Betapa Bodohnya Manusia, Dia Menghancurkan Masa Kini Sambil Mengkhawatirkan Masa Depannya

DALAM kehidupan yang penuh dengan hiruk-pikuk dan ketidakpastian, kita sering terjebak dalam siklus kecemasan yang tak berkesudahan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib, salah satu tokoh besar dalam sejarah Islam, pernah menyampaikan sebuah renungan yang sangat relevan dengan kehidupan kita saat ini: “Betapa bodohnya manusia, dia menghancurkan masa kini sambil mengkhawatirkan masa depannya. Tapi dia menangis di masa depan dengan mengingat masa lalunya.”

Manusia sering kali terperangkap dalam kecemasan yang tak perlu tentang masa depan. Kita khawatir tentang pekerjaan, keuangan, kesehatan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kekhawatiran ini membuat kita lupa untuk menikmati dan memanfaatkan masa kini. Ironisnya, dengan terlalu fokus pada masa depan, kita gagal menjalani hidup yang seharusnya kita nikmati sekarang.

Kita sering lupa bahwa masa kini adalah satu-satunya waktu yang benar-benar kita miliki. Masa lalu sudah berlalu dan masa depan masih belum pasti. Namun, ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di masa depan membuat kita mengorbankan kebahagiaan dan ketenangan yang seharusnya bisa kita rasakan saat ini. Kita menunda kebahagiaan dengan harapan akan datang di masa depan yang belum tentu kita capai.

Untuk menghindari perangkap ini, kita perlu mengembangkan kesadaran diri dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Salah satu caranya adalah dengan menjalani hidup dengan penuh kesadaran, atau yang sering disebut mindfulness.

Kemudian, ketika masa depan tiba dan menjadi masa kini, kita sering mendapati diri kita menyesali masa lalu. Kita menangisi kesempatan yang terlewat, keputusan yang salah, dan waktu yang terbuang sia-sia. Ini adalah lingkaran setan yang tidak pernah berakhir: menghancurkan masa kini dengan kekhawatiran tentang masa depan, dan kemudian menyesali masa lalu ketika masa depan itu tiba.

Baca Juga  Dewasa dan Inner Child: Sosok Kecil yang Tidak Termaafkan

Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengajak kita untuk merenungkan sikap dan tindakan kita terhadap waktu. Menghargai masa kini adalah kunci untuk hidup yang lebih bermakna. Alih-alih mengkhawatirkan apa yang belum tentu terjadi, kita harus belajar untuk fokus pada apa yang bisa kita lakukan sekarang, pada momen ini, dengan segala kebijaksanaan dan kesempatan yang ada di hadapan kita.

Untuk menghindari perangkap ini, kita perlu mengembangkan kesadaran diri dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Salah satu caranya adalah dengan menjalani hidup dengan penuh kesadaran, atau yang sering disebut mindfulness. Dengan mindfulness, kita belajar untuk fokus pada saat ini, merasakan setiap momen dengan sepenuh hati, dan mengurangi kecemasan tentang masa depan serta penyesalan tentang masa lalu.

Berterima kasih dan menghargai apa yang kita miliki saat ini juga merupakan kunci untuk hidup yang lebih bahagia. Menghargai momen kecil dalam kehidupan sehari-hari, seperti waktu bersama keluarga, keindahan alam, dan kesehatan yang kita miliki, bisa membantu kita untuk lebih menghargai masa kini dan hidup dengan lebih bermakna.

Renungan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib memberikan kita pelajaran berharga tentang bagaimana kita seharusnya menjalani hidup. Menghancurkan masa kini dengan kekhawatiran tentang masa depan dan kemudian menangisi masa lalu adalah kebodohan yang harus kita hindari. Dengan menghargai dan memanfaatkan setiap momen yang kita miliki saat ini, kita bisa hidup dengan lebih bijak dan bahagia. Masa kini adalah anugerah yang harus kita syukuri dan manfaatkan sebaik mungkin, karena hanya dengan demikian kita bisa membangun masa depan yang lebih baik tanpa dibayangi oleh penyesalan masa lalu.[]
Ilustrasi: Kalikuma Studio

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *