LISAN adalah anugerah Tuhan yang luar biasa bagi manusia. Manusia dapat memperlihatkan tingkat kesempurnaan penciptaannya melalui ketajaman lisannya, tetapi menusia juga mencapai puncak kehinaannya karena kelincahan lisannya.
Dengan lisan manusia dapat berkomuikasi, berdialog, bernegosiasi, membela diri, memenuhi kebutuhan, memperlihatkan kehebatan diri, dan bermunajat dengan Tuhannya.
Sebaliknya dengan lisan manusia bisa membual, berdusta, bermunafik, menggunjing, sombong, angkuh, membalikkan fakta, dan menjauh dari Tuhannya.
Sungguh fungsi lisan itu sangat dinamis. Dengan fungsi dinamis yang diberikan Tuhan terhadap lisan, tidak sedikit manusia menjadi besar dan terpuji karena lisannya, tetapi tidak sedikit pula menjadikan manusia terjatuh dan terhina.
Itulah sebabnya Rasul mengingatkan kita dengan senantiasa memegang akhlak di manapun kita menggunakan lisan, “Likullil maqal al maqam, likullil maqam al maqal.” Tiap tempat ada etika berbicara, tiap-tiap pembicaraan ada kesesuaian tempatnya. Artinya dalam berbicara kita harus berhati-hati dan berpikir sebelum melakukan pembicaraan agar sesuai, proporsional, dan ideal.
Begitu dinamisnya fungsi lisan, Rasul dalam beberapa kesempatan mengingatkan sahabat untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan lisannya. Salah satu sabda Rasul, “bahwa separuh isi neraka itu berlatar dari kekeliruan dalam menggunakan lisannya”.
Dalam pribahasa kita mengenal ungkapan “mulutmu harimaumu”, dan ada pula kalimat bijak bahwa ”perkataanmu adalah cerminan dirimu”.
Pernahkan kita merenung bahwa fungsi dinamis yang diberikan Tuhan kepada lisan ini hanya sebatas dalam kehidupan di dunia yang diwarnai senda gurau dan permainan?
Lisan ini bisa jujur—tetapi dalam waktu yang lain bisa berdusta. Lisan bisa benar—tetapi di lain tempat bisa membual. Lisan bisa fasih—tetapi di kesempatan lain bisa menjadi kasar. Lisan bisa beretorika indah—tetapi di posisi yang lain bisa mengumpat. Itulah dinamisnya lisan dalam ruang yang senda gurau dan permainan.
Tatkala lisan memiliki ruang untuk menggunakan fungsi dinamisnya, ia bahkan mampu menutupi kealpaan yang dilakukan oleh seluruh anggota badan, sehingga kekeliruan dan kealpaan anggota badan dikamuflase oleh lisan menjadi semuanya baik, suci, dan benar.
Begitu sampai pada ruang yang tidak ada senda gurau dan permainan (baca barzakh dan hisab), Tuhan membekukan fungsi dinamis yang diberikan kepada lisan. Pada ruang dan saat itulah Tuhan tidak tertarik dengan lisan manusia, maka berhati-hatilah kita yang terbiasa menggunakan kelincahan lisan dalam beretorika.
Ternyata ada saat dan waktu di mana Tuhan tidak tertarik dengan retorika lisan manusia—mungkin karena lisan sering inkonsisten tatkala berada dalam ruang yang fana, ruang senda gurau dan permainan.
Apa kata Tuhan membahasakan ketidaktertarikannya dengan lisan kita? Dalam surah ke-36 ayat 65 Tuhan berfirman “Al yauma nakhtimu ‘ala afwahihim, watukallimuna aidihim, watasyhadu arjuluhum bima kanu yaksibun.” Pada hari itu lisanmu dikunci (dibekukan fungsi dinamisnya), Tuhan hanya menerima pengakuan dari tanganmu dan persaksian dari kakimu.
Fungsi dinamis lisan ternyata tidak berdaya di hadapan Tuhan. Dia tidak mampu membual, tidak mampu bersilat lidah, tidak mampu untuk dusta, tidak mampu untuk berbohong, bahkan tidak memiliki kemampuan mengkamuflase.
Apa yang dilakukan tangan dalam keadaan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, dalam keadaan sendirian atau dalam kondisi hening, di hadapan Tuhan akan dibongkar oleh tangan kita sendiri.
Demikian pula ke mana kaki melangkah, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, secara sendirian atau dalam suasana hening, di hadapan Tuhan akan diceritakan oleh kaki kita sendiri. Lisan yang lincah tak bertulang ini tidak mampu lagi membingkai semua yang dilakukan tangan dan kaki, dia benar-benar terkunci dan tak berdaya.
Tuhan di ayat lain kembali menegaskan bahwa apa yang diusahakan dalam ruang senda gurau yang fana saat ini tidak akan pernah Tuhan dzalimi walau sedikit pun. Tuhan pada hari itu akan mendatangkan semuanya di hadapan kita dengan data dan bukti yang amat sangat sempurna.
Baca surat ke-36 ayat 54, “Fal yauma la tuzhlamu nafsun syai’an wala tujzauna illa ma kuntum ta’malun.” Pada saat itu Tuhan tidak menzalimi kamu sedikit pun, dan tidak pernah merugikan (mengurangi) sedikitpun dari apa yang kamu usahakan.
Maka sebelum kita sampai pada masa di mana lisan direnggut fungsi dinamisnya oleh Tuhan—mulailah untuk berhati-hati, karena pada saat itu, semuanya akan tampak terang dan jelas, tidak ada yang keliru, tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang salah input, dan tidak ada laporan ganda.
Biasakanlah diri dalam aktivitas yang jujur dan seimbang antara raga, hati, dan lisan.[]
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram
شكرا كثير pencerahannya Al mukarram.
So,think first before you speak,because you are what you speak
Jadi,berpikirlah sebelum berbicara,karena kamu adalah apa yang keluar dari mulutmu.
Siapa kita,terlihat dari ucapan kita.انت ما تقولوا
Subhanallah..Allah Ciptakan Lisan kita Untuk kita Gunakan Untuk memuji Allah SWT…Maka Nabi bersabda Palyakul Khairan AU liasmut
………