Sikap Hidup terhadap Dunia dan Akhirat

UMUMNYA orang kaya secara materi adalah orang yang segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan segera dan tercukupi, dan hampir seluruh keperluan hidupnya tak lagi menjadi masalah, bahkan oleh karena merasa segala keperluan hidupnya terpenuhi, dia amat sedikit keinginan dan hasrat terhadap materi.

Apa yang diangan-angan dan dikhayalkan, ada rasa optimis di dalam dirinya untuk dapat memilikinya, dan atas dasar optimisme itulah dia tidak terlalu berhasrat terhadap sesuatu, seakan-akan tidak lagi membutuhkan sesuatu dalam hidupnya.

Urat nadi keingininannya sepertinya sudah putus, sehingga apa pun bentuk godaan materi tidak membuatnya tergiur.

Berbeda dengan orang miskin, apa yang diangan-angan dan dikhayalkan hanya menjadi angan dan khayalan semata, rasa optimisme di dalam dirinya untuk dapat memiliki apa yang dikhayalkan hanya sedikit saja, sehingga harus bersusah payah untuk melakukan apa saja, demi mendapatkan dan memiliki apa yang diinginkan.

Tidak peduli dengan situasi dan kondisi alam, tidak peduli dengan jarak yang jauh, tidak peduli dengan bahaya, dan bahkan tidak peduli dengan ancaman terhadap dirinya. Dia akan selalu berambisi untuk melakukan apa saja untuk memenuhi hasrat dan keinginan dalam kekurangan yang dirasakannya.

Baca juga: Berterima Kasih Kepada Diri

Orang kaya lebih gemar berinvestasi secara diam-diam dan tidak nampak ambisinya, sehingga apa yang dimiliki hanya untuk pemenuhan hasrat keinginan tertentu saja, karena segala keperluan hidupnya sudah terpenuhi, maka segala apa pun dari materi yang menggiurkan banyak orang,  disikapinya dengan dingin dan biasa-biasa.

Berbeda dengan orang miskin, tak ada bayangan tentang investasi, yang ada di dalam pikiran bagaimana pemenuhan kebutuhan saat itu. Dia memburu sesuatu kadang dengan ambisi di luar batas. Bahkan terkadang untuk pemenuhan ambisi, tak sedikit yang merasa bahwa waktu 24 jam sehari sangatlah pendek.     

Dan orang kaya biasanya tidak ngoyo (tidak melampaui batasa) dalam mengejar keperluan hidupnya, karena apa yang dikejar oleh kebanyakan orang, pasti dapat dimiliki atau bahkan sudah dimiliki.

Baca Juga  Orang Jawa Berprestasi di Pulau Sumatera: Why Not?

Berbeda dengan orang miskin, harus ngoyo, jika tidak, maka keperluan hidupnya saat itu tak akan dapat dipenuhi. Waktu yang berputar 24 jam sehari sering dirasa tak cukup untuk memperjuangkan kebutuhan dan keperluan hidupnya sehingga harus ngoyo.

Perbandingan yang diurai di atas hanyalah sebuah ilustrasi rasionil hanya untuk mengajak pembaca menjadikannya sebagai takaran perenungan yang bijak dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat.

Sebagaimana juga Tuhan di dalam al-Qur’an surah az-Zukhruf ayat 32, juga menggunakan kepemilikan harta sebagai iktibar, “A hum yaqsimụna raḥmata rabbik, naḥnu qasamnā bainahum ma’īsyatahum fil-ḥayātid-dun-yā wa rafa’nā ba’ḍahum fauqa ba’ḍin darajātil liyattakhiża ba’ḍuhum ba’ḍan sukhriyyā, wa raḥmatu rabbika khairum mimmā yajma’ụn”.

Artinya, “apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Dalam kajian para mufassir menjelaskan ayat di atas, bahwa firman tersebut ingin mengkomunikasikan kepada kita bahwa pembagian hamba  yang ditetapkan sebagai orang yang kaya dan miskin sudah sesuai dengan ketetapan Tuhan. Dari semua ketetapan yang telah diberikan dan apa-apa yang terjadi di dunia ini adalah iktibar bagi siapa saja yang mau dan mampu mengambil pelajaran. Tuhan memberikan pembelajaran sebagai iktibar buat hamba-Nya, salah satunya dengan bentuk kepemilikan harta (ada yang berkecukupan dan ada yang berkekurangan).

Harapan dari memunculkan ilustrasi di atas tentang gambaran sikap orang yang berkecukupan dan tak berkecukupan, dapat kita baca dan cermati dengan bijak, sehingga dapat menemukan iktibar sebagai pembelajaran yang sangat berarti dalam memandang dan menyikapi kehidupan dunia dan akhirat.

Baca Juga  Terasa Sangat Singkat

Kehidupan yang kita jalani memiliki dua kutub yang saling tarik-menarik antara kutub dunawi dan kutub ukhrawi, dan keduanya membutuhkan perhatian,  perjuangan, sikap, dan perbuatan nyata.

 Kolom “HIKMAH” saat ini dengan ilustrsi bagaimana sikap orang kaya dan miskin dalam kesehariannya, sesungguhnya ingin mendialogkan bahwa gambaran kehidupan orang yang berkecukupan (baca: orang kaya), sangat baik jika dijadikan sebagai pilihan sikap dalam memandang kehidupan dunia, sehingga kita tidak terlalu berambisi, tidak terlalu serakah, tidak terlalu memaksakan kehendak. Menyikapainya seperti orang yang sudah berkecukupan, sehingga kita bisa bersikap sesederhana mungkin, tidak silau, dan tidak nampak hasrat yang sangat membutuhkannya.

Baca juga: Komitmen untuk Hidup Seimbang

Sebaliknya bahwa gambaran sikap hidup orang yang berkekurangan (baca: orang miskin), juga akan sangat baik jika dapat dijadikan sebagai pilihan sikap dalam memandang dan merespon kehidupan akhirat, sehingga kita tidak terlalu santai—tetapi harus berambisi untuk menyiapkannya, tidak pesimis dan berpasrah diri—tetapi harus serakah mengumpulkan segala kebutuhan ukhrawi, tidak berputus asa—tetapi harus memaksakan diri merebut waktu dan kesempatan sebanyak-banyak untuk keperluan ukhrawi.

Menyikapi keperluan akhirat seperti orang yang berkekurangan, sehingga kita bersikap layaknya orang yang silau dan sangat berhasrat dalam membutuhkan dan meraihnya.

Sebagai catatan akhir, hendaknya kita bersikap seperti orang kaya tatkala menatap dunia dan seperti orang miskin tatkala menatap akhirat. Orang kaya sudah terpenuhi segala kebutuhan dan keinginannya, sementara orang miskin masih banyak kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi.[]

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *