Kebaikan yang Gagal: Berbuat Baik dengan Cara tak Baik

Fenomena berbuat baik dengan cara yang tidak baik merupakan situasi kompleks yang sering kali muncul dalam interaksi sosial maupun dalam pengambilan keputusan moral dan etis.

Berbuat baik dengan cara yang tidak baik merujuk pada tindakan di mana niat seseorang adalah untuk memberikan kebaikan atau manfaat, namun metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut justru tidak sesuai dengan norma atau standar yang tepat. Ini bisa terjadi ketika kita memiliki tujuan mulia, tetapi tindakan atau langkah yang kita tempuh untuk mencapai tujuan tersebut melanggar nilai-nilai moral atau etika. Misalnya, jika kita sebagai seorang guru yang ingin membantu siswa agar lulus ujian dengan memberikan bocoran jawaban. Niat kita ini mungkin untuk menghindari kegagalan siswa kita, namun metode yang kita gunakan melibatkan pelanggaran etika pendidikan. Meskipun niatnya baik (untuk membantu siswa), cara yang kita tempuh tidak adil dan merusak integritas pendidikan.

Dalam ranah etika, tindakan moral harus dinilai berdasarkan motif dan aturan moral yang melandasinya, bukan hasil akhirnya. Berbuat baik dengan cara yang tidak baik melanggar prinsip etik, karena tindakan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai aturan umum yang adil untuk semua orang.

Tindakan berbuat baik dengan cara yang tidak baik dapat menciptakan ketidakpercayaan di tengah masyarakat. Ketika kita yang memiliki niat baik dengan memulai menempuh cara yang tidak etis, maka yakinlah bahwa masyarakat menjadi skeptis dan hilang kepercayaannya pada kita. Contoh lain dari berbuat baik dengan cara yang tak baik bisa dilihat dalam kasus penegak hukum yang mengambil tindakan brutal terhadap pelaku kriminal. Tujuan mereka adalah untuk melindungi masyarakat, namun tindakan yang tidak manusiawi tersebut dapat menciptakan lingkungan penuh kekerasan.

Tindakan berbuat baik dengan cara yang tidak baik memang memiliki konsekuensi serius, terutama dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan di masyarakat. Ketika individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki niat baik dan memilih metode atau cara yang tidak etis, hal ini lagi-lagi dapat menimbulkan skeptisisme dan bahkan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

Contoh lain dari berbuat baik dengan cara tidak baik, tatkala kita menceritakan kepada khalayak ramai tentang sumbangan atau sedekah yang kita keluarkan dengan alasan tahadduts bin ni’mah (mengabarkan nikmat Tuhan) dapat menjadi contoh berbuat baik dengan cara yang tidak baik. Tahadduts bin ni’mah itu sendiri adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur atas nikmat Tuhan dan menginspirasi orang lain untuk berbuat kebaikan. Namun, dalam praktiknya, jika niat dan pelaksanaan amal tersebut tergelincir ke arah riya atau pamer, maka makna kebaikan itu akan hilang.

Dalam Islam dan etika sosial, niat adalah elemen kunci yang menentukan nilai sebuah perbuatan. Jika niatnya adalah untuk kebaikan, tetapi caranya tidak tepat, maka makna kebaikan tersebut bisa berubah, bahkan menimbulkan efek negatif, seperti riya atau hilangnya makna ikhlas.

Menceritakan sedekah bisa menjadi tindakan baik jika motivasinya murni untuk tahadduts bin ni’mah, dengan tujuan memotivasi orang lain agar ikut berbuat kebaikan. Dalam situasi tertentu, memperlihatkan kebaikan dengan tujuan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak yang sama adalah hal yang positif. ”in tubduṣ-ṣadaqāti fa ni’immā hiy, wa in tukhfụhā wa tu`tụhal-fuqarā`a fa huwa khairul lakum”. Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 271).

Berbuat baik dengan cara yang kurang baik merujuk pada tindakan di mana seseorang secara moral berada di pihak yang benar, namun cara atau taktik yang dipakai untuk mencapai hasil yang benar itu tidak sesuai dengan etika.

Berikut contoh lain dari berbuat baik dengan cara yang tak baik adalah Berdakwah dengan kalimat yang kasar yang pada dasarnya adalah ajakan kepada kebaikan, harus disampaikan dengan lemah lembut, penuh hikmah, dan cara yang penuh kesantunan. Namun jika dakwah dilakukan dengan kata-kata yang kasar, keras, atau menyakiti perasaan orang laibn, hal ini justru bisa membawa dampak yang bertentangan dengan tujuan dakwah itu sendiri.

Dakwah adalah aktivitas menyeru atau mengajak orang lain untuk kembali kepada ajaran Tuhan, mengikuti kebenaran, dan meninggalkan kebatilan. Islam mengajarkan bahwa dakwah harus dilakukan dengan pendekatan yang penuh hikmah dan perkataan yang baik. ”Ud’u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau’iẓatil-ḥasanati wa jādil-hum billatī hiya aḥsan”. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl: 125).

Sebagai catatan pinggir, bahwa didalam Islam, niat baik saja tidak cukup jika cara yang digunakan untuk mencapainya tidak tepat. Tindakan baik harus dilakukan dengan cara yang juga baik dan sesuai dengan prinsip akhlak mulia. Kebaikan sejati tidak hanya dilihat dari hasil akhir perbuatan, tetapi juga dari cara yang digunakan untuk mencapainya. Oleh karena itu, dalam berbuat baik, sedapat mungkin kita harus memastikan bahwa cara yang kita tempuh selaras dengan akhlak Islam, penuh kelembutan, keikhlasan, dan sesuai dengan tuntunan syariat, agar kebaikan tersebut benar-benar bermanfaat.

Era digital menjadi area subur dalam menjaring penikmatnya untuk melakukan perbuatan baik dengan cara tak baik. Maka patutlah untuk berhati-hati dalam memanfaatkan area digital untuk kebaikan. Pepatah lawas menyatakan “Hendak memadamkan api, tapi malah membawa bara.” Pepatah ini menunjukkan bahwa niat untuk memperbaiki sesuatu (berbuat baik) dengan cara yang salah. Alih-alih menyelesaikan masalah, tindakan yang dilakukan malah menambah masalah.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *