Konteks Wali Nikah dalam Islam

Pembahasan tentang wali nikah adalah kajian yang penting, karena menurut pandangan jumhur ulama’ selain Mazhab Hanafi, wali nikah adalah rukun nikah. Artinya, sah atau tidak pernikahan tersebut, tergantung kepada wali nikah; karena dialah yang menikahkan, bukan perempuan itu sendiri.

Pengertian Wali Nikah

Wali menurut bahasa ialah rasa cinta dan pertolongan, hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surah al-Maidah ayat 56:

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

Artinya:   “dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah Itulah yang pasti menang.”

Adapun yang dimaksud wali menurut pendapat para fuqaha, sebagaimana dirumuskan oleh Wahbah Az-Zuhaili ialah kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri, tanpa harus bergantung pada izin orang lain.[1] Dalam sebuah perkawinan, wali adalah seseorang yang melakukan akad nkah dari pihak wanita, akad nikag itu sendiri dilakukan oleh kedua pihak, yaitu mempelai laki-laki itu sendiri dan wali dari perempuan tersebut.

Wali Nikah Menurut pandangan Ulama’ Fiqih Empat Mazhab

Para ulama’ mazhab yang empat berbeda pendapat tentang apakah perwalian tersebut merupakan suatu kewajiban dalam perkawinan ataukah hanya sebatas anjuran saja. Salah satu yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat antar pada masing-masing mazhab ialah karena tidak terdapat ayat atau Hadits yang dengan jelas mensyaratkan keharusan adanya wali dalam sebuah pernikahan.

Ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang biasa dijadikan hujjah (dalil) oleh kelompok yang mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan hanya mengandung kemungkinan. Begitu juga ayat-ayat atau hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok yang mensyaratkan tidak perlu adanya wali juga hanya mengandung kemungkinan.

Sedangkan hadits-hadits tersebut di samping mengandung kemungkinan pada lafazh-lafazhnya juga diperselisihkan mengenai shahih atau tidaknnya.[2]

Berikut pendapat masing-masing mazhab terkait tentang wali nikah;

Pertama, Mazhab Hanafi


Mazhab Hanafi berpendapat bahwa posisi wali itu tidak mutlak, kalaupun ada hanya diperuntukkan untuk perempuan perawan dan yang masih kecil. Dari sinilah peran hak ijbar wali tidak ada bagi seorang janda dan perempuan yang sudah dewasa, wali harus ada persetujuan dahulu jika akan mengkawinkannya.

Perbedaan mengenai adanya persetujuan dari calon mempelai perempuan perawan adalah dengan diamnya. Sedangkan persetujuan dari janda harus ada pernyataan yang jelas dan tegas.[3]

Kedua, Mazhab Maliki

Baca Juga  Wasiat Wajibat Antara Indonesia dan Pakistan

Menurut Imam Maliki, wali menjadi syarat mutlak dalam perkawinan, nikah tanpa wali menurut madzhab Maliky tidak sah. Imam Maliki berpendapat jika yang dinikahkan adalah wanita dewasa (perawan), maka wali mempunyai hak untuk memaksanya (ijbar). Tapi apabila perempuan tersebut janda maka hak itu ada pada keduanya (wali dan calon pemelai wanita).[4]

Ketiga, Mazhab Syafi’i


Menurut Imam Syafi’i, wali adalah salah satu rukun dari perkawinan, maka jika ada perkawinan tanpa disertai dengan wali maka perkawinan itu tidak sah.[5] Mazhab syafi’i sendiri berpendapat wali boleh menikahkan putrinya (yang masih perawan) meskipun tanpa izin darinya (ijbar). Lain halnya dengan janda, maka dalam hal ini harus adanya persetujuannya.

Keempat, Mazhab Hanbali


Menurut Mazhab Imam Hanbali, tetap harus ada izin (persetujuan) baik janda ataupun perawan, karena wali merupakan syarat dalam pernikahan sehingga dianggap tidak sah apabila pernikahan tidak ada wali.[6]

Wali Nikah Perspektif KHI

Wali nikah menurut KHI merupakan rukun nikah, sehingga keberadaannya harus ada dalam akad nikah yang bertindak untuk menikahkan mempelai perempuan (Pasal 14 dan 19). Wali nikah ini, baik wali nasab maupun wali hakim, di samping disyaratkan harus berakal, muslim dan dewasa (baligh) juga harus laki-laki (Pasal 20), sehingga perempuan tidak dapat bertindak sebagai wali nikah.

Para ulama mazhab berbeda pendapat dalam menginterpretasi (menafsirkan) nash mengenai perlu adanya wali atau tidak bagi perempuan dewasa. Dalam hal ini, KHI sendiri memilih interpretasi (penafsiran) yang mengharuskan adanya wali. Sesuai dengan konteks Indonesia kontemporer, kedewasaan (baligh) tersebut pada dasarnya ditafsirkan oleh KHI dengan umur 21 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Dengan demikian, sebenarnya KHI menggabungkan antara pendapat yang mengharuskan adanya wali nikah dengan pendapat yang menyatakan tidak perlu wali nikah, yaitu dengan menyatakan bahwa wali nikah perlu ada ketika calon mempelai belum berumur 21 tahun, sementara apabila calon mempelai tersebut telah mencapai umur 21 tahun maka tidak perlu ada wali nikah. Pendapat ini merupakan upaya mencocokkan antara nash yang ada dengan maslahah dan ‘urf sesuai konteks Indonesia saat ini.[7]

Dari paparan singkat di atas, dapat diketahui bahwa hukum keluarga yang terdapat di Indonesia atau yang dikenal dengan KHI (Kompilasi Hukum Islam) pada dasarnya menerapkan hukum Islam, namun yang membedakannya ialah pada metode istinbath hukum. Hal ini seperti yang dipaparkan di atas, terjadi karena ayat atau hadits yang dijadikan dalil untuk merumuskan hukum wali dalam pernikahan tidak diterangkan secara pasti (eksplisit) dan hanya mengandung kemungkinan.

Baca Juga  Hak Anak Pascaperceraian (Studi di Tunisia dan Indonesia)

Referensi:

[1] Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal.135.

[2] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid 2, (Surabaya: al-Hidayah, tt), hal. 7.

[3] Syaiful Hidayat, Wali Nikah dalam Perspektif Empat Madzhab, Inovatif 16, no 1, (Pebruari 2016): 109.

[4] Syaiful Hidayat, Wali Nikah…: 114.

[5] Syaiful Hidayat, Wali Nikah…: 119.

[6] Syaiful Hidayat, Wali Nikah…: 126.

[7] Wardah Nuroniyah, Konstruksi Ushul Fikih Kompilasi Hukum Islam: Menelusuri Basis Pembaruan Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Tangerang: Cinta Buku Media, 2016), hal. 258-259.

Ilustrasi: PA Andoloo

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *