Memilih Menjadi Orang Baik

KEHIDUPAN yang kita jalani saat ini tak ubahnya bagai jalan panjang yang memiliki dua jalur perjalanan yang harus kita tempuh dan kita pilih untuk menuju satu titik tujuan, yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan.

Begitu panjangnya jalan yang harus kita tempuh, terkadang bisa saja kita terpeleset ke luar jalur dari jalan yang semestinya, dan tak ada jaminan bagi siapa pun untuk tetap bisa kokoh kakinya pada satu jalur dari perjalanan yang ditempuh, karena bisa saja terpeleset, kesandung, atau bahkan tergelincir ke jalur yang lain.

Posisi kita dalam perjalanan panjang itu—apakah sudah berada pada rute kebaikan atau tergelincir ke rute kejahatan—sangat mudah untuk diketahui, sehingga untuk menghindar dari kesalahan jalur, sesungguhnya sangat mungkin untuk dilakukan, karena kitalah yang paling tahu, yang merasakan, dan sekaligus yang mengendalikan rute itu

Jika perjalanan pada jalan yang riil kita lewati, terdapat gangguan berupa kerikil, lubang, lumpur, atau bahkan kelelahan akibat panjangnya perjalanan, maka begitu pula dengan kehidupan yang kita lakoni, tentu terdapat rintangan-rintangan yang menuntut kita harus berhati-hati agar tidak terperosok atau tergelincir.

Rintangan perjalanan hidup ini bisa bersumber dari hati, pikiran, perasaan, sikap, omongan, bisikan, atau bahkan penglihatan dan pendengaran. Semuanya dapat menjadi kerikil, lubang, atau bahkan menjadi lumpur licin yang membuat kita tergelincir atau terperosok.

Bertahan pada jalur kebaikan dan menjaga diri untuk tidak tergelincir atau terperosok ke jalur keburukan atau kejahatan adalah gambaran dari ikhtiar untuk menjadi orang baik dan sekaligus perumpamaan dari hasrat untuk tidak menjadi orang jahat.

Ketahuilah bahwa orang baik itu adalah orang yang memikirkan bagaimana caranya untuk bisa berbuat baik kapan saja dan di mana saja. Sementara orang jahat adalah orang yang selalu memikirkan bagaimana caranya untuk dapat melancarkan kejahatannya.

Bila di dalam hati dan pikiran kita ada rencana dan angan-angan untuk berbuat baik, lalu berusaha mencari dan menemukan ruang dan waktu untuk menjalankan kebaikan itu, maka yakinlah bahwa kita adalah orang baik, apalagi kebiasaan itu terus kita jalankan secara istikamah, maka kita sedang menempuh jalan yang dilalui oleh orang-orang baik.

Baca Juga  Maulud Nabi dan Angka-Angka yang Berurutan

Sebaliknya bila dalam hati dan pikiran terbetik rencana untuk melakukan aksi kejahatan, memikirkan cara-cara untuk melancarkan rencana kejahatan, atau bahkan memikirkan waktu yang tepat untuk melakukan kejahatan, maka kita dapat memastikan bahwa diri ini adalah orang jahat, apalagi di dalam hati ada rasa dendam sebelum aksi kejahatan itu dilaksanakan, maka saat itu kita sedang menempuh jalan yang dilalui oleh orang-orang yang dimurkai dan sesat.

Bila kita memperlihatkan sikap dan perilaku yang ramah, bersahabat, terbuka, dan bersahaja dengan siapa pun, di mana pun, kapan pun, dan dalam situasi yang bagaimanapun, maka yakinlah bahwa kita adalah orang baik, apalagi sikap dan perilaku itu lahir dari hati yang bersih dan tulus, maka sesungguhnya kita telah melintasi jalan yang telah dilangkahi oleh orang-orang baik.

Sebaliknya bila sikap dan perilaku kita tidak ramah, cuek, jaim, angkuh, dan arogan terhadap orang-orang yang ada di sekeliling kita, maka pastinya kita adalah orang yang tidak baik, apalagi sikap perilaku itu bersumber dari rasa iri, dengki, sombong, dan takabur, maka saat itu sesungguhnya kita sedang menjejaki jalan yang dilewati oleh orang-orang yang menyimpang.

Bila kita berbicara dan berbisik tentang kebenaran, kebaikan, kemaslahatan, dan moralitas, entah dengan siapa saja yang berada di sekitar kita, maka yakinlah bahwa kita adalah orang baik, apalagi jika omongan dan bisikan itu bersumber dari kebeningan dan kesucian hati dan perasaan, maka saat itu kita sedang menapaki jalan orang-orang yang baik.

Sebaliknya apabila kita berbicara dan berbisik tentang keburukan dan kekurangan siapa pun, entah saudara, sahabat, teman, atau pun orang yang baru kita lihat, maka dapat dipastikan bahwa kita adalah orang yang tidak baik. Apalagi aktivitas buruk itu bersumber dari kebiasaan menggibah,  menggunjing, dan menfitnah, maka sesungguhnya  kita sedang menelusuri jejak-jejak orang yang dimurkai.

Baca Juga  Kapan Seorang Hamba Layak Mendapatkan Gelar Muttaqin

Apabila kita menggunakan penglihatan dan pendengaran untuk menemukan sisi baik dan keunggulan siapa pun yang kita jumpai, maka yakinlah bahwa kita adalah orang baik, apalagi jika hal itu kita jadikan kebiasaan, maka saat itu kita sedang menelusuri jalan orang-orang baik.

Sebaliknya apabila kita menggunakan penglihatan dan pendengaran untuk  menelisik kesalahan, aib, dan kealpaan siapa pun, maka yakinlah  kita adalah orang yang jahat, apalagi kalau pandangan dan pendengaran itu bersumber dari sifat ujub dan membanggakan diri sendiri, maka dapat dipastikan bahwa kita sedang mengikuti jejak orang-orang yang tidak beradab.

Dari testimoni indikator orang baik dan jahat (orang yang tidak baik) yang diurai di atas, mari kita lihat soal diri kita masing-masing, apakah kita termasuk orang baik atau sebaliknya, orang jahat?

Bacalah dengan khidmat ayat al-Qur’an surah al-Maidah ayat 100, “Qul lā yastawil-khabīṡu waṭ-ṭayyibu walau a’jabaka kaṡratul khabīṡ, fattaqullāha yā ulil-albābi la’allakum tufliḥụn”. Terjemahannya, Katakanlah, tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Tuhan hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.

Ayat di atas mengajak kita untuk menggunakan pemikiran yang rasionil dalam melakukan aksi-aksi yang membawa kita condong kepada kebaikan atau keburukan, agar kita dapat memilah di antara keduanya dengan menyadari akibat yang akan ditimpakan kepada diri kita sendiri. []

1 komentar untuk “Memilih Menjadi Orang Baik”

  1. Menarik apa yg disuguhkan dlm tulisan ini.
    Jalan kebaikan dan keburukan itu sdh jelas. Salah satu indikatornya, apabila akibatnya akn merugikan, maka itu jalan tidak baik.
    Kl boleh kami mempertegas tafsiran, bhw menaruh maksud jahat kepada orang lain, akn sama dg tidak menyingkirkan batu di jalan yg dilalui. Sesungguhnya memilih jln kebaikan adalah meniadakan beban bagi pelaku dan mengundang kemaslahatan baru bagi yg lain.
    Semoga kita termasuk dlm kelompok mereka yg sllu memilih jln kebaikan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *