Bima Itu Indonesia

Barangkali ada dua opini besar terkait beredarnya video trending (lepas baju pamer BH) yang jika dikomfirmasi (konon katanya) berlokasi di salah satu pantai di Bima.

Bagaimana cara melihatnya?
Ya biasa saja. Pakai mata.

Kecuali Aceh, NAD. Yang ketat menerapkan syariah dengan elemen-elemen UU dan aturannya, polisi Syariah. Mahkamah Syariah yang diakomodir oleh negara. Barangkali seseorang bebas-bebas saja melakukan hal-hal yang sepanjang mereka memakai baju bukanlah termasuk pornografi atau pornoaksi.

Meski penjabaran ini sangat “debatable“, jua tergantung ruang dan lokasi?

Tubuh perempuan memang demikian adanya. Pada masyarakat dengan nilai-nilai patriarkis. Perempuan dianggap sebagai makhluk ke dua. Subordinant lelaki dengan adagium di kepala mereka. Perempuan untuk lahir, di dapur, kasur, sumur. Selangkangan lelaki.

Nawal mendeskripsikan ini dengan baik dalam catatan-catatan bernasnya. “Perempuan di titik Nol“, atau “Tiada Tempat di Surga Untukku“. Nawal. Pembela feminisme nomer wahid itu. Entah feminis jenis yang mana. Femme fatale?

Jadi cara pandang pertama. Ya mereka di Indonesia. Bima masih Indonesia.
**
Cara pandang kedua adalah cara pandang yang terikat dengan ruang dan waktu.

Ada Matengi Sara, Sara Matengi Qaroa
(Adat bersendirkan Hukum Syariat, Hukum Syariat bersendikan al-Qur’an)

Maja Labo Dahu
(Malu terhadap Allah. Takut terhadap Allah)

Bima. Sebagai salah satu tanah di mana di masa lampau adalah sebuah Kesultanan Islam yang cukup digdaya di kawasan Timur Indonesia, barangkali meskipun kita sudah bukan menganut pemerintahan (theoskratos) demikian tetapi nilai-nilai hidup yang berkelindan dengan Islam sebagai “rule of law cum rule of act” barangkali menjadi catatan tersendiri yang bersifat khusus.

Moral etik masih jua menjadi hal-hal tentang batasan-batasan hidup dan berprilaku meski tergerus jua dengan zaman. Cara pikir dan arus pikir yang berbeda terhadap setiap orang.

Di Bima. Kontrol moral masih menjadi isu utama. Masyarakat jua adalah “agen of control” terhadap banyak fenomena sosial. Entah apapun jenis varian dan derivatnya. Lagi-lagi dengan dalih agama, moral, pranata sosial dan lain.
**
Seorang perempuan di ruang publik menghisap rokok meski bukan pandangan umum juga mengalami persekusi. Tidak elok. Tidak patut dan tidak pantas. Apa ia seorang pelacur?

Lantas membuka baju. Pamer BH, apa tidak akan mengalami persekusi lebih parah jika menengok kita hidup di tanah dimana nilai-nilai agama dan moral masih dipeluk dan dipegang dengan teguh oleh sebagian lain?

Tulisan ini tidak sedang membela siapapun tetapi hanya membantu menarasikan bahwa Bima bukankah jua Indonesia?

Kita memang suka bahas-bahas yang viral, tetapi alpa bahwa sebenarnya ini tak mendidik sama sekali. Barangkali jika seseorang perempuan memilih melakukannya. Itu pilihan mereka secara mandiri dan merdeka dengan semua jenis pertanggung jawaban masing-masing.

Saya pikir. Seseorang merdeka, untuk memberikan statement atas tubuh mereka sendiri.
My Body is My Temple.”
Menyala susuku!


Ilustrasi: www.myxxgirl.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *