Merasa Diri Lebih Baik

KITA tentunya masih ingat dengan peristiwa Adam a.s dan Iblis. Adam a.s dengan kekhilafan yang dia lakukan, menyebabkannya harus keluar dari kenikmatan surgawi, tetapi Adam dengan perjuangan yang maksimal dan panjang, dengan tulus mengakui kekhilafannya di hadapan Tuhan, dia terampuni dan kembali mendiami surga.

Sementara Iblis dengan keangkuhannya menyebabkan Tuhan amat sangat tersinggung, dengan berbagai cara dia meminta maaf kepada Tuhan, tetapi rupanya pintu maaf sudah kehilangan kunci, sehingga Tuhan tidak memaafkannya.

Pertanyaannya, mengapa Adam mendapatkan dispensasi berupa ampunan dari Tuhan, sementara Iblis tidak mendapatkan dispensasi?

Mari kita simak dengan serius firman Tuhan di dalam surah al A’raf ayat 12; “Qāla mā mana’aka allā tasjuda iż amartuk, qāla ana khairum min-hu, khalaqtanī min nāri wa khalaqtahụ min ṭīn”. Allah berfirman: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?, Iblis menjawab, saya lebih baik dari pada dia: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.

Baca Juga: Salat Memberi Energi Baru

Di penghujung ayat di atas menerangkan dengan sangat jelas, bahwa di dalam hati iblis, ada satu rasa yang membuat Tuhan tidak membuka pintu maaf-Nya,  yakni Iblis “merasa diri lebih baik” dari Adam. Seandainya Iblis hanya tidak patuh pada perintah Tuhan, mungkin Tuhan akan memaafkannya, akan tetapi karena keangkuhan dan kesombongan di dalam hatinyalah, sehingga Tuhan sangat murka.

Bercermin dari pengalaman empirik Iblis, maka kita patut  untuk berhati-hati jangan sampai ada rasa di dalam hati bahwa “diri ini lebih baik”, seperti yang dirasakan oleh Iblis.

Banyak sekali aktivitas dan kondisi tertentu dalam hidup ini yang bisa menggeret kita untuk merasa diri lebih baik seperti yang dirasakan iblis, jika kita tidak eling dan tidak berhati-hati. Mari kita menyoal diri masing-masing, khususnya terkait dengan aktivitas ibadah harian yang kita jalani, apakah ada rasa bahwa diri ini lebih baik dari yang lain?

Baca Juga  Tak Perlu Takut Menuju Kematian

Mungkin pada saat tertentu kita merasa lebih alim atau lebih saleh atau lebih rajin dan lebih taat beribadah daripada orang lain, dan rasa itu bisa menggeret hati kita untuk merasa lebih baik dari orang lain seperti rasa yang ada pada iblis.

Maka sebagai sikap yang hati-hati dan eling, kita dianjurkan untuk menjalankan syariat agama dengan tulus, polos, apa adanya, dan beribadahlah untuk diri sendiri dan karena Tuhan, bukan karena siapa-siapa dan bukan karena apa-apa. Kalau beribadah karena siapa-siapa dan karena apa-apa, tentu akan membuat gerakan ibadah kita tidak orisinil, tetapi dibuat-buat, diada-adakan dan tentunya ada celah untuk membandingkan dengan orang lain.

Demikian pula kita mungkin pernah merasa bahwa bacaan kita sangat bagus dan sangat fasih dalam membaca al-Qur’an, rasa itu akan menggeret hati dan pikiran kita untuk merasa bahwa bacaan kita lebih baik dari bacaan orang lain. Maka penting di dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an, baik di dalam salat maupun di luar salat, untuk tidak membuat perbandingan dengan siapa saja, agar kita tidak bersengaja merekayasa langgam dan cengkokan bacaan kita.

Baca juga: Kecanduan Salat, Bisakah?

Atau mungkin kita pernah merasa bahwa hafalan al-Qur’an kita lebih baik dan lebih banyak dari pada orang lain, rasa itu bisa jadi akan menggeret kita untuk merasa lebih baik dari orang lain. Maka agar rasa itu tidak muncul, bacalah ayat-ayat al-Qur’an sesuai kebutuhan dan sesuai dengan situasi, tanpa harus mengingat-ingat jumlah dan kualitas bacaan dan hafalan kita.

Selanjutnya kita juga mungkin pernah ada rasa bahwa cara salat kita lebih khusyuk dari yang lain, karena memiliki tata cara yang berbeda dengan yang lain, rasa itu akan dapat menggeret hati kita untuk merasa lebih baik dari orang lain. Itulah sebabnya ketika salat, kita dianjurkan menatap ke tempat sujud, agar kita tidak berkesempatan mendikte dan membandingkan gerakan salat kita dengan orang lain, dan agar kita tidak merekayasa gerakan-gerakan sehingga nampak eksklusif.

Baca Juga  Perilaku yang Mati Rasa

Mungkin pula kita pernah merasa bahwa rukuk dan sujud kita lebih lama dari orang lain, rasa itu juga dapat menggetarkan hati untuk merasa lebih baik dari orang lain. Karena itulah Tuhan menuntun kita untuk rukuk dan sujudlah bersama orang-orang yang rukuk dan sujud, agar kita tidak berkesempatan untuk saling menilai.

Di samping pada tataran ibadah harian, mungkin juga pada tataran elemen kehidupan yang lain, kita pernah merasa diri lebih baik dari orang lain, semisal merasa lebih pintar, lebih kaya, lebih sopan, dan lebih pantas. Maka marilah kita evaluasi diri kita masing-masing, agar eling untuk tetap berhati-hati dalam memposisikan hati—tetap pada posisi yang bersih dari rasa lebih baik dari siapa saja.

Baca juga: Menjalani Takdir sebagai Penunggu

Mari kita renungkan dengan mendalam apa yang disampaikan Rasul saw dalam sabda beliau, “La yadkhulul jannata man kana fi qalbihi mitsqala dzarratin min kibrin.” Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.

Rasa sombong yang ada di dalam diri iblis tatkala dia membangkang dari perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam, yang mendorong lisannya berucap “saya lebih baik daripada Adam” harus menjadi iktibar dan pelajaran berharga bagi kita, bahwa kondisi itulah yang membuat Tuhan murka kepadanya, dan kita harus berusaha untuk tidak mewarisinya—dalam arti jangan pernah merasa lebih baik dari siapapun dan dalam hal apa pun.[]

1 komentar untuk “Merasa Diri Lebih Baik”

  1. Astagfirullahal adzim….khilaf ya Rabb
    Tidak bisa dipungkiri sebagai manusia biasa…mungkin saja pernah merasa “lebih baik” Dari orang lain…🤔🙏🙏
    Mari berbenah mulai dari sekarang untuk kebaikan diri sendiri juga orang lain agar tdk menanamkan rasa “riya'” Pada hati kita sahabat…..🙏👍👍karena jika sdh tertanam perasaan “merasa lebih dari orang lain…pasti sikap dan ucapan jg akan beriringan mengikuti setiap laku kita, berhati-hati dalam berprasangka, berhati-hati dalm berucap dan bersikap 😇👍👍
    *jangan sampai ada luka di antara kitaa……*hehe begitu kira2 ayahanda nggih,,

    Terima kasih atas nasihat, motivasimu ayahanda….👍🙏
    Semoga selalu teriring keberkahan dan kebahagian untuk ayah n keluarga disana ,,aamiin aamiin Ya Rabb 🤲

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *