Orientasi Sufistik Nurcholish Madjid

MEMBACA peta pemikiran Islam di Indonesia, kita tidak bisa lepas dari berbagai tokoh-tokoh yang punya kontribusi terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Prof. Harun Nasution, Prof. Nurcholish Madjid, Prof. Azyumardi Azra, Prof. Jalaluddin Rakhmat, DJohan Effendi, Prof. Komaruddin Hidayat, Prof. Syafi’i Maarif, KH. Abdurrahman Wahid, Prof. Dawam Rahardjo, dan  sederet pemikir-pemikir Islam lainnya yang menghiasi tulisan-tulisannya di berbagai media nasional pada masanya.

Namun pemikir yang banyak mendapat sorotan dan kontroversi pada zamannya adalah Cak Nur panggilan akrab Nurcholish Madjid, banyak pemikiran-pemikiran Cak Nur yang menjadi sorotan dari berbagai cendekiawan lainnya, Cak Nur banyak mengkritisi pemikiran-pemikiran atau hasil ijtihad ulama-ulama terdahulu yang sudah mapan, oleh Cak Nur dibongkar kembali yang dalam pemikiran Islam disebut dengan desakralisasi.

Cak Nur memang dikenal pemikir yang banyak memberikan nuansa-nuansa  baru terhadap pemikiran-pemikiran yang ada sebelumnya. Kadang memberikan interpretasi yang dalam terhadap berbagai tema dalam pemikiran Islam, sehingga menimbulkan kesalahpahaman terhadap masyarakat secara umum.

Cak Nur lebih dikenal sebagai tokoh pemikir atau cendekiawan muslim yang banyak membincang atau menulis pemikiran Islam masa klasik dan kontemporer.  Itulah yang banyak dibaca secara umum, tapi ada sisi yang lain yang kurang dikenal orang terhadap Cak Nur, yaitu sisi-sisi sufistik yang dimiliki oleh Cak Nur.

Di samping Cak Nur banyak menulis buku tentang pemikiran berkaitan dengan sejarah peradaban Islam, khazanah intelektual islam, tokoh-tokoh filsafat Islam, teologi Islam khususnya yang berkaitan dengan iman, Islam dan Ihsan, juga banyak menulis tentang masalah sufistik yakni yang berkaitan dengan keruhanian,  di antara buku-bukunya yang menarik dibaca  karena berkaitan dengan aspek ruhani dan dikaitkan dengan visi kemanusiaan, buku tersebut di antaranya:  Pesan-Pesan Taqwa, 30 Sajian Ruhani, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, di samping masih ada buku-buku Cak Nur yang terkait dengan aspek keruhanian dalam Islam.

Berbeda dengan buku-buku yang berbau pemikiran dan filsafat, buku-buku tersebut di atas, sangat menyentuh kalbu karena dikemas dalam bahasa agama yang ringan dan dilandasi dengan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi. Cak Nur mengajak kita untuk memahami agama dengan pendekatan teks dan diberikan interpretasi yang relevan dengan kondisi kekinian.

Baca Juga  Rekonstruksi Nalar Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani

Dalam menjelaskan makna-makna keagamaan seperti iman dan ketakwaan, itu sangat elaboratif, seperti pengertian iman yang diartikannya secara hirarkis, bahwa beriman itu adalah percaya kepada Tuhan, mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Kalau hanya sekedar percaya saja, iblis pun percaya kepada Tuhan, tapi harus dilanjutkan dengan mempercayai dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan, itulah hakikat keberimanan yang sebenarnya menurut Cak Nur.

Ada potensi yang dimiliki manusia untuk merasakan kehadiran Tuhan, potensi berupa fitrah yang dalam istilah Cak Nur “fitrah majbulah“, fitrah yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia, sebelum ia dilahirkan ke dunia ini.

Begitupun dengan pengertian takwa, Cak Nur mencoba mengelaborasi lebih jauh, tidak seperti pengertian yang dipahami secara masyhur dalam berbagai kitab-kitab klasik dan penjelasan dari para ulama-ulama secara umum, Cak Nur mencoba mengartikan ketakwaan dengan bahasa atau terma “kesadaran ketuhanan”, suatu pengertian yang bernuansa lebih sufistik.

 Cak Nur merujuk ke ayat bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher mereka.  Dengan gambaran tersebut begitu dekatnya Tuhan kepada manusia, sehingga manusia yang betul-betul bertakwa adalah manusia yang merasakan kedekatan dengan Tuhan, sehingga dengan demikian manusia akan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Tuhan dan menjauhi apa yang dilarangnya.

Ada potensi yang dimiliki manusia untuk merasakan kehadiran Tuhan, potensi berupa fitrah yang dalam istilah Cak Nur “fitrah majbulah“, fitrah yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia, sebelum ia dilahirkan ke dunia ini. Itulah potensi primordial yang dimiliki oleh manusia.

Hanya manusia yang memiliki potensi ini, sehingga manusia adalah makhluk yang paling mulia dari seluruh ciptaan Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an “Sungguh kami telah memuliakan anak Adam, kami angkut mereka di darat dan di laut, kami memberi mereka Rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan dengan makhluk yang dengan yang banyak “.(QS. al-Isra: 70).

Baca Juga  Tirakat dengan Al-Qur'an: Pengalaman Seorang Santri

Keberadaan fitrah majbulah yang ada dalam diri manusia itu ditopang dengan “fitrah munazzalah“, atau fitrah yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia yaitu berupa agama, tujuannya adalah untuk menopang atau menguatkan fitrah yang ada dalam diri manusia.

Dan gabungan dari fitrah itulah yang akan melahirkan ketakwaan atau dalam konsep Cak Nur adalah kesadaran ketuhanan atau omnipresent dengan Tuhan. Konsep ketakwaan yang dielaborasi oleh Cak Nur dalam konsep fitrah itu begitu juga dengan konsep ketauhidan. Konsep ketauhidan dalam pandangan Cak Nur, adalah implementasi dari konsep kalimat tauhid.

Konsep tauhid ini dijabarkan dalam dua narasi yaitu narasi meniadakan atau nafyun dan narasi konfirmasi atau itsbat. Problemnya, manusia itu sebetulnya bukan tidak percaya kepada Tuhan. Percaya kepada Tuhan itu paling alamiah, oleh karena itu praktis tidak ada manusia yang tidak percaya kepada Tuhan.

Dalam konsep tauhid ini, kita membebaskan dulu diri kita dari kepercayaan-kepercayaan yang palsu, lewat perkataan “La Ilaha“, tidak ada tuhan, maksudnya kepercayaan-kepercayaan yang palsu, kemudian kita juruskan diri kita kepada kepercayaan yang benar yaitu Allah.

Itulah konsep orientasi sufistik Cak Nur, antara konsep keimanan yang sifatnya sangat mendasar dalam agama, dielaborasi ke ketakwaan dalam bentuk menghadirkan atau merasakan kehadiran Tuhan, bahwa Tuhan itu begitu dekat, dengan memaknai ajaran-ajaran agama yang telah diturunkan oleh Tuhan kepada manusia.[]



Ilustrasi: Kalikuma Studio

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *