Membaca Tafsir Sosial Dawam Rahardjo

DALAM studi al-Qur’an dikenal dua model penafsiran, yaitu tahlili dan maudu’i. Keduanya menjadi model penafsiran terhadap al-Qur’an yang digunakan oleh ulama-ulama dahulu maupun ulama-ulama kontemporer. Metode tahlili mengedepankan tafsiran al-Qur’an kata perkata, kalimat perkalimat, dimulai dari surah al-fatihah dan berakhir di surah an-Nas.

Banyak tafsir yang dikarang oleh ulama terdahulu maupun kontemporer dengan memakai metode tahlili, misalnya kitab klasik yang sangat populer di dunia pesantren yaitu tafsir jalalain, tafsirul Munir yang dikarang oleh Syaikh Muhammad Nawawi Al Jawi dan tafsir-tafsir lainnya.

Begitupun dengan maudu’i, tafsir yang mencoba mengkaji al-Qur’an berdasarkan tema-tema tertentu, misalnya ketika mengkaji tentang apa itu ikhlas dalam pandangan al-Qur’an, para penafsir yang menggunakan metode ini berusaha mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang ikhlas, kemudian mencoba menghubungkan antara satu ayat dengan ayat lain dan mencoba memberikan pengertian tentang tema yang dibahas berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Berdasarkan model penafsiran al-Qur’an tersebut yaitu tahlili dan maudu’i tersebut, kemudian banyak cendekiawan dan ulama yang berkreasi dalam memaknai al-Qur’an. Mereka mencoba untuk memberikan pemaknaan al-Qur’an dalam berbagai perspektif. Banyak muncul ensiklopedis-ensiklopedis yang mengambil tema-tema sentral yang ada dalam al-Qur’an.

Misalnya, karya cendekiawan asal Pakistan yang lama bermukim di Amerika yang juga merupakan guru dari Cak Nur dan Buya Syafi’i Ma’arif yakni Fazlur Rahman, salah satu bukunya yang terkenal adalah tema-tema dalam al-Qur’an. Buku ini sangat bagus karena mengupas secara mendalam berbagai tema-tema penting dalam al-Qur’an, seperti kupasan tentang Tuhan, alam semesta, malaikat, masyarakat, iblis dan tema-tema penting lainnya.

Dalam konteks keindonesiaan karya-karya ensiklopedis belum begitu banyak, ada beberapa karya yang muncul yang membahas tentang tema-tema keislaman tapi dikarang oleh beberapa orang. Dalam bidang tafsir, salah satu karya cukup fenomenal adalah karangan M. Dawam Rahardjo, yakni ensiklopedia al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan sosial dengan konsep-konsep kunci dalam al-Qur’an.

Dawam Rahardjo dikenal sebagai seorang ekonom, tapi banyak menguasai bidang kajian keagamaan, juga sangat mendalam analisis sosialnya, selain itu Dawam Rahardjo juga pernah memimpin sebuah jurnal bergengsi yang diterbitkan LSAF: Ulumul Qur’an. Dawam mengupas secara mendalam berbagai istilah kunci dalam Al-Qur’an seperti fitrah, Islam, Nabi, Ahlu Kitab, Hanif, Adil, dan istilah-istilah sentral lainnya.

Baca Juga  Wacana Kuasa dalam Serial “Mantan Tapi Menikah”

Pendekatan Dawam, dalam mengkaji berbagai istilah kunci dalam al-Qur’an ini, hampir sama dengan pendekatan Fazlur Rahman, tapi Dawam lebih luas lagi mengupas dari awal tentang tema yang menjadi fokus pembahasannya. Kupasan Dawam dalam mengkaji satu tema kunci yang merupakan bagian pokok dari al-Qur’an betul-betul runtut dalam berbagai aspek pendekatan. Antara satu tema dengan tema yang lain dicoba dikaitkan secara bersambung, sehingga pembahasan antara satu tema dengan tema yang lain  ada benang merah yang menghubungkannya.

Dalam mengupas berbagai tema atau konsep-konsep kunci dalam al-Qur’an, di samping kupasannya sangat teratur artinya dari tema yang satu ke tema yang lain itu saling terkait, juga dengan bahasa yang mudah dipahami tanpa meninggalkan pesan-pesannya yang mendalam.

Misalnya, Ketika mengupas tema “fitrah”, pertama Dawam mengupas fitrah dalam al-Qur’an, menjelaskan fitrah dalam berbagai ayat al-Qur’an, dan dikupas dalam berbagai aspek, baik aspek teologis maupun sosial kemasyarakatan, kelebihan kajiannya sangat kaya dengan referensi dari tokoh-tokoh yang punya otoritatif terhadap kajian tema yang sedang dibahas.

 Setelah mengupas fitrah secara mendetail, obyek pembahasan berikutnya adalah “hanif”, dan hanif ini adalah sangat berkaitan dengan fitrah manusia, setelah itu mengupas “Ibrahim” sebagai simbol Nabi yang hanif, Ibrahim adalah bapak monoteisme, sumber dari ketiga agama langit, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam yang biasa diistilahkan dengan agama Ibrahimik atau Abrahamic faith.

Setelah mengupas dengan baik dan runtut tentang Ibrahim kemudian, Dawam pindah kepembahasan berikutnya yaitu “din” yaitu agama. Ini juga sangat berkaitan dengan Ibrahim yang membawa agama monoteis, di sini Dawam mengupas “din” sebagaimana dengan pembahasan-pembahasan sebelumnya dimulai dari pembahasan, apa itu “din”, dalam pandangan beberapa tokoh yang otoritatif, baik kalangan cendekiawan-cendekiawan barat atau orientalis yang obyektif dalam memandang Islam, ulama-ulama Timur Tengah maupun ulama-ulama atau cendekiawan Indonesia yang telah diakui punya otoritas dalam keilmuan yang mendalam tentang kajian keislaman, seperti Prof. Buya Hamka, Muhammad Natsir, KH. Saifuddin Zuhri, Ali Audah, Mukti Ali, Cak Nur, Djohan Effendi dan cendekiawan lainnya.

Dalam mengupas berbagai tema atau konsep-konsep kunci dalam al-Qur’an, di samping kupasannya sangat teratur artinya dari tema yang satu ke tema yang lain itu saling terkait, juga dengan bahasa yang mudah dipahami tanpa meninggalkan pesan-pesannya yang mendalam.

Baca Juga  Perdebatan Orang Bima tentang Konsepsi Tuhan dan Lainnya

Membaca buku tafsir sosial dengan merujuk ke konsep-konsep kunci dalam al-Qur’an, terasa mengasyikkan karena pendekatan Dawam sangat komunikatif sehingga tidak terasa berat dalam memahami bahasa yang digunakannya.

Di sini sangat terasa penguasaan Dawam terhadap berbagai penafsiran istilah-istilah kunci dalam al-Qur’an  dari penafsiran  berbagai tokoh-tokoh klasik maupun yang modernis nampak mewarnai kupasannya, ditambah dengan analisa-analisa dengan pendekatan sosial kemanusiaan.

Dawam bukanlah seorang sarjana lulusan dari kampus agama seperti Cak Nur, Syafi’i Ma’arif, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Amin Abdullah, Harun Nasution, Fachry Ali, dan sederet cendekiawan lain yang merupakan alumnus dari perguruan tinggi agama, tapi Dawam adalah seorang sarjana ekonomi dari UGM.

Memang secara formal pendidikan Dawam itu merupakan alumnus pendidikan umum yakni ekonomi, tetapi latar pendidikan non formalnya, banyak ditempa dengan pendidikan agama, sejak muda Dawam belajar berbagai ilmu alat agama sepeti nahwu, syaraf, balagah, dan ilmu-ilmu agama lainnya.

Kemudian sewaktu menimba ilmu di perguruan tinggi, Dawam banyak terlibat dalam kajian keislaman. Beberapa teman kajian Dawam waktu itu adalah Mukti Ali yang pernah menjabat Menteri Agama era Orde Baru, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, Lafran Pane pendiri HMI, Deliar Noer,  mereka punya group kajian yang sangat terkenal pada saat itu yakni Limited Group yang berpusat di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang masih bertahan sampai hari ini.

Dawam dikenal sangat produktif, tulisan-tulisannya banyak bertebaran di koran-koran nasional dan majalah-majalah ternama seperti prisma, Tempo, Panji masyarakat, dengan berbagai judul tema pembahasan baik ekonomi, sosial, filsafat, lebih tulisan-tulisan keagamaan. Kita harus banyak belajar dari Dawam Rahardjo seorang ensiklopedis ternama yang sudah mengarang buku tafsir sosial dengan pendekatan konsep-konsep kunci dalam al-Qur’an.[]


Ilustrasi: Kalikuma Studio

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *