ADA satu kebiasaan yang jarang kita sadari dalam kaitannya dengan mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, baik yang berkaitan dengan hubungan langsung dengan-Nya, maupun yang berhubungan dengan sesama dan semesta sebagai media yang menghubungkan kita dengan Tuhan.
Kita mungkin sering mendengar kalimat pengakuan tentang kondisi diri yang menegaskan bahwa diri ini sering berada pada posisi sisa, seperti sisa umur, sisa tenaga, sisa waktu, sisa rezeki, dan sisa-sisa yang lain.
Pada kolom “Hikmah” saat ini, akan kami ulas betapa kita terlalu sering memberikan sisa dalam penghambaan kepada Tuhan, namun hal itu tidak kita sadari. Sikap itu bisa jadi sebagai salah satu penyebab lambannya feedback dari harapan dan hajatan yang kita adukan kepada Tuhan.
Dalam aktivitas ibadah, masih banyak dari kita yang belum menyegerakan untuk melakukan ibadah yang maksimal, terutama di saat semua sendi dapat melakukan aktivitasnya dengan sempurna, akan tetapi kita baru mempersembahkan ibadah secara maksimal pada sisa-sisa kekuatan yang hampir renta, kita baru berlari menuju Tuhan—saat di mana raga dan sendi-sendi kita telah mengalami kelemahan fungsi (disfungsi).
Kemudian terkait dengan merebut waktu untuk mendekat kepada Tuhan, melalui lisan Nabi saw yang jujur, Tuhan telah menitip pesan untuk kita agar senantiasa merebut awal waktu dalam melaksanakan seluruh kebaikan, khususnya salat lima waktu, akan tetapi kita sering mempersembahkan pengabdian kepada Tuhan pada sisa-sisa waktu dari aktivitas kerja dan kesibukan duniawi kita.
Idealnya, mendekat kepada Tuhan di saat kita fresh, belum terlalu lelah, belum terlalu lesu, akan tetapi kita terlalu sering lebih mendahulukan pekerjaan yang tidak memiliki konsekuensi deadline waktu daripada panggilan Tuhan yang deadline waktunya telah pasti—panggilan Tuhan sering kita penuhi di sisa-sisa akhir waktu dan kesempatan kita.
Apalagi tatkala kita akan menunaikan salat Isya’, kita sering menunda-nunda pelaksanaannya, oleh karena time limite-nya panjang (hingga menjelang waktu Subuh), mestinya kita tunaikan tatkala raga kita lagi segar-segarnya, akan tetapi kita sering menunaikan panggilan Tuhan itu di sisa-sisa kesegaran raga yang sudah mulai terkantuk-kantuk.
Dalam berinfak atau bersedekah, tatkala kita mendapatkan rezeki, baik berupa dana atau panenan hasil bumi, kita sering tidak bersegera membagikannya kepada orang yang rezekinya dititipkan Tuhan melalui kita, penunaian amanah itu sering kita lakukan di sisa-sisa dana dan sisa hasil jerih payah kita, dan tentunya dengan berbagai pertimbangan yang berat, yang pada akhirnya amanah yang kita berikan terkadang tidak sesuai dengan volume titipan Tuhan.
Selanjutnya dalam melaksanakan jihad keilmuan, khususnya yang terkait dengan pengembangan pengetahuan dan pemikiran, idealnya tatkala kita sedang memiliki kemampuan untuk memikirkan pengembangan ajaran agama, kita ikut andil dalam menyuarakan kebenaran dan kebaikan, akan tetapi kita sering merasa belum waktunya, hingga akhirnya tibalah saat di mana pemikiran sudah tidak lagi tajam, baru kita mulai untuk menyuarakan pesan-pesan agama dengan sisa-sisa kemampuan berpikir yang terbatas
Selanjutnya dalam menyiapkan ruangan khusus untuk bermunajat kepada Tuhan, baik di rumah, di kantor, atau di lokasi-lokasi kerja dan aktivitas kesibukan keseharian lainnya, posisi dan lokasi ruangan untuk kita gunakan bermunajat kepada Tuhan sering terabaikan, maka kita carilah sisa-sisa speace yang amat sempit yang tak layak untuk manusia, kita gunakan sebagai tempat yang sangat layak untuk bersujud kepada sang Maha Pemberi Rahman dan Rahim.
Coba kita perhatikan sekeliling tempat kerja, hampir di semua kantor kita temukan bilik-bilik sempit dan tak nyaman untuk kita gunakan mencari kenyamanan dengan Tuhan, begitu juga di rumah-rumah yang kita huni, sebagian besar tidak memiliki speace yang khusus sebagai tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah melapor segala permasalahan hidup kepada Tuhan.
Selanjutnya banyak dari kita yang tidak menggunakan usia muda untuk optimal mendekatkan diri kepada Tuhan, saat usia masih muda kita terlalu banyak santai dan menunda-nunda untuk bersegera melaksanakan pengabdian kepada Tuhan. Begitu umur sudah senja, baru kita memanfaatkan sisa-sisa umur untuk mengabdi maksimal kepada Tuhan.
Coba kita tengok jamaah salat di beberapa musala dan masjid, shaf-shaf itu didominasi oleh orang-orang yang memanfaatkan sisa-sisa umurnya yang hampir menuju titik finish dari batasan umur yang diprediksi Rasul untuk umatnya.
Begitu pula tatkala memberika sedekah kepada yang membutuhkan uluran tangan kita, tidak sedikit yang memberikan dalam wujud pakaian sisa yang sengaja dipilihkan yang kondisinya paling lusuh dibanding pakaian yang lain, kemudian disamarkan kondisi yang tak layak (sisa) itu dengan ungkapan pakaian layak pakai.
Dan masih banyak lagi ruang-ruang pengabdian kita kepada Tuhan yang kita berikan dalam wujud sisa-sisa dari kepemilikan kita. Padahal apa yang kita persembahkan dalam pengabdian kepada Tuhan, kembalinya kepada kita—apabila mempersembahkan yang terbaik, maka terbaik pula akan kembali kepada kita, sebaliknya apabila buruk yang kita persembahkan, buruk pulalah yang akan kembali kepada kita.
Tuhan dengan diksi yang santun menjelaskan bahwa nilai karakter kita dalam mengabdi kepada-Nya, bergantung pada kualitas pengabdian yang kita lakukan. “Lan tanālul-birra ḥattā tunfiqụ mimmā tuḥibbụn, wa mā tunfiqụ min syai`in fa innallāha bihī ‘alīm”. Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (QS Ali Imran ayat 92).[]
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram
Luar biasa, judul yg sangat menarik, membuat kita penasaran.
Benar sekali, kita tdk sadar selalu mempersembahkan potensi akhir, dlm makna mengikhlaskan yg terakhir. Kesadaran pun timbul setelah yg terakhir.
Kl kita bilang keliru, mungkin iya. Sementara Tuhan dg kasih sayang-Nya menunggu kesadaran kita utk sadar bhw itu sisa anda.
Bukankah do’a kita ingin diberi kemampuan dlm beribadah. Setelah mampu, kita hitung yg terakhir utk berterima kasih. Semoga kita segera memulainya utk berterimasih kepada Tuhan dlm hitungan yg pertama. Aamiin.