Pak Din, Radikal, dan Hoax

DIN SYAMSUDDIN, tokoh Muhammadiyah itu dianggap radikal. Oleh karenanya beliau dilaporkan oleh sekelompok orang yang menamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) – Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).

Benarkah pak Din – Panggilan akrab Din Syamsuddin – radikal? Apakah karena beliau beberapa kali mengkritisi kebijakan pemerintah lalu kemudian dianggap radikal?

Jika beliau berpikiran radikal, apa salahnya? Sebagaimana, apa salahnya Kang Jalal- panggilan almarhum Jalaluddin Rakhmat – berpikir ala Syiah, atau seperti tokoh-tokoh lainnya yang berpikir sekuler atau liberal.

Kalau benar Pak Din karena kritisnya lalu coba dibungkam dengan isu radikalisme, tentu, akan sangat berbahaya bagi negara demokrasi yang menganut Pancasila.

Sejatinya demokrasi memberi ruang kritik dan perbedaan pikiran serta pandangan antarwarga negara sepanjang sesuai kaidah dan norma hukum. Sepanjang tidak menghasut, mengumbar kebencian, serta memecah belah bangsa.

Lagian, apa salahnya berpikir radikal?

Menurut KBBI, berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Sementara radikal berarti secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip).

Kalau diterjemahkan secara bebas, berpikir radikal adalah penggunaan akal budi untuk mempertibangkan dan memutuskan sesuatu secara mendasar sampai kepada hal yang prinsip dan subtansial serta sampai kepada akar persoalan.

Dalam sejarah perjalanan manusia, ada manusia (nabi) yang paling radikal. Yakni Nabi Ibrahim. Dengan pikiran radikalnya, dia mencari Tuhan.

Ibrahim tak percaya bahwa berhala-berhala buatan manusia itu merupakan tuhan yang harus disembah, karena itu dia pun mulai mencari Tuhan yang sebenarnya.

Kala melihat bintang, Ibrahim berkata, “inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia pun berkata, “saya tidak suka kepada yang tenggelam.”

Pun demikian ketika melihat bulan dan matahari terbit, Ibrahim berkata “inilah Tuhanku” dan ketika bulan dan matahari itu terbenam, dia pun berkata ” ini bukanlah tuhanku”.

Baca Juga  Dari Kolom ke Hikmah: Catatan dari Dalam

Andai saja Ibrahim tidak berpikir radikal. Maka, dia tidak akan menemukan dan menyembah Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan yang tidak tenggelam dan terbenam. Tuhan yang menciptakan bintang, bulan, dan matahari.

Saat ini, perilaku penggunaan media sosial pada masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, membuat informasi menjadi bercampur aduk. Kita tidak tahu mana yang benar dan mana informasi yang salah.

Keberadaan internet yang mewadahi media online sehingga tumbuh subur bak jamur di musim hujan, menyebar informasi begitu cepat dan mudah serta bisa diakses oleh siapa dan di mana saja.

Namun, masalah muncul ketika banyak orang menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian, provokasi, dan hoax atau berita bohong dengan berbagai macam kepentingannya.

Orang yang berpikir radikal tidak mudah percaya terhadap suatu fenomena, terhadap suatu informasi sebelum dia menggali, mencari dan kemudian memutuskan sesuatu itu secara mendasar.

Orang berpikir radikal akan selalu mencari secara mendalam apakah informasi yang diterimanya itu benar atau tidak benar. Lebih detailnya, orang yang berpikir radikal tidak mudah terpapar hoax atau berita bohong.

Kembali ke pak Din. Pak Din adalah tokoh bangsa yang sejak remaja sudah mengenal dan tetlibat di organisasi Muhammadiyah. Saya yakin dan percaya tidak ada sedikit pun terlintas dalam benaknya untuk “merongrong” negara.

Itu bisa dilacak dari jejak digital pemikirannya yang berseliweran di sosial media, YouTube maupun melalui buku-bukunya. Dia salah satu tokoh pembaharu Islam yang ide dan gagasannya bukan saja dikenal di kancah nasional tapi juga di dunia internasional. Salah satu buktinya adalah beliau pernah terlibat dalam beberapa organisasi Islam dunia.

Kalaupun ada ujaran atau pernyataannya yang “keras” itu lebih kepada perhatiannya yang begitu besar untuk kemajuan bangsa dan negara ini.

Baca Juga  Kiai Imam Mawardi: Maqasid al-Syari’ah As a Total Approach

Ayolah, jangan sedikit-dikit radikal, agar kita aman dan nyaman bernegara.[]

Ilustrasi: Sindonews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *