Belajar untuk Salat Khusyu’

DALAM konteks salat kita sering mendengar tentang khusyu’, termasuk di beberapa ayat dalam al-Qur’an dapat kita temukan anjuran dan bahkan pujian bagi orang-orang yang dapat mencapai kekhusyu’an dalam ibadah salat yang didirikan.

Khusyu’ adalah ketenangan dan kepasrahan terhadap Tuhan di dalam melaksanakan ibadah salat. Artinya dalam upaya mencapai kualitas khusyu’, paling tidak ada tiga unsur yang harus kita hadirkan dalam diri kita tatkala berada di dalam keheningan ibadah, yakni sikap merendah (al-inkhifaadh), (sikap tunduk atau patuh (adz-dzull), dan sikap tenang (as-sukuun).

Dalam satu riwayat yang dapat dipercaya, Nabi saw memperlihatkan kekhusyu’an diri di dalam salatnya seperti dijelaskan, bahwa tatkala beliau telah masuk ke dalam kaifiat salat, tubuhnya berdiri seperti pohon kayu yang sudah mati yang ujung bawahnya tertancap kuat ke dalam tanah. Berdiri dengan tegak, tidak bergerak sedikitpun, tidak oleng, dan tidak respon terhadap sekitanya.

Kemudian Nabi menjelaskan dirinya juga, bahwa tatkala beliau salat, dirinya sedang beristirahat dari segala kesibukan yang membebani hidupnya. Beliau benar-benar istirahat dari berpikir tentang selain Tuhan, istirahat dari berkarya selain karya yang digariskan dalam gerakan salat, dan hatinya istirahat dari merasai selain kehadiran Tuhan.

Baca juga: Salat Memberi Energi Baru

Dengan memahami sebagian dari sifat salat Nabi saw di atas, penting untuk menyoal diri kita masing-masing, bagaimana kita dapat belajar mencapai titik puncak dari kekhusyu’an ibadah?

Sesungguhnya Nabi ingin mengkomunikasikan kepada kita bahwa salat yang dilaksanakan dengan khusyu’ terutama dalam berjamaah akan memancarkan aura positif ke orang-orang yang berada di ruang area sekitaran kita, sehingga penting untuk menata hati, pikiran, dan fisik agar kehadiran ketiga unsur tersebut berada dalam satu kesatuan (baca: fokus) dan dapat bersinergi dalam mengeluarkan energi di dalam ruang dan waktu salat.

Jadi untuk mencapai kekhusyu’an di dalam salat, pastikan tubuh ini berada dalam ruang salat, di mana tidak ada satu pun gerakan tambahan di luar gerakan yang disyariatkan dalam salat. Nabi mengajari kita untuk melupakan gerakan-gerakan yang biasa dikerjakan di luar salat dengan memperlihatkan dirinya seperti pohon yang mati.

Baca Juga  Percaya pada Kemampuan Diri

Juga di saat salat, kita harus pastikan bahwa pikiran ini berada dalam ruang dan waktu salat, sehingga tidak ada pikiran lain yang berseliuran selain fokus pada muatan-muatan salat. Demikian pula hati, saat salat kita pastikan berada seutuhnya dalam ruang dan waktu salat, sehingga tidak ada kesempatan lagi untuk ngacir mengkhayalkan dan merasakan sesuatu di luar ruang dan waktu salat, begitu cara Nabi mengajarkan kita untuk istirahat di dalam salat.

Selama ini kita alpa dari memahami bahwa gerakan salat dengan kekuatan bacaan yang mengiringinya, akan menciptakan aura positif seperti yang dikenal dalam dunia fisika yang bernama quantum, suatu energi yang keluar dari interaksi yang dapat mengubah nilai gerakan dan bacaan menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi pelaku salat dan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya (bahasa Nabi: meningkat menjadi dua puluh tujuh derajat).

Baca juga: Kecanduan Salat, Bisakah?

Kondisi ini akan dapat dirasakan apabila kita mampu melakukan gerakan dan bacaan sebagaimana sifat dari salat Nabi, “Shallu kama raitumuni ushalli”. Salatlah sebagaimana engkau melihat aku salat.

Dengan memahami bahwa salat itu membawa energi quantum, maka untuk mencapai kekhusyu’an dalam salat terutama saat salat berjamaah, penting untuk memastikan bahwa diri ini telah khusyu’ dan orang-orang di sekitar kita pun dapat mencapai kekhusyu’annya.

Maksudnya, untuk mencapai kekhusyu’an diri dalam salat, tidak bisa lepas dari sifat salat dari orang-orang yang ada di sekitar kita, maka penting untuk kita saling menjaga sifat salat masing-masing secara bersama-sama.

Bila kita melakukan salat, ingatlah bahwa saat itu kita tidak akan melakukan gerak selain yang dituntun oleh syariat salat. Apabila terjadi gerakan-gerakan yang di luar gerakan salat, pasti akan mengurangi tingkat pencapaian kakhusyu’an diri dan orang-orang yang ada di sekitar kita.

Baca Juga  Memandangi Garis-Garis Altruistik

Dalam tataran praktis, sering ada gerakan-gerakan yang tidak perlu dan tidak prinsip untuk dilakukan, entah oleh karena lupa atau memang tidak sadar dirinya sedang di ruang salat. Sifat salat yang demikian itu akan sulit untuk mencapai kekhusyu’an salat, karena ada orang-orang di sekitarnya yang terusik kekhusyua’an salatnya.

Ada kalimat bijak dari para ulama kita yang patut kita camkan baik-baik kaitannya dengan sifat salat yang kita tunaikan, “jika khusyu’ hatinya, maka pasti khusyu’ pula badannya”

Di samping gerakan yang tidak perlu, juga terkadang suara dalam bacaan salat, kita harus ingat bahwa hanya imam yang boleh me-jahr-kan (baca: bersuara) beberapa bacaan, dan selebihnya sir (tak bersuara). Namun dalam tataran praktis, beberapa di antara jamaah men-jahr-kan seluruh bacaan salatnya yang begitu mengganggu pendengaran orang-orang di sekitarnya.

Sifat salat seorang makmum dengan men-jahr-kan semua bacaan dalam salat, sulit untuk mencapai kualitas khusyu’, karena ada orang-orang di sekitarnya yang diganggu kekhusyua’an salatnya.

Demikian pula dengan gaya busana dengan tulisan-tulisan yang terbaca dengan jelas, juga turut mengganggu nilai kakhusyu’an salat. Dan masih banyak hal lain yang perlu kita sikapi dengan serius untuk mencapai kekhusyu’an bersama dalam salat berjamaah.

qad aflaḥal-mu`minụn, allażīna hum fī ṣalātihim khāsyi’ụn”. Sungguh beruntung orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salat mereka.” (QS. Al-Mukminun: 1-2).

Keberuntungan dimaksud dalam ayat di atas tentunya keberuntungan spiritual yang hanya dijanjikan untuk orang beriman yang salatnya mampu menghadirkan dialog spiritual dengan Tuahnnya dan mampu memutus seluruh komunikasi dengan siapa saja dan apa saja selain Tuhan.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *