Tawakkul Karman: Sang “Iron Women” dari Yaman

BERBICARA tokoh perempuan di masa kini, tidak bisa terhindarkan dari nama Tawakkul Abdel Salam Karman. Populer dengan panggilan Tawakkul Karman lahir di Mekhlaf, Yaman tanggal 7 Feberuari 1979. Ia terlahir dengan takdir menjadi seorang jurnalis wanita muslim dengan kemampuan yang luar biasa.

Sifat kritis yang ia miliki mengantarkannya menjadi pribadi yang aktif menyerukan keadilan dan kesetaraan. Selain kegiatan jurnalis yang dijalani, ia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan hak asasi manusia serta dakwah.

Bekerja di tempat yang sarat akan batas-batas tertentu dalam mendakwahkan kebenaran, akhirnya Tawakkul Karman mendirikan sebuah komunitas jurnalistik yang ia labeli dengan nama “Jurnalis Tanpa Kekangan”.

Baca juga: Nawal El Saadawi; Dari Kekejaman Rezim hingga Perempuan di Titik Nol

Ia mendirikan komunitas ini sebagai media untuk memuluskan agenda-agendanya dalam mengkritisi kebijakan yang menurutnya tidak sesuai porsinya. Kebijakan yang dimaksud tersebut pada beberapa bidang, di antaranya hak asasi manusia, feminisme, sosial, dan keadilan politik yang selalu menjadi sorotan Tawakkul Karman.

Label aktivis semakin mendarah daging pada diri Tawakkul Karman dan semakin dikenal oleh masyarakat Yaman. Label tersebut didapatkan atas apa yang ia lakukan, yakni  selalu menyoroti serta mengkritisi isu-isu yang berkembang di sana.

Dirinya yang semakin populer di tengah masyarakat sebagai aktivis, pun mengundang atensi pemerintah. Ditambah dengan keterlibatannya pada tahun 2007 menjadi bagian yang men-support keberadaan layanan berita telepon genggam.

Posisi yang ia miliki saat itu membuatnya semakin gencar dalam menyerukan kebebasan pers. Ia lakukan bukan hanya melalui hasil ketikan jari, tetapi juga melakukan aksi turun ke jalan untuk berunjuk rasa setiap pekan sejak Mei 2007.

Sungguh, bukanlah perempuan sembarangan yang bisa melakukan hal semacam ini. Selain kecerdasan berfikir, juga dibutuhkan kekuatan fisik dan mental untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Maka sudah sepantasnya ia dijuluki “iron women” sang wanita besi.

Ibu Revolusi Yaman

Julukan ibu revolusi juga pantas disematkan pada Tawakkul Karman. Julukan tersebut muncul atas apa yang selama ini dilakukanya dengan sering menjadi juru kampanye di setiap demonstrasi.

Padahal statusnya saat itu ia memiliki tiga orang anak. Ia bisa melakukan hal tersebut juga karena keterlibatannya menjadi anggota partai Islam oposisi terbesar di Yaman.

Baca Juga  Hajah Rasuna Said; "Singa Betina" dari Danau Maninjau

Keberadaan partai ini berperan sangat besar pada lancarnya demonstrasi. Mulai dari membagikan makanan serta menyiapkan kebutuhan medis bagi ribuan pemuda demonstran yang menempati Tahrir Square, Sana’s.

Akhirnya aksi demonstrasi yang dipimpin Tawakkul Karman membuahkan hasil dengan melengserkan sang  diktator Presiden Yaman saat itu yakni  Ali Abdullah Saleh.

Setiap perjuangan bukanlah tanpa hambatan. Begitu juga yang dialami oleh Tawakkul Karman. Ia tak jarang mengalami teror dan ancaman pembunuhan. Benar saja, karena berawal dari kebencian terhadap semua yang dilakukan Tawakkul Karman, ia sempat menjadi calon korban pembunuhan yang dilakukan seorang wanita Yaman pada tahun 2010. Tetapi karena ia dikelilingi oleh rekan seperjuangan yang baik, Tawakkul Karman bisa menyelamatkan diri dari wanita yang mencoba membunuhnya.

Baca juga: Perempuan Penerang Islam dari Maroko

Ancaman yang dilayangkan pada Tawakkul Karman terus menerus diterimanya. Setelah kejadian percobaan pembunuhan tahun 2010 tadi, di akhir tahun kemudian muncul ancaman pembunuhan selanjutnya.

Saat itu, Tariq Karman, saudara Tawakkul Karman mendapati panggilan telepon misterius yang berkata akan membunuh Tawakkul Karman apabila ia tidak berhenti memperjuangkan keadilan dan aksi unjuk rasa. Nama yang muncul diduga sebagai penelpon misterius tersebut adalah Presiden Ali Abdullah Saleh.

Eksistensi Tawakkul Karman di Mata Dunia

Tawakkul Karman semakin dikenal dunia saat ribuan masyarakat Yaman marah atas apa yang dilakukan pemerintah pada panutannya. Tahun 2011, ia ditangkap pemerintah dan dimasukkan dalam penjara tanpa ampun.

Akhirnya masyarakat Yaman melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pembebasan Tawakkul Karman sebagai sosok penting dalam perjuangan mereka. Atas kejadian tersebut, terjadilah Revolusi Yaman. Peristiwa ini juga dikenal dengan Revolusi Melati.

Di mata dunia, Tawakkul Karman dikenal sebagai sosok pantang menyerah atas mimpi-mimpinya memperjuangkan perdamaian, keadilan, kesetaraan, dan demokrasi. Semua yang dilakukan Tawakkul Karman mendapatkan apresiasi dari dunia pada tahun 2011 dengan mendapat pernghargaan Nobel Perdamaian Dunia tepat di usianya 32 tahun.

Ia juga menaruh perhatian yang sangat besar pada kebangkitan wanita untuk berperan dalam ranah publik seperti sosial dan politik, bukan hanya berperan pada ranah domestik saja.

Baca Juga  Kartini, Feminisme, dan Manusia Jenis "Ketiga"

Berikut ini, usaha-usaha yang dilakukannya untuk memperjuangkan hak-hak wanita: pertama, Ia dengan organisasinya melawan pernikahan anak. Bersama partainya Al-Ishlah, ia menentang perempuan dinikahi saat umurnya masih di bawah 17 tahun.

Kedua, mengedukasi anak perempuan dengan cara mengenalkan keaksaraan dan menekankan pada perempuan-perempuan Yaman agar berani menuntut haknya saat di rumah. Jangan mau lagi untuk terus ditindas dan di bawah penguasaan laki-laki yang berbuat semena-mena.

Berdasar ulasan mengenai perjuangan sang “iron women”, Tawakkul Karman, kita bisa banyak mengambil pelajaran. Pertama, menyadarkan kita akan stereotype yang masih saja berkembang di masyarakat tentang posisi perempuan dalam keterbatasan berekpresi di ruang publik. Padahal perempuan juga bagian dari makhluk yang Allah ciptakan sebagai khalifah di bumi.

Kedua, subordinasi pada kaum perempuan. Perempuan dianggap makhluk yang lemah tak berdaya. Ada yang berdalih bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Namun Tawakkul Karman membuktikan diri, bahwa perempuan bukanlah orang yang lemah.

Ia dengan kemampuan yang dimiliki, berhasil melengserkan presiden diktator saat itu. Paling tidak, dua hal tersebut yang bisa dijadikan pelajaran pada kita semua untuk tidak memandang sebelah mata kaum perempuan.[]

Ilustrasi: Bincangsyariah.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *