Tanpa berniat melebih-lebihkan. Mungkin, Ady Mahyudi-lah salah seorang politisi yang dari Bima yang selalu siap bertarung dan bertaruh dalam kontestasi politik lokal di wilayah ini. Pasalnya, Ady Mahyudi telah melewati empat kali Pilkada di Kota dan Kabupaten Bima. Tahun 2008, ia maju sebagai Calon Wakil Wali Kota Bima berpasangan dengan H. Zainul Arifin, pasangan ini kalah dari HM. Nur A. Latif. 2015, ia maju lagi menjadi Calon Bupati Bima, namun kalah dari Indah Dhamayanti Putri, begitu juga di tahun 2020, sebagai Calon Wakil Bupati, ia Kembali kalah dari politisi Golkar tersebut.
Sejarah baru, di Pilkada Kabupaten Bima 2024 ini, bersama Irfan Zubaidy dari Partai Keadilan Sejahtera, ia memenangkan pertarungan orang nomor satu di Kabupaten Bima ini mengalahkan Muhammad Putera Ferriyandi (Putra dari Indah Dhamayanti Putri) yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima.
Di tengah pertarungan yang tiada habisnya itu, Ady Mahyudi seperti melihat cahaya di ujung terowongan. Di antara kekalahan demi kekalahan yang diterimanya selama hampir dua dekade berkontestasi Pilkada. Kali ini, ia tampil lebih percaya diri dan memenangkan pertarungan dengan elegan.
Perubahan sebagai Simbol
Dalam politik, simbol yang dilekatkan kepada politisi menjadi sesuatu yang penting untuk mem-branding seorang tokoh. Ady Mahyudi yang dikenal merakyat dan dekat dengan masyarakat menjadi modal sosial yang tidak bisa dibantah. Ditambah, dalam Pilkada kali ini ia membawa jargon perubahan yang kembali diagungkannya sebagai simbol politiknya melawan hegemoni kekuasaan sebelumnya.
Distingsi inilah yang membuat Ady Mahyudi berbeda dengan tokoh-tokoh lain yang bertarung di setiap Pilkada Kabupaten Bima. Sifat persisten yang ditunjukkannya membuat rakyat bersimpati atas usahanya dalam politik. Sosok politisi persisten seperti ini memang kerap dirindukan oleh rakyat dalam sistem politik yang pragmatis dan buntu.
Dan peluang politik ini dimanfaatkan secara maksimal oleh Ady Mahyudi dengan segala konsekuensinya. Selain itu, jargon perubahan yang kerap tidak terlalu disukai oleh masyarakat karena dianggap sebagai “perusakan” atau “revolusi” atau “disharmoni”. Namun, di tangan Ady Mahyudi dalam Pilkada 2024 lalu menjadi sangat soft, sublim, dan kekinian.
Cara tersebut, menurut saya, menjadi strategi yang efektif dalam meraup suara kaum muda dan simpati kalangan tua melalui gambar, video yang didesain dengan gaya kekinian. Sebaliknya, kompetitor Ady Mahyudi, yang berasal dari kalangan anak muda dalam kampanye-kampayenya terlihat tidak terlalu berminat untuk bermain visual dengan desain dan video yang menarik dan kekinian.
Oleh karena itu, dengan gaya kampanye seperti itu, jargon perubahan dan simbol politik Ady Mahyudi lebih bisa diterima oleh masyarakat Kabupaten Bima. Tentu ini salah satu faktor saja, masih banyak faktor lain yang menentukan kemenangan Ady-Irfan pada Pilkada kali ini.
Konsolidasi Kekuatan
Tidak bisa dipungkiri, konsolidasi kekuatan yang dilakukan Ady Mahyudi dengan menggandeng Irfan Zubaidi merupakan penyatuan dua kutub kekuatan yang besar dalam politik Kabupaten Bima. Kekuatan ini ditambah dengan kesamaan keduanya kalah dalam Pilkada Kabupaten Bima 2020 lalu. Mengingat, kandidat calon kepala daerah di Pilkada 2024 hanya dua calon yang head to head. Jadi suara pemilih tidak terpecah dan terbagi lagi kepada pasangan lain.
Selain itu, Sosok Ady Mahyudi yang masih tertancap kuat selama ini dalam benak masyarakat Kabupaten Bima semakin menemukan signifikansinya. Oleh sebab itu, tidak terlalu sulit untuk memastikan raihan kemenangan bagi pasangan ini dalam Pilkada lalu.
Yang menjadi catatan juga ialah program populis yang ditawarkan oleh pasangan Ady-Irfan mendapat simpati masyarakat. “Selasa Menyapa” yang menjadi salah satu program unggulan pasangan ini kian ditunggu masyarakat. Walau, menurut saya, program ini juga sedikit banyak bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan di Kabupaten Bima. Namun, sebagai agenda kampanye, pemilihan program ini patun diacungi jempol.
Keguyuban masyarakat, gotong royong, duduk bersama, dan kumpul bersama yang selama ini masyarakat telah melakukannya, melalui pasangan ini dijembatani dan diberi beban makna politik untuk wadah silaturahmi pemimpin dan rakyatnya. Pelayanan administratif dan kesehatan yang dilakukan di arena Selasa Menyapa bukanlah solusi jangka panjang yang ditunggu rakyat, melainkan temporal dan spasial.
Jika demikian adanya, tidakkah masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan di Puskesmas atau di Puskesmas Pembantu (Pustu) bisa diselesaikan persoalan tersebut?
Ujian Perubahan
Sebagai seorang politisi yang disimbolkan sebagai “politisi perubahan”, di sinilah ujian bagi Ady Mahyudi itu dimulai. Pertaruhan politisi untuk tetap konsisten di jalur perubahan yang diharapkan masyarakat. Selain itu, persistensi dan distingsi dari seorang Ady Mahyudi dari politisi-politisi lain di Kabupaten Bima menjadi pertaruhan yang harus dimainkannya. Oleh karena itu, dalam keberlanjutan politiknya, menurut saya, penting untuk Ady Mahyudi memantapkan diri untuk berdiri tegas dengan konsistensi politiknya selama ini.
Hal tersebut memungkinkan agar nafas kepemimpinannya di Kabupaten Bima tetap dikenal sebagai politisi yang memiliki ciri khas sendiri. Lebih jauh, untuk memastikan konsolidasi kekuatan dan imaji untuk membangun Kabupaten Bima yang lebih baik dan bermartabat bukan berakhir dengan jargon kosong. Tapi benar-benar menjadi nyata.[]

Alumni Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Founder Komunitas Mbojo Itoe Boekoe