Agama-Agama Pra-Islam dalam Berbagai Sorotan (3)

BERKAITAN dengan persoalan agama sebelumnya, menurut Gus Ghofur, al-Qur’an itu sama sekali tidak me-naskh kitab zabur dan injil, karena al-Qur’an merupakan mushoddiq ajaran sebelumnya. Dalam QS. Al-Syura: 13 dijelaskan:

Diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa agama Nabi Muhammad itu meneruskan wasiat atau wahyu-wahyu yang disampaikan oleh Nabi Ulul Azmi sebelumnya. Di antaranya tentang masalah usuluddin (akidah).   

Baca juga: Agama-Agama Pra-Islam dalam Berbagai Sorotan (1)

Akidah, sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw semuanya bersifat khabari. Karena bersifat khabari, maka ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak akan me-naskh kabar-kabar sebelumnya.

Jika me-naskh, maka kabar nabi sebelumnya itu bohong dan itu tidak mungkin. Begitupun dengan nilai-nilai kemaslahatan dan keadilan, tidak akan di-naskh karena tidak mungkin ada kalimat “Allah itu Maha Adil”, kemudian terdapat juga kalimat “Allah itu tidak menyukai keadilan”. Hal seperti itu tidak mungkin ada karena tidak jelas.

Gus Ghofur tidak memungkiri memang terdapat pernik-pernik syariat nabi sebelumnya yang di-naskh, misalnya syariat Nabi Adam yang menikahkan putra-putrinya dengan cara nikah silang, Habil dinikahkan dengan saudari kembaran Qabil, saudari kembaran Qabil dinikahkan dengan Habil. Syariat menikahi saudari kandung seperti ini tidak berlaku lagi pada syariat Nabi Muhammad saw.

Begitu juga dengan sistem kurban, di mana Habil mengorbankan hasil pertanian, Kabil mengorbankan hasil peternakan. Kurban dianggap diterima apabila dilalap api. Dan kurban Habil-lah yang dilalap api dan dianggap diterima.

Sistem kurban yang demikian tidak berlaku pada syariat Islam, alias di-naskh. Sementara syariat yang terus berlaku hingga saat ini banyak sekali, di antaranya salat, puasa, zakat, dan lain-lain.  

Baca Juga  Adrinal Tanjung, Kisah Pertemanan dan Penerang "Kegelapan" Plat Merah

Jadi harus dibedakan antara agama dan ajarannya. Tidak ada satu pun ulama menyatakan bahwa agama Islam me-naskh agama sebelumnya. Tapi pernik-pernik ajaran agama sebelumnya ada yang di-naskh dan ada yang terus berlaku hingga kini.

Apakah ajaran nabi-nabi terdahulu memberitakan tentang Nabi Muhammad? Menurutnya, agama-agama sebelumnya memberitakan tentang kedatangan Nabi Muhammad, salah satunya lewat QS. Al-Baqarah: 146.

“Orang-orang yang telah kami beri kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (nya)”.

Semua nabi sebelumnya diperintahkan untuk beriman kepada Nabi Muhammad, QS. Ali Imran: 81-82,

Yang artinya: “(Ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.

Allah berfirman: apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu? Mereka pun menjawab: kami mengakui. Allah berfirman: kalau begitu, saksikanlah (wahai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu. Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang fasik,”.

Prof. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw.” ayat tersebut mengisyaratkan bahwa para nabi yang diutus Allah telah diminta untuk berjanji membenarkan dan beriman kepada nabi-nabi yang datang sesudahnya.

Baca juga: Agama-Agama Pra-Islam dalam Berbagai Sorotan (2)

Esensi dari ajaran agama-agama itu, ada dimensi sosial, ada dimensi teologi. Adapun dimensi sosial, beliau setuju dengan apa yang disampaikan oleh penuli buku KH. Sa’dullah Affandy, tapi dimensi teologi, seperti ayat yang bercerita tentang hari kiamat, bahwa Nabi Isa itu akan ditanya “Nabi Isa, apakah engkau memerintahkan agar orang-orang menyembahmu?” Qs. Al-Maidah (5): 116.

Baca Juga  Buku dan Perspektifnya: Jara Mbojo Kuda-kuda Kultural (1)

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”. Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).

Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”
.

Jadi, ketika kita berbicara tentang agama yang dibawa oleh Nabi Isa, kita berbicara tentang Nasrani atau Masehi, bukan Kristiani, karena Kristiani itu artinya salib. Salib itu tidak dibawa oleh Nabi Isa. Itu harus dibedakan karena terkait dengan salib, ditegaskan oleh Nabi Isa dalam al-Qur’an:

Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau…”.

Jadi intinya ajaran Nabi Isa tentang ketauhidan sama dengan ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Masehi atau Nasrani, bukan Kristiani.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *