Siti Musdah Mulia lahir pada 3 Maret 1958 di Bone, Sulawesi Selatan. Ia adalah seorang intelektual Muslim, akademisi, dan aktivis yang berfokus pada isu kesetaraan gender dan hak asasi manusia dalam Islam. Musdah lahir dari keluarga Muslim konservatif; ayahnya merupakan pemimpin batalion Darul Islam, sedangkan ibunya adalah perempuan pertama di desanya yang berhasil menyelesaikan pendidikan di sekolah Islam.
Musdah menempuh pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga meraih gelar doktor dalam bidang pemikiran Islam. Ia menjadi wanita pertama yang memperoleh gelar Ph.D dalam pemikiran Islam dari universitas tersebut pada tahun 1997. Selain berkarier di dunia akademik, ia juga aktif dalam penelitian dan advokasi kebijakan di Kementerian Agama serta lembaga sosial lainnya.
Pada tahun 1999–2007, ia menjabat sebagai penasihat senior di Kementerian Agama, di mana ia berkontribusi dalam penyusunan rancangan hukum tahun 2004 yang bertujuan melarang pernikahan anak, poligami, dan memperbolehkan pernikahan beda agama. Namun, karena adanya protes keras dari berbagai pihak, rancangan ini akhirnya dibatalkan. Dari tahun 2000–2005, ia juga menjadi Ketua Divisi Penelitian di Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Saat ini, Siti Musdah Mulia menjabat sebagai dosen pemikiran politik Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Konferensi Agama dan Perdamaian Indonesia sejak tahun 2007. Lembaga ini bertujuan untuk mempromosikan dialog antaragama di Indonesia. Selain itu, ia juga merupakan Direktur Megawati Institute, sebuah lembaga think tank yang didirikan oleh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sebagai seorang akademisi dan aktivis, Siti Musdah Mulia memiliki pemikiran yang menegaskan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan gender. Beberapa pemikirannya yang berpengaruh meliputi:
Musdah berpendapat bahwa banyak ajaran Islam yang selama ini dipahami secara patriarkal bukan berasal dari ajaran Islam itu sendiri, melainkan hasil interpretasi yang dipengaruhi oleh budaya dan tradisi patriarki. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendekatan kontekstual dalam memahami teks-teks keagamaan agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Dalam bukunya Islam Criticises Polygamy (2003), ia secara tegas menyatakan bahwa poligami tidak sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam dan harus dihapuskan. Menurutnya, praktik poligami justru merugikan perempuan dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Islam.
Ia menentang aturan yang mengharuskan perempuan mengenakan hijab, dengan alasan bahwa tidak ada perintah eksplisit dalam Al-Qur’an yang mewajibkan hal tersebut. Selain itu, ia juga memperjuangkan hak perempuan Muslim untuk menafsirkan ajaran Islam sendiri dan berperan aktif sebagai ulama.
Musdah juga dikenal karena pandangannya yang inklusif terhadap kelompok minoritas, termasuk komunitas LGBTQ+. Ia menekankan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan kasih sayang dan kemanusiaan, sehingga tidak boleh digunakan sebagai alat untuk mendiskriminasi kelompok tertentu.
Salah satu kontribusi besarnya adalah usulan revisi terhadap KHI agar lebih berpihak pada kesetaraan gender. Dalam revisinya, ia mengusulkan perubahan aturan yang membatasi hak perempuan, seperti larangan menikah beda agama dan praktik poligami.
Pemikiran Siti Musdah Mulia berkembang dalam konteks sosial-politik Indonesia yang masih dipengaruhi oleh nilai-nilai patriarki. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, interpretasi agama dalam kehidupan sosial dan hukum di Indonesia sering kali didominasi oleh kelompok konservatif.
Pada era Orde Baru, isu gender dan hak asasi manusia masih dianggap tabu, dan perempuan lebih banyak diposisikan dalam peran domestik. Namun, setelah reformasi 1998, gerakan feminisme Islam mulai berkembang, dan Musdah menjadi salah satu tokoh yang berperan aktif dalam mendorong perubahan tersebut.
Selain itu, globalisasi dan interaksi dengan feminis Muslim dari berbagai negara juga memengaruhi pemikirannya. Ia banyak berdialog dengan tokoh-tokoh feminis Muslim dari Timur Tengah dan Barat, serta mengadopsi pendekatan baru dalam memahami ajaran Islam.
Siti Musdah Mulia adalah tokoh penting dalam perjuangan kesetaraan gender dan hak asasi manusia dalam Islam. Melalui pemikirannya, ia menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang diskriminatif, melainkan ajaran yang mendukung keadilan bagi semua manusia, termasuk perempuan dan kelompok minoritas.
Kontribusinya dalam advokasi kebijakan, penelitian akademik, dan wacana keagamaan telah membawa perubahan signifikan dalam cara pandang masyarakat terhadap hak-hak perempuan dalam Islam. Meskipun sering mendapat tantangan dari kelompok konservatif, ia tetap teguh memperjuangkan keadilan sosial dan hak asasi manusia berdasarkan nilai-nilai Islam yang progresif.
Sebagai bentuk pengakuan atas perjuangannya, Musdah menerima Penghargaan Wanita Pemberani Internasional tahun 2007 dari Pemerintah Amerika Serikat. Pada tahun 2008, ia juga dianugerahi Yap Thiam Hien Award, penghargaan hak asasi manusia bergengsi di Indonesia, atas usahanya dalam mempromosikan dialog dan inklusivitas dalam Islam.
Referensi
“In the Land Where Everyone’s God: Interview with Musdah Mulia”. Magdalene. Diakses 13 Februari 2025.
“Pembicara / Prof. Dr. Siti Musdah Mulia | Dewan Parlemen Agama Dunia”. Diarsipkan dari versi asli pada 19 April 2014. Diakses 13 Februari 2025.
“Siti Musdah Mulia | Wanita Muslimah Bijak”. Diarsipkan pada 12 Agustus 2014 di Wayback Machine.
“Siti Musdah Mulia: A Courageous Woman”. The Jakarta Post. Diakses 13 Februari 2025.
Department of State, The Office of Electronic Information, Bureau of Public Affairs. Honorees. 7 Maret 2007. Diakses 13 Februari 2025. https://2001-2009.state.gov.
Department of State, The Office of Electronic Information, Bureau of Public Affairs. Dr. Siti Musdah Mulia – Indonesia [Essay]. 5 Juni 2007. Diakses 13 Februari 2025. https://2001-2009.state.gov.
Musdah Mulia, Siti. Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan Implementasi. Jakarta: Gramedia, 2008.
Musdah Mulia, Siti. Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan. Jakarta: Mizan, 2004.
Yusefri, Y. “The Law of Polygamy in Islam: A Methodological Review of Siti Musdah Mulia’s Legal Thought”. AJIS: Academic Journal of Islamic Studies, vol. 2, no. 2, Desember 2017, hlm. 121. doi:10.29240/ajis.v2i2.312.
Zainuddin, Iskandar. “Peran Siti Musdah Mulia dalam Advokasi Kesetaraan Gender di Indonesia.” Jurnal Pemikiran Islam, vol. 15, no. 2, 2020, pp. 45-60.
Ilustrasi: swararahima.com

Mahasiswa Pascasarjana UIN Mataram




