Perkawinan adalah suatu hubungan jasmani dan rohani antara seorang pria dan seorang wanita yang tujuannya adalah untuk mewujudkan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Pernikahan merupakan perintah agama menurut hukum Islam dan merupakan satu-satunya bentuk distribusi seksual yang dilegalkan oleh Islam.
Pernikahan beda agama sering terjadi di berbagai negara yang mayoritas beragama Islam dan non-Muslim, misalnya di Indonesia banyak artis dan selebriti yang menikah dengan orang yang berbeda agama. Pandangan mengenai beda agama dan perkawinan campuran masih kontroversial, dan terdapat beberapa pandangan positif seperti 1) toleransi dan 2) cinta universal.
Pernikahan berbagai agama adalah manifestasi dari toleransi dan multipel yang saling menghormati pasangan. Berbagai pernikahan agama dapat menyebabkan konflik agama baik dalam kehidupan sehari -hari dan hubungan keluarga. Perbedaan dalam keyakinan dalam ibadah dan praktik nilai agama dapat menyebabkan ketegangan dan divisi keluarga.
Kata “hukum” dalam konteks hukum perkawinan berarti hukum itu juga mencakup hukum agama. Oleh karena itu, pemeluk agama masing-masing mempunyai hukum yang berkaitan dengan agamanya, dan jika mereka ingin menikah dengan pemeluk agama lain, maka dianggap perkawinan antar hukum yang berbeda.
Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Beda Agama
Pernikahan dalam Pengertian Hukum memiliki arti hubungan atau hubungan yang terkait dengan realisasi perintah Al-Ali. Dan beribadah dengan melaksanakan perintahnya. Dengan demikian, perkawinan bukan sekadar ikatan sipil biasa, melainkan bentuk ibadah.
Mohammad Daoud Ali mengatakan, perkawinan campuran adalah perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang taat dan menganut agama yang berbeda. Di masa lalu, menurut Rusli dan R. Tama, ada peraturan yang mengatur prosedur untuk perkawinan yang dibatasi agama karena perbedaan agama.
Perkawinan Beda Agama menurut Imam Madzhab
Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah berpendapat terkait Mix Marriage:
- Perkawinan antara pria muslim dengan wanita non muslim hukumnya adalaha haram mutlak.
- Perkawinan antara pria muslim dengan ahlul kitab hukumnya mubah (boleh).
Yang dimaksud dengan ahluk kitab yaitu orang yang mempercayai seorang Nabi dan Kitab yang diturnkan oleh Allah SWT.
- Pernikahan antara pria muslim dengan wanita kitabiyah yang ada di daar al-harbi hukumnya makruh tahrim.
- Perkawinan antara pria muslim dan wanita ahlul kitab zimmi hukumnya makruh tanzih.
Madzhab Maliki
Imam Malik berpendapat terkait Mix Marriage:
- Jika pria menikahi wanita kitabiyah hukumnya haram mutlak, jika istri yang kitabiyah akan mempengaruhi dan meninggalkan agamanya.
- Menikah dengan wanita kitabiyah hukumnya makruh baik
Madzhab Syafi’i
Imam Syafi’I terkait perkawinan beda agama:
Menurut imam syafi’I perkawinan beda agama boleh yaitu menikahi wanita ahlul kitab. Wanita-wanita Yahudi dan Nasrani keturunan bangsa Israel dan tiiak termasuk bangsa lainnya.
Madzhab Hambali
Menurutnya, Imam Hanbali mengharamkan pernikahan dengan wanita musyrik agama lain, namun pernikahan dengan wanita Yahudi dan Nasrani diperbolehkan.
Berdasarkan hukum Indonesia saat ini, pernikahan beda agama tidak diakui. Para ulama sepakat bahwa menikah dengan orang musyrik adalah haram. Dalam pandangan ulama, perkawinan beda agama halal jika wanitanya adalah Ahlul Kitab. Keduanya haram jika seorang wanita Ahlul Kitab berpindah keyakinan.
Ilustrasi: Kalikuma Studio
Mahasiswa Pascasarjana UIN Mataram