayahandanya untuk memimpin Yayasan Pondok Pesantren Bayyinul Ulum Santong.
REFRENSI
TGH. Sukarman Azhar Ali,Manuskrip tulisan tangan (Santong, 2009).
Profil Bayyinul Ulum Santong
Yusuf ,Sejarah Berdirinya Yayasan Pondok Pesantrenbayyinul Ulum Santong Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara NTB. 2015.
Hasil Wawancara dengan TGH. Sukarman Azhar Ali
Mahasiswa Pascasarjana HKI UIN Mataram





