Fikih Islam Menurut Imam Mazhab

Secara etimologi Fiqih dari kata (faqiha” berarti “Al-Fahmu” secara mutlak baik pemahaman itu bersifat dangkal ataupun mendalam. Kata “Fiqih” sendiri dengan seluruh bentuk katanya disebutkan sebanyak 20 kali di dalam al-Qur’an, salah satunya firman Allah Swt, pada surat Hud ayat 91 yang memiliki redaksi:

قَالُوْا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيْرًا مِمَّا تَقُوْلُ (هود:91)

Artinya ” Mereka mengatakan; “Wahai Syu’iab kami tidak memahami banyak hal dari apa yang kamu katakan(Q.S. Hud:91)

Disebutkan juga dalam surat Al-Isra ayat 44 yang berbunyi:

وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا (الإسراء:44)

Artinya: “Tidaklah ada dari suatu makhluk pun di muka alam semesta ini melainkan dia bertasbih kepada Allah Swt, akan tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka, sesungguhnya dia (Allah) maha lemah lembut dan maha pemaaf” (Q.S. Al-Isra:44)

Kata “fiqih” pada dua ayat di atas berarti paham, maka oleh sebab itu para ulama mengatakan kata “al-fikhu & al-fahmu” memiliki satu makna dan satu wazan. Menurut Al-Bajuri dalam “Hasyiah al-Bajuri Ala Ibni Qhasim” yang dimaksud dengan faham adalah:

إرْتِسَامُ صُوْرَةِ الشَّيْءِ فِيْ الذِّهْن

Artinya: “Kemampuan memetakan gambaran atau bentuk sesuatu masalah/pelajaran di dalam pikiran”

Imam Al-Jurjani dalam “At-Ta’rifat” mendefinisikan faham sebagai:

تَصَوُّرُ الْمَعْنَى مِنْ لَفْظِ الْمُخَاطَب

Artinya: “Kemampuan menyerap makna (arti dari teks) pembicara atau teks penulis”

Selain kata “faqiha” terdapat juga kata “فَقُه/Faquha” yang berarti keahlian dalam memahami fiqih secara mendalam dan mendarah daging (fikih menjadi tabi’at dan sajiyyahnya), selain itu ada juga kata “فَقَه/faqaha” yang berarti mendahului seseorang dalam memahami satu masalah (memiliki daya tangkap dan serap lebih unggul dibandingkan orang lain) dan ada juga kata “تَفَقَّه/Tafaqqaha” yang memiliki arti berproses dan fokus dalam mempelajari dan mempraktikkan fiqih. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:

Baca Juga  Budaya Baca-Tulis dalam Isyarat Al-Qur’an

فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ

(التوبة: 122)

Artinya: “Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah Saw,) untuk fokus memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya” (Q.S. At-Taubah:122)

Selanjutnya pengertian fiqih secara terminologi mengalami perubahan dari masa ke masa, sebagai berikut.

  1. Menurut Abu Hanifah

Menurut Abu Hanifah pengertian fiqih secara definitif fuqoha adalah pengetahuan tentang hak dan kewajiban manusia.

مَعْرِفَةُ النَّفْسِ مَا لَهَا وَمَا عَلَيْهَا

Definisi ini dinilai masih sangat universal mencakup hukum-hukum Akidah (keyakinan), Wijdaniyah (akhlak tasawuf), dan Muamalat (Interaksi vertikal dan horizontal). Abu Hanifah memberikan definisi semacam ini karena melihat situasi dan kondisi masyarakat pada zamannya yang dimana fiqih dalam pemahaman mereka tidak spesifik pada perkara-perkara yang bersifat amali saja.

Kemudian Para Ashab Al-Hanafiyah (Murid-murid senior Abu Hanifah) menambahkan redaksi definisi tersebut, karena dinilai tidak jami’ mani’ (terlalu umum) menjadi.

مَعْرِفَةُ النَّفْسِ مَا لَهَا وَمَا عَلَيْهَا مِنَ الْأَحْكَامِ الْعَمَلِيَةِ

Artinya: “Pengetahuan tentang hak dan kewajiban manusia yang berkaitan dengan hukum-hukum berbuat.”

Alasan para ashab menambahkan kata ( Minal Ahkam Al-Amaliyah) pada definisi tersebut untuk memersepsikan bahasan fiqih yang berfokus pada hukum-hukum yang bersifat amaliyah saja.

  1. Menurut Muhammad bin Idris As-Syafii.

Menurut As-Syafii fiqih merupakan satu disiplin ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syara’ seputar amaliyah yang digali dari dalil-dalil yang terperinci.

الْعِلْمُ بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَةِ الْعَمَلِيةِ الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِلِيْة

Kata al-ahkam adalah jamak dari kata al-Hukum yang memiliki arti putusan. Al-Hukum berarti ketentuan-ketentuan Syari’ah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang berasal dari Allah Swt seperti wajib, sunah, makruh, haram dan mubah.

Baca Juga  Bagaimana Islam Menjaga Imunitas Tubuh saat Covid-19?

Sementara kata as-syar’iyyah merupakan sifat atau adjektif hukum-hukum yang berarti bersifat syar’i. Karena itu, pengetahuan tentang hukum-hukum yang bersifat aqli tidak disebut fiqh. Demikian juga, pengetahuan tentang hukum-hukum yang bersifat indrawi tidak juga disebut sebagai fiqh. Demikian halnya, hukum positif yang dibuat oleh sebuah pemerintah dan hukum adat yang disepakati di suatu daerah tidak termasuk fiqh.

Kata al-amaliyyah berarti bersifat praktis. Hukum-hukum yang tidak bersifat amaliyah misalnya hukum-hukum i’tiqadiyyah tidak termasuk fiqh. Hukum i’tiqadiyah misalnya pengetahuan bahwa Allah Swt. itu esa tidak termasuk fiqh. Demikian juga, hukum-hukum yang bersifat qalbiyah-khuluqiyah seperti ikhlas, riya’, dan sebagainya tidak pula termasuk hukum fiqh.

Kata al-muktasab berarti bahwa fiqh itu digali dengan usaha yang sungguh-sungguh. Dengan demikian, hukum fiqh syar’i amaly yang tidak digali dengan usaha yang sungguh-sungguh, dalam definisi ini, tidak termasuk fiqh. Karena itu, pengetahuan kita tentang sholat, zakat, kewajiban haji, dan ketentuan yang bersifat dharuri, tidak termasuk fiqh.

  1. Fiqih Era Mutaakhir (Qawaid Zarksyi)

Menurut Az-Zarkasyi Fiqih sekarang telah menjelma sebagai sebuah disiplin ilmu yang lebih dinamis (tidak terkungkung dalam pemahaman Al-Ahkam Al-Amaliyah saja) dan lebih spesifik pada kajian hukum antar mazhab.

مَعْرِفَةُ أَحْكَامِ الْحَوَادِثِ نَصَّا وَاسْتِنْبَاطًا عَلَى مَذْهَبٍ مِن المَذَاهِب

Artinya: “Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum segala bentuk kejadian pada semesta, secara teks dan penggalian hukum, pada satu mazhab dari mazhab-mazhab yang ada.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *