Seumpama “Loadspeaker” Rusak

LOADSPEAKER atau bahasa sehari-hari kita adalah pengeras suara, yakni suatu alat di samping membuat suara pembicara menjadi keras dan jelas, juga membuat para pendengar menjadi nyaman dalam menyimak suara pembicara. Dengan loadspeaker, pesan yang disampaikan menjadi jelas, dan tentunya pendengar menjadi paham dan mengerti apa yang dibicarakan oleh pembicara. Asal dipastikan loadspeaker atau pengeras suara itu berada dalam keadaan sangat baik, berkualitas,  dan tidak rusak.

Pengeras suara yang baik dan tidak rusak biasanya memiliki sifat yang melekat pada kondisinya, yakni mengeluarkan suara yang enak didengar, suara yang terang, jelas dan jernih, dan konten yang diperdengarkan jujur—apa yang dikatakan pembicara itulah yang diperdengarkan atau dipantulkan oleh loadspeaker.

Berbeda dengan loadspeaker yang rusak, akan membuat suara pembicara tidak jelas, pesan tidak sampai, dan konten-konten yang diperdengarkan sering terputus-putus bahkan tak terdengar, seakan-akan apa yang dikatakan oleh pembicara berbeda dengan apa yang diperdengarkan oleh loadspeaker. Dan yang jelas pendengar juga menjadi tidak nyaman dan tidak mendapatkan pemahaman yang utuh dan jelas.

Pada Kolom Hikmah kali ini, kita tidak membahas tentang pengeras suara atau loadspeaker dalam makna yang hakiki, akan tetapi kita menggunakan definisi dan kondisinya hanya sebagai bahan iktibar. Apa yang kita pahami tentang loadspeaker di atas, kiranya dapat membantu untuk memahamkan kita  bahwa sesungguhnya kita tak ubahnya seperti loadspeaker yang menyuarakan apa saja, baik kebaikan, kebenaran, kejelekan ataupun keburukan kepada siapa saja yang berhadapan dengan kita.

Jika dalam tutur kata yang kita sampaikan mengandung kebenaran, kejujuran, dan kebaikan, maka itulah gambaran loadspeaker yang baik dan tidak rusak, akan tetapi apabila dalam tutur kata dan pembicaraan kita mengandung kejelekan atau keburukan, maka itulah gambaran loadspeaker yang rusak. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa gejala yang dapat kita jadikan premis yang memahamkan kita tentang perumpamaan di atas.

Tatkala kita sebagai orang tua yang berhadapan dengan anak-anak kita, maka saat kita menyampaikan sesuatu kepada mereka, kita sesungguhnya sedang berfungsi sebagai loadspeaker. Apabila kalimat yang keluar dari kita berisi pesan-pesan moral, kebaikan, kalimat yang lemah lembut, yang menghibur dan mendidik, maka saat itu kita sedang menjadi loadspeaker yang baik dan tidak rusak. Sebaliknya tatkala kita mengatakan kata-kata yang buruk, mencela, menghardik, kata-kata yang kasar, mengumpat yang menjadikan anak-anak kita tidak nyaman hatinya, kecewa, dan bahkan gerundel, maka saat itu kita sedang menjadi loadspeaker yang rusak.

Baca Juga  Menggapai Keberpihakan Tuhan

Para guru atau dosen saat mengajar, sebenarnya sedang menjadi loadspeaker yang menyuarakan pesan-pesan moral, materi kebaikan, ilmu pengetahuan. Apabila muatan-muatan yang disampaikan saat mengajar adalah ilmu pengetahuan, kejujuran, etika, dan hikmah, maka saat itu sang guru atau dosen sedang menjadi loadspeaker yang baik dan tidak rusak. Namun apabila di dalam proses pembelajaran diisi dengan materi menghasud, memprovokasi, memfitnah, dan tidak menyampaikan kejujuran secara akademik, maka saat itu sang guru atau dosen sedang menjadi loadspeaker yang rusak.

Para ustaz atau kiai tatkala berceramah di tengah umat di dalam majelis taklim menyampaikan pesan-pesan agama, pesan-pesan kebenaran, pesan-pesan qur’an dan hadis, memberikan pemahaman ibadah dan muamalah secara jujur dan mutawatir, maka saat itu sang ustaz atau kiai sedang menjadi loadspeaker yang baik dan tak rusak. Akan tetapi, tatkala ustaz atau kiai menyampaikan pesan-pesan yang mengada-ada, memprovokasi, mencela yang lain, dan menyampaikan sesuatu yang memecah belah umat, maka saat itu sang ustaz atau kiai sedang menjadi loadspeaker rusak.

Demikian pula pemerintah, tatkala menyampaikan kondisi negara dan daerah secara transparan, data-data tentang kemajuan dan perkembangan yang terjadi secara jujur, menyampaikan program yang dirancang untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan, dan menceritakan produk yang menyejahterakan rakyat secara merata, maka saat itu pemerintah sedang menjadi loadspeaker yang baik dan tidak rusak.

Akan tetapi, tatkala pemerintah menyampaikan sesuatu kepada rakyatnya dengan menutup-nutupi kondisi yang sebenarnya, menyampaikan program yang tak adil, dan tak merata, bahkan menginformasikan produksi yang tidak memakmurkan rakyatnya, maka saat itu pemerintah sedang menjadi loadspeaker rusak.

Para wakil rakyat yang duduk di parlemen atas nama dan untuk rakyat yang memilihnya, saat menyampaikan aspirasi masyarakatnya, memperjuangkan harapan yang dititip masyarakatnya, dan menyuarakan pembelaan atas kepentingan masyarakatnya, maka saat itu para wakil rakyat sedang menjadi loadspeaker yang baik dan tak rusak. Akan tetapi tatkala dalam ruang negosiasi tiba-tiba menyuarakan sesuatu yang tak memihak kepada masyarakatnya, membela sesuatu yang bukan harapan masyarakatnya dan bahkan menyuarakan material yang tak memihak kepada aspirasi masyarakatnya, maka saat itu para wakil rakyat sedang menjadi loadspeaker rusak.

Baca Juga  Menyoal Jejak Maulid Nabi saw

Penting kita ingat, bahwa tatkala memerankan tugas-tugas kemanusiaan seperti di atas, tetaplah istikamah menyuarakan kebaikan dan kebenaran, tentunya dengan cara yang santun dan jujur, sebab suara loadspeaker yang terang dan jelas, tidak saja membuat telinga pendengarnya  nyaman, tetapi juga membuat hati dan perasaan pendengar menjadi damai. Jangan pernah tergiur untuk menyuarakan ketidakbenaran apalagi menyuarakan kebohongan, sebab suara loadspeaker yang rusak tidak saja menyakiti telinga, tetapi juga membuat hati dan perasaan pendengarnya tidak nyaman.

Allah Swt mengingatkan kita dalam surat al-Mukminun ayat 1-3, “Qad aflaḥal-mu`minụn. Allażīna hum fī ṣalātihim khāsyi’ụn. Wallażīna hum ‘anil-lagwi mu’riḍụn”.  Terjemahannya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.

Perkataan tidak berguna dalam ayat di atas adalah perkataan yang sia-sia, itulah perkataan yang tidak jelas, tidak jujur, tidak terang, yang diumpamakan sebagai suara loadspeaker yang rusak. Maka jadilah sebagai loadspeaker yang normal, yang baik dan berkualitas, bukan sebagai loadspeaker yang rusak atau eror—biar tidak beda antara yang terucap dengan yang terdengar, karena hanya suara yang sama antara yang terucap dengan yang terdengarlah yang berbekas di hati pendengarnya.[] 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *