Jangan Sekadar Pacuan Kuda

Pergelaran Pacuan Kuda (bahasa Bima; Pacoa Jara) menjadi salah satu budaya yang masih mengakar kuat di masyarakat Bima. Event ini biasanya diselenggarakan empat kali dalam setahun, yakni 1). pada bulan April di acara Bupati Bima Cup, 2). Pada bulan Juli di acara Hari Jadi Bima, 3). Pada bulan Oktober di acara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, dan 4). Pada bulan Desember di acara Hari Ulang Tahun NTB. Setiap Event Pacoa Jara ini, arenanya selalu dipadati oleh masyarakat lokal yang datang dari berbagai pelosok desa bahkan warga daerah lain tertarik untuk hadir menyaksikan event ini.

Daerah Bima, mendapat kehormatan untuk menunjukkan secara langsung budaya Pacoa Jara dihadapan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri, serta youtuber Atta Halilintar dan Aurel.

Dalam kesempatan tersebut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno sangat mendukung tradisi Pacoa Jara Bima di Pulau Sumbawa sebagai, salah satu event berskala Nasional.

Bagi pandangan saya pribadi, pemerintah daerah tidak cukup hanya mengadakan event Pacuan Kuda, melainkan mampu memberikan tawaran lebih untuk menarik minat berkunjung wisatawan, seperti menyediakan paket wisata berkuda di Bima.

Paket wisata berkuda bisa menjadi atraksi pendukung untuk melekatkan semboyan masyarakat Bima yang selama ini sering didengungkan yakni “Ingat Bima, pasti ingat kuda”. Branding ini, harus didukung dengan adanya penciptaan pengalaman berwisata.

Artinya, bukan sekedar memberikan pengalaman menonton pacuan kuda di Bima melainkan dapat memberikan pengalaman secara langsung kepada wisatawan mulai dari pemula hingga profesional untuk menunggangi kuda di lintasan pacu, agar bisa merasakan sensasi berkuda sesungguhnya.

Baca Juga  Oksigen Baru untuk Pancasila

Dengan adanya atraksi wisata berkuda, dapat memberikan edukasi pada wisatawan mengenai kuda dan keterkaitannya dengan daerah Bima. Bila pengunjung belum pernah memiliki pengalaman menunggangi kuda, mereka dapat belajar dengan instrukturnya melalui metode learning by doing.

Akan tetapi, jika wisatawan tidak ingin berkuda, pemerintah setempat dapat menyediakan Benhur (alat transportasi tradisional) bagi pengunjung. Melalui sarana ini, wisatawan dapat diajak berkeliling ke area pacuan kuda maupun ke objek-objek wisata terdekat. Maka dari itu, kita sebagai penyedia jasa harus lebih kreatif dalam menawarkan pengalaman berwisata. Sehingga keberadaan Bima bukan sekedar diketahui tentang adanya event pacuan kuda melainkan dapat mengajak masyarakat secara luas gemar berkuda sembari menikmati wisata.

Ilustrasi: Facebook

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *