Tak Perlu Takut Menuju Kematian

KITA pasti pernah atau sebagian besar pernah melakukan perjalanan ke luar kota, atau melakukan musafir ke suatu tempat yang jauh, dan bila perjalanan ke tempat itu merupakan perjalanan pertama yang kita lakukan, pasti di dalam hati ada rasa takut, gundah, dan khawatir, karena kita belum tahu secara pasti situasi dan suasana di tempat tersebut.

Berbeda rasanya di dalam hati apabila di kota tujuan itu sudah ada yang menunggu kita,  yang akan menjadi penunjuk jalan dan membawa kita menuju lokasi tempat tujuan, maka perjalanan itu akan kita tempuh dengan semangat, nyaman, tidak takut, dan tidak pula khawatir.

Jika perjalanan menuju kota yang belum pernah kita datangi itu di-qiyas-kan dengan perjalanan kematian, di mana semua kita pasti bakal menuju ke sana, di dalam diri ada rasa takut dan khawatir, karena perjalanan kematian itu di samping menjadi perjalanan pertama bagi semua orang, juga kita belum pernah mendapatkan cerita atau pengalaman terkait situasi  dan susana dalam perjalanan kematian itu.

Baca juga: Kematian: Keniscayaan yang Alamiah

Semua yang sudah menempuh perjalanan kematian tak pernah kembali lagi, walau hanya untuk berkisah tentang situasi dan suasana alam kematian, sehingga sampai saat ini perjalanan kematian itu tetap menjadi perjalanan nyata, namun misterinya belum terpecahkan.

Tuhan hanya memberikan gambaran sekilas tentang perjalanan menuju kematian melalui firman, melalui ilham lewat nabi dan rasul, dan melalui pengetahuan laduni yang dipaparkan oleh para alim ulama pewaris nabi.

Ingatkah kita dengan kalimat istirja’, inna lillahi wainna ilaihi roji’un”? Bahwa kita datang ke dunia berasal dari sisi Tuhan, dan pada saatnya nanti, kita akan kembali menemui-Nya.

Kalau pada perjalanan musafir  ke luar kota, kita akan merasa nyaman jika ada yang menunggu, yang akan mengarahkan kita menuju lokasi tujuan, maka seharusnya demikianlah perasaan dan hati kita menuju perjalanan kematian, di mana perjalanan kematian menuju barzakh adalah perjalanan yang menyenangkan dan penuh optimis, karena di ujung perjalanan hidup yang kita jalani saat ini (kematian) ada Tuhan yang menunggu kedatangan hamba-Nya.

Baca Juga  Ketika Muhammad Bertamu ke Rumah Kita

Sebagai orang yang yakin akan janji Tuhan, bahwa Dia Maha Mengasihi, tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya, maka seharusnya kita bergembira menuju kematian, karena menuju kematian berarti menuju Tuhan yang selama ini kita puji.

Baca juga: Memahami Kematian, Menghargai Arti Hidup

Tuhan akan menerima kita dengan sangat senang, penuh rasa cinta dan sayang, sebagaimana diungkapkan melalui hadis qudsi, “Almautu ayatu hubbis shadiq”. Bahwa maut (kematian) itu salah satu bukti  dari kecintaan dan kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya.

Di ujung kehidupan kita, di alam yang diisyaratkan nyata namun misteri itu, Tuhan menunggu dan akan menyambut kita sebagai hamba-Nya dengan penuh kasih sayang dan amat sangat ramah. “Salāmun ‘alaikum ṭibtum fadkhulụhā khālidīn”. “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu, maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”. Demikian Tuhan menjelaskan sikap dirinya pada surah Az-Zumar ayat 73 yang ramah dan penuh kasih sayang kepada hamba-Nya yang datang menuju kematian.

Tuhan menunggu untuk mendengar bagaimana kita merefleksikan perjalanan diri ini di hadapan-Nya, perjalanan panjang yang telah kita lalui selama diberikan kesempatan untuk hidup di atas bumi ini.

Setelah kita merefleksikan seluruh lika-liku perjalanan diri kita selama di bumi, kemudian Dia akan menuntun arah perjalanan  kita selanjutnya di alam yang baru dengan suasana yang tentunya sangat asing bagi kita.

Jalan yang akan kita tempuh pada alam kematian itu akan diarahkan Tuhan sesuai dengan material persiapan yang telah kita kumpulkan selama berkiprah di atas bumi ini, dan tidak ada sedikitpun  akan dizalimi oleh Tuhan.

Jalan menuju kematian itu sesungguhnya menjadi strategi atau skenario Tuhan dalam mendidik kita agar senantiasa mengelola hidup  dengan kreatif dan lebih bermakna, agar kisah yang akan kita perdengarkan di hadapan Tuhan nantinya adalah kisah yang indah, kisah yang tidak membuat kita malu. 

Baca Juga  Mendidik Diri Sendiri

Tuhan akan menuntun kita menuju satu tempat berkumpul dengan orang-orang terkasih, bahasa Nabi; ila ar rafiqil a’la, menuju satu tempat berkumpul bersama orang-orang yang baik, orang-orang yang saleh.

Baca juga: Jangan Mati sebelum Waktunya

Maka bagi kita yang beriman dan sangat yakin kepada-Nya, tidak ada alasan untuk kita harus takut menuju kematian. Di alam yang baru itu ada Tuhan yang menunggu, Tuhan Yang Maha Kasih Sayang, Yang Maha Baik Pembalasannya,  dan Yang Maha Bijaksana dalam sikap-Nya.

Pantasnya kita optimis  menuju kematian itu, karena menuju kepada kematian  semakna dengan pulang keharibaan sang Maha Cinta, yang amat besar ampunan-Nya dan yang amat luas maaf-Nya.

Dengan demikian kesadaran dalam diri kita akan kepastian menuju kematian itu, seharusnya akan melahirkan sikap optimisme dalam diri kita, bukan sebaliknya yakni ketakutan, karena kematian itu hakikatnya melangkah menuju pertemuan abadi dengan sang  Maha Kasih, sebuah pertemuan yang tentunya amat sangat membahagiakan.[]  
 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *