MUHAMMAD SAW lahir dalam keadaan yatim, ayah beliau meninggal tatkala beliau berusia tujuh bulan didalam kandungan Ibundanya. Ketika Muhammad SAW berusia 6 tahun, Tuhan kembali memisahkannya dengan Ibunya, seorang yang sangat dibutuhkan dalam mengawal tumbuh kembangnya.
Sekilas kisah dramatis yang dialami Muhammad SAW di usia kecil cukup menyedihkan dalam ukuran manusia biasa seperti kita. Kalau kita renungkan secara mendalam, kita akan menemukan betapa rencana Tuhan cukup indah untuk perkembangan pribadi Muhammad SAW saat itu, saat di mana lingkungan sekitarnya sangat jauh dari kemurnian moral, bahkan karena terpuruknya nilai moral, komunitas itu digelari dengan Jahiliah, suatu gelar bagi suku dan budaya yang amat terbelakang dan terpuruk dari sisi nilai-nilai moral.
Dalam kondisi masyarakat yang mengerikan itu, Tuhan hadirkan Muhammad SAW untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kejahiliahan tanpa didampingi Ayah dan Ibu. Padahal di tangan ayah dan ibulah bergantungnya kondisi baik atau buruknya seorang anak.
Kita yakin bahwa Muhammad SAW telah Tuhan persiapkan menjadi manusia terbaik yang dilahirkan di tengah-tengah manusia; terbaik pisiknya, terbaik prilakunya, terbaik hatinya, terbaik pikirannya, dan terbaik bahasanya. Dengan modal sebagai manusia terbaik itu, tentunya akan membanggakan setiap orang tua termasuk orang tua Muhammad SAW, dan pastinya akan menumpahkan kasih sayang sehabis-habisnya untuk tumbuh kembang anaknya.
Banyak bukti empirik yang bisa kita rujuk, bahwa kebanggaan dan kasih sayang yang berlebih, tidak jarang menjerumuskan tumbuh kembang anak. Sementara Muhammad SAW dipersiapkan Tuhan secara khusus menjadi manusia pilihan yang harus unggul di tengah-tengah masyarakat yang bobrok dari sisi moral.
Bisa jadi karena rencana Tuhan yang begitu besar terhadap kehadiran Muhammad SAW di bumi, menjadi latar pandang Muhammad SAW dihadirkan Tuhan dalam kondisi Yatim Piatu, agar tidak tersentuh dengan pengasuhan yang membangga-banggakan anak dan pengasuhan dengan kasih sayang orang tua yang lebih.
Tumbuh kembang Muhammad SAW yang Tuhan persiapkan sebagai manusia unggul telah disekenariokan Tuhan untuk dan akan dididik langsung oleh Tuhan sendiri tanpa campur tangan orang tua. Jadi pengasuhan Muhammad SAW dilakukan oleh Yang Maha Pengasuh. Tuhanlah yang mengawal tumbuh kembang Muhammad SAW dengan caraNya.
Di bawah pengasuhan Yang Maha Pengasuh itulah Muhammad SAW muncul sebagai manusia unggul semenjak usia anak-anak, menjadi pribadi yang jujur, pribadi yang damai, pribadi yang bersahaja, pribadi yang nerimo, pribadi tawaddu’, pribadi yang tenang, dan pribadi terpuji lainnya. Beliau muncul di tengah-tengah kebobrokan moral menjadi mutiara yang memancarkan cahaya, yang membuat kesan berkilau pada manusia-manusia yang mengelilinginya saat itu.
Muhammad SAW dengan didikan Yang Maha Pengasuh terseleksi oleh alam, tumbuh menjadi tunas manusia yang paling agung budi pekertinya, yang keluar dari rumpun manusia-manusia yang tidak beradab saat itu. Budi pekertinya yang agung akhirnya melahirkan kesan mengagetkan lingkungan dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Betapa tidak? Pribadi unggul dan mulia yang diperlihatkan Muhammad SAW saat itu, membuat masyarakatnya terkesima, karena tidak pernah tampak pada orang-orang sebelum beliau.
Budi bahasa, perangai santun, dan inklusi yang diperlihatkan di tengah pergaulannya pada masyarakat jahiliyah, membuat orang-orang di sekitarnya tertegun, terpana, dan terhipnotis. Tidak sedikit dari para tokoh pembesar dan remaja quraisy Jahiliyah menaruh rasa simpati.
Muhammad SAW bagai oase di tengah kegersangan terik matahari di padang pasir. Semesta raya saat itu dipenuhi oleh kegersangan moral, kekeringan akhlak, dan ketandusan pekerti, tiba-tiba ditetesi oleh air etika yang amat sangat sejuk yang menetes dari pori-pori tutur kata, kepribadian, dan sikap anggun Muhammad SAW.
Tetesan air etika Muhammad SAW yang keluar dari pori-pori kepribadian dan tutur katanya, amat sangat berbekas, percikannya menembus jauh ke dalam lubuk hati penduduk jazirah Arab, membuat mereka luluh dan takluk untuk patuh dan taat. Bagaimana tidak? Di tengah-tengah bobroknya nilai moral, Muhammad SAW tampil dengan prilaku dan kepribadian berbeda, yang tidak pernah dilihat dan dialami dari manusia kalangan jahiliah. Muhammad SAW hadir di tengah masyarakatnya sebagai teladan moral dalam segala aspek, sosok sempurna yang tampil tanpa cela.
Keteladanan moral Muhammad SAW bagai kasturi yang wanginya semerbak seantero jagat. Siapapun yang dapat mencium wangi teladan itu, maka dia menjadi tidak berdaya. Keharuman pribadi Muhammad SAW telah Tuhan sampaikan lewat pujian yang indah dalam surah al Qalam ayat 4, “Wainnaka la’ala khuluqin ‘azhim”. Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.
Keluhuran budi Muhammad SAW yang merupakan hasil tempaan Yang Maha Pengasuh—Tuhan robbul alamin, tidak saja berbekas pada masanya, namun beraroma hingga akhir zaman, menjadi cermin moral yang tidak pernah retak dan menjadi rujukan etika yang tidak pernah usang.
“Innallaha wa malaikatahu yusholluna alan nabi ya ayyuhalladzina amanu shollu alaihi wasallimu taslima”. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya senantiasa memberi shalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berilah shalawat atasnya dan ucapkanlah salam penghormatan (kepadanya).” Qs. Al-Ahzab ayat 56.
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram