Mata Air di Tengah Kegersangan: Franchise untuk Walikota Bima

Ketika membuka media sosial pagi ini, ucapan doa dan pengharapan untuk H Muhammad Lutfi SE, Walikota Bima (selanjutnya Pak Wali) bertebaran. Pun di beberapa WA Grub. Rupanya Pak Wali berulang tahun ke-50. Ya, setengah abad. Dirayakan secara sederhana bersama keluarga di kediamannya.

Secara personal saya tidak mengenalnya begitu dekat, tetapi merunut cerita tentang Pak Wali adalah hal gampang. Sebagai pribadi, Ia telah jatuh bangun, tumbuh dan mengakar kuat di ibukota sebelum “pulang kampung” dan menjadi Walikota Bima.

Penulis bersama Pak Wali, Ketua MK, dan Direktur Alamtara Institute di Kalikuma Library, Ule, Kota Bima.
Aktivis pergerakan reformasi dan anggota DPR RI adalah “salah dua” dari sekian banyak identitasnya. Ia dikenal humanis dan dekat dengan masyarakat. Sifat ini semakin membuatnya dikenal dan terkenal di panggung politik lokal dan nasional. 


Siapa Sosok di Belakang Pak Wali?

Saat menjadi Walikota, Ia bekerja senyap. Gaungnya hilang. Kalah gemerlap dengan sang ibu negara. Itu karena sang ibu negara punya barisan penyangga yang siap merangkap jadi jurnalis dadakan. Membanjiri media sosial dengan apa saja dan kapan saja.

Baca juga: Perempuan yang Menyuluh Obor: Tribute untuk Atun Wardatun

Dari yang serius hingga yang manis-manis kriuk macam remahan rengginang. Juga karena ibu negara yang cantik dan ramah punya aktivitas di mana-mana, kapan saja yang selalu menarik di mata jurnalis lokal.

Soal publikasi ini, secara statistik jelas sekali Pak Wali kalah telak dari ibu negara. Tapi saya pun tidak percaya, jika aktivitas Pak Wali kalah dari ibu negara.

Sebagai pemimpin tertinggi di kota teluk ini, Ia tentu punya agenda kegiatan yang padat merayap. Formal dan informal. Aktivitas birokasi hingga sosial dan politik. Harusnya daya magisnya lebih kuat dari siapapun.

Baca Juga  Membincang Maqashid al-Syari’ah ala Gus Nadir (2)

Bisa jadi, pergerakan dan ide-ide cerdasnya tidak terjamah publikasi, atau mungkin sedikit sekali dipahami dan diterjemahkan dengan lugas. Membuat banyak kita bertanya, mengapa ini? Mengapa itu? Atau berapa ini? Dan berapa itu?

Harapan dan PR  untuk Pak Wali

Di ulang tahun ke-50 dan tahun ke-3 menjabat, predikat sebagai Walikota yang rendah hati dan merakyat, tentu tidak cukup. Sebab ini zaman gadget, dan zaman media sosial, yang mana semua orang bisa menjadi pewarta sekaligus penggiring opini publik.

Publikasi tidak saja berperan besar dalam pencerahan menuju benderang informasi, tetapi juga sebagai bagian dari akuntabilitas publik: Apa dan bagaimana Pak Wali mengelola kota tepian air ini.

Soal timbunan yang terus melebar di teluk misalnya, soal lampu-lampu yang menambah gemerlap kota. Soal food court yang tidak nampak sebagai food court, soal ekonomi kreatif yang terus didorong bertumbuh di pelosok-pelosok kota, soal relokasi, soal air bersih, soal banyak hal.

Yang bisa jadi bukan soal benar atau salah, tetapi soal transfer informasi yang tidak akurat. Membuat banyak asumsi lahir dan beranak pinak dalam hitungan hari. Lewat jari dan tombol share yang bisa memainkan opini publik. Harusnya, jari-jemari publikasi dituntut memainkan perannya untuk mencerahkan publik dan menyebar optimisme tentang masa depan tanah maja labo dahu. 

Kecuali jika Pak Wali, yang humble dan sederhana – hingga konon ibu negara harus mengeluarkan jurus-jurus manis agar Pak Wali mau mengenakan baju baju terbaik di setiap acara – memang memilih untuk tetap down to earth. Membumi. Membersamai masyarakat, agar jarak seorang Walikota dan rakyat biasa tak begitu lebar.

Baca juga: Refleksi Pemilukada NTB, 2020: Perempuan, Kemampuan atau Keturunan? (2)

Baca Juga  Membaca Pemikiran Komaruddin Hidayat

Pilihan yang agak kompleks untuk posisi pejabat publik dan politisi. Pun untuk jargon baru Kota Bima yang baru saja diluncurkan: Smart City!
Sebab salah satu ruh dari smart city adalah benderang dan banjir informasi. Akses dan handling cepat dan tepat terhadap beragam isu. Isu yang didiskusikan serius di ruang-ruang pertemuan hingga topik yang berseliweran di warung-warung kopi.

Akhirul kalam, selamat ulang tahun walikota Bima H Muhammad Lufti SE, selamat atas anugrah Pratama Kota Layak Anak untuk Kota Bima tercinta tahun ini. All the best!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *