Begum Khaleda Zia: Celebrities in The World of Politicians

Khaleda Ziaur Rahman atau dalam bahasa Bengali, Khaleda Khanam Putul. Ia lebih familiar dikenal dengan Khaleda Zia, lahir pada 15 Agustus 1945 Jalpaiguri di Dinajpur sebuah kota dan markas distrik yang terletak di Divisi Rangpur, Banggala Timur, India (yang sekarang menjadi Bangladesh).

Ia terlahir dari seorang “businessman resident”, Iskandar Majumder dan Taiyah Majumder seorang ibu rumah tangga Bangladesh yang pernah menerima “Begum Rokeya Padak”. Khaleda Zia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, di antara saudara-saudaranya yakni Begum Khurshida Jahan Haq, Sayeed Iskandar, Shanim Iskandar, Shelina Islam.

Ia adalah wanita pertama yang menjadi politikus Bangladesh dan kedua di dunia muslim menjabat sebagai Perdana Menteri negara pada periode pertama Maret 1991 sampai  1996 dan periode kedua Juni 2001 sampai Oktober 2006.    

Awalnya, Khaleda bersekolah di Dinajpur Missionary School dan pada tahun 1960 ia lulus ujian matrikulasi pemerintah dari Dinajpur Girls’ School. Pada tahun yang sama pula Khaleda Zia menikah dengan Ziaur Rahman merupakan kapten tentara Pakistan.

Baca juga: Khofifah Indar Parawansa: Perempuan Berpolitik, Why Not?

Dan akhirnya, menjadi salah satu pahlawan tersohor perang pembebasan negara yang kemudian menjadi presiden negara tersebut. Selanjutnya Khaleda Zia menempuh pendidikan saat masih remaja di University Surendranath College of Dinajpur sampai tahun 1965 dan bergabung dengan suaminya.

Bencana Alam, Krisis Ekonomi, dan Kekacauan Masyarakat 

Bersamaan kondisi darurat di Bangladesh, pada posisi Khaleda Zia menjadi perdana menteri, ia berjuang menyelesaikan masalah ekonomi negara, ditambah negara dalam privatisasi industri dan mendorong investasi swasta. Mengenasnya, saat pemerintah fokus pada peningkatan sistem pendidikan dan ekonomi perempuan, Bangladesh mengalami bencana yang hebat.

Menurut Encyclopedia Britannica, bencana topan yang terjadi di Bangladesh pada 29 April 1991 yakni bencana alam terburuk. Badai yang membawa gelombang setinggi 6 meter menyebabkan tewasnya lebih dari 130.000 orang, sebanyak 10 juta orang kehilangan tempat tinggal, dan kerusakan lebih dari $2 miliar.

Pada tahun 1996, Khaleda memenangkan jabatan kedua, namun kemenangannya diwarnai oleh aksi boikot pemilu yang dipimpin oleh oposisi. Dari banyaknya pemogokan dan protes pada masa kepemimpinannya, Khaleda harus memberi jalan kepada Sheikh Hasinah untuk memenangkan pemilihan dan mengundurkan diri. Namun, tahun 2001 ia mendapat kembali kekuasaan dan berjanji memberantas korupsi serta terorisme.

Tragedi Pembebasan

Menurut Banglapedia National Encyclopedia of Bangladesh, pada tahun 1970 pemilihan umum telah menjadikan Bangabandhu “Sheikh Mujibur Rahman” yang merupakan Ketua Liga Awami satu-satunya juru bicara rakyat Pakistan Timur dan pemimpin mayoritas di Majelis Nasional Pakistan.

Akibat dari adanya penolakan antara penguasa sipil, militer Pakistan, dan Sheikh Mujib, militer Pakistan memulai gerakan pembangkangan sipil setelah 7 Maret 1971 dengan pidato bersejarah Sheikh Mujib. Saat mengadakan pembicaraan, militer Pakistan membawa lebih banyak pasukannya di Bangladesh dan membunuh warga sipil.

Sayangnya, pembicaraan itu gagal dan pada dini hari 25 maret 1971, aksi genosida dimulai dengan tindakan keras Tentara Pakistan terhadap Tentara Pakistan Timur. Walaupun para mahasiswa dan aktivis politik nasional melakukan perlawanan di luar kantor.

Namun takdir berkata lain, pasukan militer itu menyerang dari jalan Kota Dhaka dengan menghancurkan, meledakkan, menembak, membakar orang yang terlihat di jalan, gedung-gedung resmi, dan perumahan. Parahnya lagi, mengambil barang berharga, memperkosa wanita, mahasiswa, dan para guru di Universitas Dhaka dibunuh secara brutal.

Baca Juga  Jangan Pernah Lupakan Sayyidah Hajar

Tepat 26 Maret 1971, Ziaur Rahman melakukan pemberontakan terhadap tentara Pakistan dan bergabung dalam perang pembebasan setelah deklarasi kemerdekaan. Selain Ziaur Rahman, banyak dari kalangan pejabat pemerintah, aktivis politik, mahasiswa, petani, pekerja, profesional serta masyarakat. Sampai pada akhirnya tanggal 27 Maret 1971, Perdana Menteri India, Ny. Indira Gandhi menyatakan dukungan penuh untuk kemerdekaan Bangalis. Bahkan terdapat 11 area perang pembebasan yang dilakukan oleh pasukan India dan para pejuang kemerdekaan.

Saat suaminya Ziaur Rahman melakukan pemberontakan, tentara penduduk Pakistan menahan Khaleda Zia dan ia dibebaskan di Dhaka setelah Bangladesh meraih kemenangan pada 16 Desember 1971. Pada 30 Mei 1981 terjadi pembunuhan brutal terhadap presiden Ziaur Rahman yang membuat Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) menghadapi ancaman.

Presiden Bangladesh baru, Abdus Sattar digulingkan dan panglima militer Jenderal Hussein Mohammad Ershad mengumumkan darurat militer pada 24 Maret 1982. Melihat banyaknya pemimpin keluar, pada saat kritis Maret 1983 , Sattar mengangkat Khaleda Zia menjadi wakil presiden BNP dan tanggal 10 Mei 1984 ia diangkat menjadi ketua.

ISPI (Italian Institute For International Political Studies, Valeria Palumbo) mencatat enam tahun berlalu sejak perang kemerdekaan dan didorong oleh peristiwa suaminya, Zia bertekad memimpin BNP dan melancarkan oposisi terhadap rezim militer Presiden Hussain Muhammad Ershad. Pada tahun 1991, ia berhasil menjadi perdana menteri negara dengan kondisi perempuannya yang sangat terbelakang di dunia.

Keemasan Bangladesh

Khaleda Zia selama berkuasa 1991-1996 mengalami pasang surut setelah bencana topan. Namun, dengan bencana tersebut ia berhasil membuat pemerintahannya bangkit dan mengalami kemajuan yang amat pesat. Situasi bencana saat itu ditangani secara efisien bahkan pertumbuhan industri dan pertanian mengalami percepatan. Nilai pertambahan pajak diberitahukan untuk pertama kali pada tingkat produksi dan impor serta menambah mobilisasi sumber daya anggaran dalam negeri.

Dilanjutkan program penggalian saluran air untuk meningkatkan produksi pertanian dan mengurangi banjir. Selain itu, dalam sektor pendidikan dengan alokasi tertinggi 70% yakni subsektor pendidikan dasar dan pendidikan massal di mana pengenalan pendidikan secara gratis dan wajib bagi perempuan mulai dari uang saku dan program pangan, universitas nasional, universitas terbuka dan universitas swasta serta perguruan tinggi kedokteran.

Baca Juga  Fatima Seedat: Muslimah Reformis dari Afrika Selatan

Tidak berhenti di situ, Khaleda melakukan penanaman pohon yang menjadi gerakan sosial nasional, pembangunan fisik jembatan Meghna-Gumti jalan raya Dhaka-Chittagong, pembangunan stasiun kereta api modern, meningkatkan bandara nasional menjadi bandara internasional. Ada pula perjanjian dengan badan-badan Cina dan Korea untuk pekerjaan persiapan tambang batubara Barapukuria dan proyek Hard Rock Madhyapara.

Baca juga: Nawal el Saadawi: Martir Perempuan yang Bersenjatakan Pena

Termasuk tindakan Khaleda merekomendasi peningkatan gaji dan tunjangan pegawai pemerintah terhadap usia masuk dinas dari 27 tahun menjadi 30 tahun, pembentukan penjaga pantai untuk membatasi penyeludupan dan pembajakan, pembentukan securities and exchange terhadap fungsi pasar saham, memberlakukan undang-undang di Jatiya Sangsad untuk pembagian kartu indentitas.

Kemudian pada tahun 2001-2006 kemajuan lebih banyak antara lain keuntungan negara dalam hal sosial-ekonomi di atas 6 persen, strategi ekonomi yang ramah investasi dilakukan pemerintah Khaleda menarik perhatian pedagang asing.

Tak hanya itu, adapula strategi yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi kemiskinan secara langsung bagi masyarakat kurang mampu di daerah pedesaan dengan adanya program Char Livelihood suntikan dana lebih dari taka 500 crore sebagai kebutuhan mata pencaharian orang miskin yang tinggal di Beting, sehingga populasi kemiskinan berkurang sekitar 9 persen.

Khaleda Zia juga memberikan tunjangan bulanan yang diterima janda dan perempuan yang tertekan. Bukan hanya tunjangan bulanan, Khaleda memberikan pelatihan-pelatihan dan kredit mikro supaya mereka mandiri. Selain masalah sosial-ekonomi, Khaleda juga mementingkan perkembangan sektor komunikasi serta layanan bus antara Dhaka dan Agartala, jalur kereta api antara Dhaka dan Kolkata.

Akhir keemasan

Khaleda Zia memang dikenal sebagai wanita politikus yang banyak melakukan perubahan. Ia sosok yang punya karakter. Ia masuk dalam daftar 100 wanita paling berpengaruh di dunia dibuktikan pada majalah Forbes. Namun, sayangnya, pada tahun terakhir masa jabatannya, ia mengundurkan diri dengan alasan masih adanya banyak masalah. 

Namun, Zia beserta kedua putranya dituduh melakukan korupsi. Semulanya pemilihan kembali diadakan pada Januari 2007 mengalami penundaan akibat kekerasan politik dan pertikaian yang menyebabkan pengambilalihan pemerintah sementara oleh militer tanpa pertumpahan darah.

Ia dipenjara selama 17 tahun, pada tahun 2019, Zia dipindahkan untuk perawatan medis hingga 2020 ia dibebaskan selama 6 bulan atas dasar kemanusiaan dengan syarat sampai pada 2022.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *