Hijrah: Menghimpun Ilmu untuk Masyarakat

BETAPA banyak orang yang diberi nikmat harta, kesehatan, dan sebagainya. Tetapi jika tidak diberikan nikmat iman dan Islam oleh Allah maka nikmat yang lain sia-sia. Kita sebagai orang beriman mesti bersyukur, karena kita merupakan orang terpilih. Tapi kedua nikmat ini tidak mungkin kita rasakan jika bukan karena jasa Nabi Muhammad SAW. Beliau dengan seluruh tenaga berusaha dengan gigih agar manusia kembali pada jalan yang benar.

23 tahun Rasulullah berdakwah kepada umatnya. Lebih dari setengah dari itu dilalui untuk berdakwah di Makkah, kota di mana beliau dilahirkan dan dibesarkan. Dari usia muda beliau dikenal sebagai orang yang sangat baik. Salah satu karakternya yang paling menonjol adalah kejujurannya. Tidak ada satu kebohongan pun yang keluar dari mulutnya. Karena kejujurannya beliau dijuluki oleh penduduk Makkah dengan sebutan “al-amin”.

Hijrah Zaman Nabi

Namun ketika beliau mendapat risalah dari Allah dan mengemban beban sebagai Rasulullah hampir seluruh penduduk Makkah memalingkan wajah dan membangkang terhadap dakwah Nabi. Hanya segelintir orang saja yang terbuka hatinya untuk memeluk agama yang mulia ini. Salah satu di antaranya adalah Umar bin Khattab, orang paling disegani di Makkah. Ketika beliau memeluk Islam, Islam menjadi semakin kuat.

Walau begitu, penyiksaan terhadap orang mukmin berlanjut bahkan semakin menjadi-jadi. Banyak orang mukmin yang sudah tak kuat lagi dengan penyiksaan yang sedemikian rupa, hingga hampir saja membelakangi agama Islam. Ada juga yang sudah membelakangi agama Islam. Tapi, demikianlah, Allah itu dekat dan akan memberikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Ketika itu Allah menurunkan pertolongannya, berupa perintah untuk berhijrah atau berpindah dari Makkah.

Tujuan berhijrah ini untuk berpindah dari Makkah menuju tempat yang lebih leluasa untuk beribadah, yaitu di Kota Madinah atau saat itu bernama Yatsrib. Tujuan lain dari hijrah untuk berdakwah kepada penduduk Yatsrib dan mengumpulkan orang mukmin sebanyak-banyaknya untuk nanti kembali lagi ke Makkah. Maka berangkatlah Rasulullah dan Kaum Muhajirin (orang asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) menuju Yatsrib.

Rasulullah dan Abu Bakar ra. adalah yang terakhir berangkat ke Madinah. Orang kafir di Makkah mengetahui hal ini, dan mereka mengejar Rasulullah dan Abu Bakar. Karena keadaan genting mereka harus bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari tiga malam. Gua Tsur adalah gua yang terkenal dengan keseramannya. Banyak hewan beracun yang membuat sarangnya di sana. Sungguh besar pengorbanan Rasululah untuk memperjuangkan agama Allah.

Baca Juga  Pintu yang Tidak Pernah Terkunci

Ketika orang-orang kafir mencari Rasulullah sampai ke Gua Tsur, salah seorang dari mereka mencurigai Rasulullah ada di dalam gua. Abu Bakar gemetar ketakutan. Tapi Allah telah mengutus seekor laba-laba untuk membuat sarang di mulut gua dan sepasang burung untuk membuat sarang juga di atas mulut gua. Mereka mengurungkan niat untuk mengecek gua tersebut karena mereka beralasan, jika Muhammad bersembunyi di dalam gua maka sarang laba-laba itu akan dihancurkan terlebih dahulu dan sarang burung sudah pasti jatuh. Begitulah Allah tidak akan meninggalkan hamba-hambaNya.

Rasulullah disambut oleh penduduk Yatsrib. Ternyata mereka telah menunggu Rasulullah sejak lama. Penduduk Yatsrib disebut Kaum Anshar (orang-orang Madinah yang menolong Kaum Muhajirin). Sejak kedatangan Rasulullah, Yatsrib diganti namanya dengan Madinatunnabiy (kotanya Nabi), atau dipendekkan menjadi Madinah. Di Kota Madinah ini Rasulullah membangun Agama Islam dengan sebesar-besarnya.

Setelah lama di Madinah, Rasulullah serta Kaum Muhajirin semakin rindu kampung halaman mereka, yaitu Kota Makkah. Karena tidak tahan rindu, Rasulullah bersama pasukannya kembali lagi ke Makkah untuk merebut kota itu. Rasulullah memerintahkan agar jangan ada tumpah darah kecuali mereka menghalangi. Saat itu di sekitar Ka’bah banyak sekali berhala yang mengelilingi. Kota Makkah pun jatuh di tangan Rasulullah. Peristiwa ini biasa dikenal dengan Fathu Makkah (penaklukan Makkah).

Hikmah Hijrah

Itulah cerita hijrah Nabi, peristiwa yang menandai dimulainya Tahun Hijriyah. Apa hikmah yang dapat kita ambil dari cerita ini? Nikmat iman dan Islam yang kita rasakan adalah berkat perjuangan dan kerja keras Rasulullah. Kerja keraslah yang akan mengantarkan seseorang menuju kesuksesan. Tidak ada kesuksesan yang didapat secara instan. Jangan pernah berharap mendapatkan kesuksesan tanpa melalui yang namanya kerja keras dan kesusahan.

Ada kata mutiara Arab atau biasa disebut mahfudhat yang menyatakan:

Wa ma al-ladzdzatu illa ba’da al-ta’bi” (Tidak ada kenikmatan kecuali setelah kepayahan).

Apa buktinya? Buktinya, kita dapat menikmati nikmatnya iman dan Islam saat ini walaupun jarak kita dengan Rasulullah ribuan tahun.

Baca Juga  Lembaran yang Terbungkam

Ada pula mahfudhat lain yang berbunyi:

Man jadda wajada” (Barang siap bersungguh-sunggih pasti sukses).

Bayangkan jika Rasulullah tidak pernah berhijrah. Kita tidak akan dapat menikmati nikmatnya iman dan Islam seperti yang sekarang kita rasakan.

Tapi tidak cukup hanya berusaha saja. Perlu ada ketekunan dan kesabaran dalam apapun yang kita lakukan. Sebuah mahfudhat berbunyi:

Man shabara zhafira” (Siapa yang sabar akan beruntung).  

Kesabaran itu harus kita punyai dalam segala jenis pekerjaan yang kita lakukan. Kehilangan kesabaran dapat menjadi awal dari kehancuran seseorang. Rasulullah adalah seorang yang sangat penyabar. Walaupun dihina, dicaci maki, difitnah, dilempari kotoran oleh kaumnya sendiri, beliau tetap bersabar dan tidak menghendaki azab untuk kaumnya. Kesabaran adalah salah satu yang mengantarkan Rasulullah menuju kesuksesan.

Hijrah Masa Kini

Lalu adakah hijrah pada masa sekarang? Tentu saja ada tapi maknanya berbeda. Jika pada zaman dahulu hijrah bermakna pindah dari Kota Mekkah ke Kota Madinah, atau yang awalnya susah beribadah menuju ke tempat yang lebih memungkinkan untuk beribadah dengan leluasa. Zaman sekarang hijrah dapat diartikan dengan bertaubat.

Hijrah zaman sekarang beralih dari keburukan menuju kebaikan. Kita bersekolah atau menuntut ilmu dapat disebut dengan berhijrah. Ketika menuntut ilmu kita menghimpun sebanyak-banyaknya ilmu pengetahuan untuk nanti kita amalkan di masyarakat. Sama seperti Rasulullah yang mengumpulkan sebanyak-banyaknya orang mukmin di Madinah untuk kembali lagi ke Makkah dan menyebarkan agama Islam di sana.

Demikianlah, mengakhiri tulisan ini saya ingin mengingatkan para pembaca tentang sebuah mahfudhat yang harus kalian tanamkan dalam hati:

Man yazra’ yahshud” (Siapa yang menanam dia yang memanen).

Jangan kita malas-malasan belajar, karena sesungguhnya kita akan memetik manisnya buah dari perjuangan kita di masa depan.[]
Ilustrasi: pikiran-rakyat.com

2 komentar untuk “Hijrah: Menghimpun Ilmu untuk Masyarakat”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *