Kelezatan Hidup untuk Orang yang Lurus

BERLAKU luruslah! Kalimat singkat ini dapat kita jumpai pada tesis keagamaan (baca: Islam) yang menjadi penegasan kepada pemeluknya untuk melakukan praktik keagamaan dengan benar. Bahkan dalam doa yang dianjurkan, hendaknya kita selalu meminta kepada Tuhan untuk ditunjukkan jalan yang benar dengan menggunakan diksi “jalan lurus”.

Dalam petutur orang-orang saleh apabila memberikan wejangan kepada murid-muridnya yang hendak melaksanakan tugas kemanusiaan dan kemakhlukan, pun memberi pesan: hendaknya kamu harus lurus dalam melaksanakan tugas.

Sama juga dengan pemberian nilai terhadap perilaku seorang panutan yang selalu menegakkan amar makruf dalam pergumulan sosial kemanusiaan, orang-orang pun memberikan label dengan sebutan orang yang lurus.

Ternyata “berlaku lurus” sesungguhnya satu istilah yang sedapat mungkin menjadi prinsip hidup dan semestinya menjadi penciri dan identitas umat Islam dalam aktivitasnya di bumi.

Baca juga: Menyoal Keberadaan Diri di Bumi

Berlaku lurus semakna dengan menjalankan rutinitas sebagai makhluk sesuai dengan petunjuk dan aturan yang ditetapkan Tuhan. Dan Tuhan menjamin akan memberikan kedamaian dan kebahagiaan bagi siapa saja di antara hamba-Nya yang mampu berlaku lurus dalam menjalani kehidupan.  

Pertanyaannya, bagaimana aplikasi dari berlaku lurus dalam segala sepak terjang kita di bumi? 

Di dalam diri ini, ada organ dan komponen penting yang harus terjaga aktivitasnya untuk tetap berlaku lurus sebagai prinsip dan identitas yang mencirikan diri.  

Kita semua memiliki hati yang berfungsi sebagai kunci dari segala aktivitas hidup yang kita jalani. Kita harus  menjaganya untuk tetap lurus sesuai potensinya yang selalu mengarah kepada kebaikan, yang selalu berbisik tentang kebenaran, dan yang selalu condong kepada kemaslahatan.

Hati yang kita miliki tidak pernah berbisik tentang kemaksiatan, tidak pernah condong kepada kemungkaran. Dia menjadi master kontrol pada diri manusia, dan menentukan jalan hidup manusia.

Menjaganya untuk tetap konsisten pada sifat bawaannya adalah cara kita untuk membuat hati ini lurus. Jangan pernah dilawan dengan ego diri yang bakal membuatnya tidak lurus, jangan pernah dilawan dengan ambisi diri sehingga membuatnya membelot dari potensi bawaannya.

Baca Juga  Alam Bawah Sadar Orang Beriman

Rasulullah saw menegaskan dalam sabdanya, Tidak lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya…”. (HR. Ahmad).

Kemudian kita memiliki penglihatan atau pandangan yang harus tetap terjaga untuk lurus, dalam arti memandang dan melihat obyek apa pun dengan obyektif. Jagalah penglihatan dan pandangan dari hadirnya prasangka negatif terhadap siapa pun dan apa pun, jagalah dari kecenderungan mencari kesalahan dan kelemahan dari siapa pun dan apa pun, jagalah dari keinginan untuk memfitnah dan membuli siapa pun dan apa pun.

Kita sering melihat dan memandang sesuatu atau seseorang dengan landasan like and dislike (suka dan tidak suka), sehingga menjadikan pandangan dan penglihatan itu menjadi tidak lurus, dan tercederai oleh landasan negatif.  

Kemudian kita juga memiliki pikiran yang harus kita pastikan untuk tetap lurus, yakni menjaganya agar tidak dipengaruhi oleh tendensi penghakiman, seperti  keinginan menjatuhkan, mengalahkan, dan menyalahkan orang, akan tetapi pikiran itu harus terjaga untuk benar-benar murni dan memancarkan energi positif bagi pemikiran orang lain.

Dalam istilah psikologi disebut mindfulness (batin yang lurus) yakni cara berpikir alami yang murni, yang belum tercemar oleh perasaan dan prasangka negatif. Mindfulness semakna dengan berbaik sangka pada apa saja, kepada siapa saja, dan di mana saja.

Jadi pikiran lurus itu merupakan kemampuan berpikir dengan komponen-komponen positif dan berenergi, kemudian berusaha untuk senantiasa membasmi segala gangguan yang akan merongrong pikiran jernih dan baik.

Selanjutnya perbuatan kita hendaknya kita jamin untuk lurus, yakni beraktivitas untuk pemenuhan kebutuhan diri tanpa mengganggu kebutuhan orang lain. Apa yang menjadi kebutuhan dan kepentingan diri, maka itulah yang diperjuangkan dengan lurus dan fokus.

Baca juga: Terpaku di Antara Dua Rute

Baca Juga  Ramadan; Bulan yang Memuliakan

Kita biasanya dalam memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan diri, sering kali merasa terganggu oleh kebutuhan dan kepentingan orang lain, sehingga dalam memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan diri sering tidak lurus, bahkan menyenggol usaha dan upaya orang lain yang sedang memperjuangkan kebutuhannya. 

Untuk mewujudkan diri agar senantiasa berlaku lurus, baik hati, pandangan, pikiran, dan perbuatan, hendaknya dimulai dari niat yang lurus, niat yang berada pada rel yang benar, berada pada posisi diridai dan meridai.

Dengan berusaha untuk berlaku lurus dalam hidup ini, maka kita akan merasakan lezatnya saripati kehidupan. Betapa nikmat dan damainya kehidupan ini, tak ada yang tersakiti, tak ada yang dikecewakan, dan tak ada yang dibuli.

Betapa nikmat dan senangnya beribadah dan beramal jariyah, fokus pada amaliah sendiri, fokus pada Tuhan, tidak membagi konsentrasi kepada yang lain, dan tidak menebar riya dan pamer diri. Betapa nikmat dan senangnya bersosialisasi, tak ada yang didustai, tak ada yang dijelekkan, dan tak ada yang dihina dan dizalimi.

“Innallażīna qālụ rabbunallāhu ṡummastaqāmụ tatanazzalu ‘alaihimul-malā`ikatu allā takhāfụ wa lā taḥzanụ wa absyirụ bil-jannatillatī kuntum tụ’adụn”, Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka berlaku lurus (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Tuhan kepadamu”. (QS. Fusshilat ayat 30). []

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *