Marhaban terbentuk dari akar kata “rahaba” atau “rahib” yang berarti lapang atau luas. “Marhaban ya Ramadan” berarti ikrar ketulusikhlasan seorang muslim yang mencerminkan keluasan dan kelapangan hatinya dalam menyambut dan menerima kehadiran sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya, yakni bulan Ramadan yang agung.
Marhaban Ramadan menjadi untaian pengakuan indah dan tulus yang terucap maupun tidak terucap, yang lahir dari lubuk hati yang paling dalam dari manusia beriman. Atas rasa gembira dan bahagia yang menimpa dirinya, disebabkan oleh hadirnya sesuatu yang membawa curahan rahmat Tuhan yang begitu besar dan begitu berpengaruh pada jiwa dan raganya.
Ramadan dirasakan sebagai kenikmatan dan keberuntungan yang membawa nilai dan hikmah yang amat berharga dalam perjalanan usia seorang mukmin. Karena amalan apa pun di bulan penuh rahmat tersebut selama amalan itu positif, Tuhan lipatgandakan nilainya.
Baca juga: Daya Ramadan
Marhaban Ramadan juga bentuk pengakuan total bahwa kedatangan Ramadan dalam bentangan usia seorang mukmin tidaklah dirasakan sebagai sesuatu yang mengganggu, sekalipun pada praktiknya nampak berat oleh karena menahan diri untuk tidak makan dan minum selama satu bulan penuh.
Di bulan yang agung inilah seorang hamba ingin memperlihatkan ketundukannya secara total kepada Tuhannya, ingin memaksimalkan waktu dalam hidupnya untuk patuh dan tunduk kepada Tuhannya. Sehingga apa yang nampak di mata seorang yang bukan muslim sebagai sesuatu yang sangat berat dan menyiksa, tidak demikian di dalam diri seorang muslim yang beriman, bahkan amalan Ramadan menjadi sesuatu yang membahagiakan dan menggembirakan, karena saat menjalankan amalan itulah seorang muslim merasa benar-benar menjalankan titah Tuhannya secara totalitas.
Kini Ramadan telah dekat, di ambang pintu, ia datang dengan segudang nilai dan keberkahan, menaburkan intan, emas, dan mutiara hikmah di sepanjang lorong waktu selama satu bulan penuh. Maka beruntunglah orang yang menyiapkan dirinya untuk memungut untaian perhiasan yang berserakan itu, dan rugilah orang-orang yang belum siap dan tidak tertarik dengan perhiasan yang begitu indah yang bertebaran di sepanjang perjalanan waktu Ramadan.
Kondisi kesiapan seorang muslim menyongsong Ramadan dilukiskan dalam kisah seorang raja yang taat yang bernama Iskandar Zulkarnain, sebagai iktibar betapa Ramadan itu bagai perbendaharaan perhiasan gratis yang disiapkan bagi yang menginginkannya.
Alkisah pada suatu masa, Raja Iskandar Zulkarnain beserta pasukannya hendak berangkat menaklukkan suatu daerah. Pagi hari sebelum berangkat, Iskandar Zulkarnain berpesan kepada pasukannya, “Dalam perjalanan, nanti malam, kita akan melintasi sungai. Ambillah apa pun yang terinjak yang ada di sungai itu. Akan tetapi jangan ada yang melihat apa benda tersebut. Simpan dan lihatlah ketika kita sampai di tujuan nanti.”
Ketika malam tiba, pasukan Raja Zulkarnain melintasi sungai, ada tiga golongan prajurit. Golongan pertama mengambil ala kadarnya yang terinjak di sungai, sekadar mengikuti perintah raja. Golongan kedua mengambil sebanyak-banyaknya yang terinjak di sungai sehingga kantongannya penuh dan rela kepayahan meneruskan perjalanan karena penuhnya bawaan. Sementara golongan ketiga tidak mengambil apa pun yang terinjak di sungai karena yakin itu hanya batu dan hanya akan memberatkan perjalanan saja.
Setelah melanjutkan perjalanan dan tiba pada pagi hari, Raja Zulkarnain bertanya kepada pasukannya, apa yang mereka dapatkan semalam? Ketika para prajurit memeriksa tasnya, ternyata isinya intan berlian.
Baca juga: Jilbabisasi Bulan Ramadan
Prajurit yang mengambil ala kadarnya ada perasaan senang bercampur penyesalan. Prajurit yang sungguh-sungguh mengambil dalam jumlah yang banyak merasa sangat bahagia dengan apa yang ia dapatkan. Sedangkan Prajurit yang tidak mengambil apa-apa amat sangat menyesali dirinya.
Kisah di atas mengandung pelajaran penting bagi kita yang akan menyongsong bulan suci Ramadan, bulan yang di dalamnya banyak sekali keberkahan, manakala kita tidak mengambilnya, maka kita akan masuk ke dalam golongan orang yang menyesal.
Keberkahan yang begitu banyak di bulan Ramadan, Nabi gambarkan dengan rangkaian kalimat indah dalam hadisnya yang cukup populer, “Awwalu syahri ramadhana rahmatun, wa ausatuhu magfiratun, wa akhiruhu itqun minannar”. Terjemahannya, awal bulan Ramadan adalah rahmah, pertengahannya magfirah, dan akhirnya pembebasan dari neraka.
Kata “rahmat” dalam hadis Nabi di atas merupakan simbol dari kelebihan yang diberikan langsung oleh Tuhan berupa kenikmatan yang terhujam ke dalam hati dan sikap hidup orang yang berpuasa. Dan orang yang mendapat rahmat Tuhan akan selalu merasa senang setiap melaksanakan amal perbuatan, senang dalam beribadah, senang beramal saleh, dan senang beramal sosial.
Sementara kata “magfirah” menjadi simbol dari ampunan Tuhan yang amat besar yang memiliki makna tertutupnya dosa-dosa seorang hamba yang melaksanakan puasa, yang menyebabkan dosa tersebut tidak dilihat atau diketahui oleh orang lain, sehingga tidak berdampak merusak harkat dan martabat di mata banyak orang.
Sedangkan “itqun minannar” merupakan simbol bahwa Tuhan memberikan kemenangan yang tiada tara bagi pelaku puasa, berupa pelipatgandaan balasan amalan kebaikan menjadi berlipat-lipat. Dalam al-Qur’an dinyatakan satu amalan setara dengan amalan seribu bulan.
Dengan berlipatnya nilai amaliah itu, seorang hamba akan dibebaskan dari siksa neraka, karena nilai amal yang dikerjakan di bulan Ramadan melampaui bilangan usianya.
Begitulah Rasul memilih kalimat yang sarat makna (rahmat, magfirah, dan itqun minannar), yang menjadi simbol bahwa dalam bulan Ramadan telah Tuhan persiapkan perbendaharaan amal yang nilainya berlipatganda. Maka marilah kita bersihkan, lapangkan, dan perluas hati kita untuk menyongsong datangnya Ramadan karim.
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram
Allahu Akbar…..
Marhaban ya Ramadhaan…..:-):-)
Bulan penuh dengan sgudang keberkahan…..
Marhaban yaa ramadhan yang setiap amaliah kita dilipat gandakan…
Aamiin ya Rabbal aalamiin
menyambut Bulan ramadhan nan suci,, kurang rasanya jika tidk saling maaf memaafkan…. sy pribadi mohon maaf kpd ayahnda dan teman2 semua atas segala salah khilaf dan canda yg mgkin berlebihan…!!! Semoga Amal ibadah kita diterima Allah….aamiin…