DALAM setiap perjuangan tentunya ada obsesi dan tujuan yang ingin digapai atau yang ingin diraih. Sesuatu yang diperjuangkan pastinya akan diiringi dengan berbagai upaya dan strategi untuk dapat meraihnya, termasuk pengorbanan, tidak saja dalam bentuk tenaga dan pikiran, tetapi juga pengorbanan waktu dan material yang sepadan. Sementara sesuatu yang menjadi capaian yang diraih, upaya mempertahankan dan merawatnya tentu tidak seberat pengorbanan memperjuangkan tujuan atau obsesi.
Dan pastinya di dalam mengejar tujuan yang menjadi obsesi, kita akan melakukan rencana dan strategi yang matang, atau bahkan menyusun road map yang jelas agar usaha itu tidak meleset.
Masing-masing kita pasti pernah mengejar sesuatu yang menjadi impian, dan pasti telah mengalami perjuangan yang tentunya serius dan sungguh-sungguh. Sebegitu pentingnya impian itu, rasanya apa pun akan kita korbankan untuk dapat meraihnya.
Berbeda dengan capaian yang sudah kita dapatkan sebagai hasil dari perjuangan yang serius dan sungguh-sungguh, kita akan mempertahankannya dengan daya yang tidak sebesar daya dalam memperjuangkan impian, karena apa yang sudah kita capai, tinggal merawat dan menjaganya.
Andai upaya menggapai tujuan dan upaya mempertahankan capaian adalah obyek materialnya kampung akhirat dan kehidupan dunia, maka kemungkinan kita akan dapat memposisikan diri secara tepat di kehidupan ini, dalam memperjuangkan di antara keduanya.
Kesadaran bahwa kehidupan mana yang menjadi capaian yang dipertahankan dan kehidupan mana yang menjadi tujuan yang harus diperjuangkan, sangat penting untuk kita pahami, karena pemahaman kita akan berpengaruh terhadap upaya dan usaha yang akan kita jalankan.
Ketahuilah bahwa begitu kita lahir ke dunia dan menggapai kehidupan serta melewati garis panjang usia kita, maka kehidupan dunia ini bukanlah menjadi tujuan yang diperjuangkan, akan tetapi dia menjadi capaian yang dipertahankan. Sementara kampung akhirat di mana kita harus meraih kebahagiaan sebagai obsesi, sebelum kita menggapainya, maka dia menjadi tujuan yang diperjuangkan.
Sebagai capaian yang hanya dipertahankan, maka segala keperluan yang sifatnya duniawi janganlah memperjuangkannya sampai melampaui batas, apalagi sampai melebihi geliat perjuangan mewujudkan sesuatu yang menjadi obsesi atau tujuan.
Banyak kita saksikan bagaimana orang-orang yang menghabiskan waktunya siang dan malam hanya untuk mendapatkan harta kekayaan dunia, bahkan sampai lupa waktu, lupa keluarga, lupa dirinya sendiri—dalam arti tidak memperhatikan kesehatan dirinya. Ingatlah bahwa bagaimanapun kita berjuang untuk meraihnya, dunia ini tidak akan pernah berubah menjadi tujuan, malah setelah kekayaan dunia kita gapai, akan tiba saatnya untuk kita tinggalkan menuju tujuan yang sesungguhnya.
Sementara saham kampung akhirat yang menjadi tujuan, terkadang kita perjuangkan dengan santai dan bahkan ogah-ogahan.
Kita harus segera menyadari, bahwa yang menjadi tujuan kita saat ini bukanlah kehidupan dunia, akan tetapi kehidupan akhirat, sehingga dia yang harus kita perjuangkan semaksimal mungkin, kita harus berusaha menemukan dan memanfaatkan waktu dan kesempatan di mana saja dan kapan saja untuk dapat menanam saham kehidupan akhirat.
Apabila kita menghabiskan waktu, tenaga, pikiran siang dan malam, atau bahkan mengorbankan materi sekalipun, untuk menanam saham akhirat, itu hal yang wajar dan semestinya untuk dilakukan, karena orang yang sadar bahwa kehidupan akhirat itu sebagai tujuan, ia akan memaksa dirinya untuk melakukan apa pun lebih dari biasanya.
Apabila Rasul saw mensyariatkan untuk merebut awal waktu dalam beribadah, untuk bersedekah dengan material yang paling baik, untuk melakukan ibadah dengan ahsanu amala, dan untuk istikamah dalam kebaikan dan kebenaran, itu karena beliau memahami bahwa kehidupan akhirat itu tujuan yang harus diperjuangkan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh.
Jadi perjuangan dan usaha itu harus kita pilah dengan skala prioritas, dalam arti sesuatu yang menjadi tujuan, harus diupayakan secara maksimal untuk menggapainya, sementara sesuatu yang menjadi capaian yang harus dipertahankan, maka usaha yang dilakukan sekenanya saja.
Wabtagi fīmā ātākallāhud-dāral-ākhirata wa lā tansa naṣībaka minad-dun-yā wa aḥsing kamā aḥsanallāhu ilaika wa lā tabgil-fasāda fil-arḍ, innallāha lā yuḥibbul-mufsidīn
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS: al Qasas ayat 77)
Ayat di atas dapat kita jadikan iktibar, bahwa yang menjadi skala prioritas dan menjadi tujuan adalah menggapai kebahagiaan di kampung akhirat, sehingga Tuhan memposisikannya sebagai material di awal ayat agar menjadi skala prioritas dalam berjuang. Sementara dalam urusan dunia, Tuhan hanya mengingatkan agar tidak lupa mencari kebahagiaan duniawi, dan didudukkan sebagai second periority.
Boleh kita memperjuangkan kehidupan dunia asal dengan perjuangan yang tidak melampuai batas, dan perjuangan untuk akhirat tentunya harus melebihi ambisi merebut dunia, sebagaimana bahasa Rasul saw, “I’mal lidunyaaka ka-annaka ta’isyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.” Terjemahannya: Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok pagi.
Nabi ingin menegaskan kepada kita bahwa dalam memperjuangkan dunia janganlah terlalu berambisi, tetapi usahakanlah secukupnya saja, karena masih ada harapan hidup dalam waktu yang cukup panjang, tetapi dalam memperjuangkan kebahagiaan akhirat, harus dengan ambisi bersegera dan dengan upaya maksimal, karena harapan hidup hanya sampai esok pagi.[]
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram