BERGEGAS, kuselesaikan pekerjaan dapur begitu usai menunaikan salat subuh. Pagi ini ritme kebiasaanku agak sedikit berbeda. Meski ini adalah rutinitas ku setiap hari setelah subuh. Aku harus bergegas dengan waktu. Yups, tepat pukul tujuh pagi semua pekerjaan selesai dan saya sudah berdiri di depan gerbang untuk berangkat menuju Gerung dengan judul “jalan sehat”.
Niatku hanya ingin have fun sambil cari sehat dan silaturahmi menikmati suasana yang sedikit berbeda. Karena biasanya kami akan bertemu dengan sahabat dan rekan GP (guru penggerak) atau guru di sekolah lain. Dengan begitu, terjadilah perbincangan yang hangat penuh kekeluargaan. Ini salah satu yang membuat imun kami meningkat.
Tetapi ternyata ekspektasiku berbeda dengan yang kusaksikan di jalan by pass. Iringan sepeda motor yang memenuhi jalan membuatku sudah tidak nyaman. Apalagi ketika harus melewati bundaran patung sapi yang dipenuhi lautan sepeda motor dan manusia dari berbagai ruas jalan, sehingga polisi agak sedikit kerepotan mengurai kemacetan yang ada.
Hatiku berbisik pelan agar kembali saja. Tetapi itu urung kulakukan karena suamiku tetap memacu sepeda motor berbaur dengan keriuhan sepanjang jalan. Jujur, saya agak ngeri juga menghirup asap polutan karbondioksida sepanjang 2 km yang keluar dari asap knalpot motor yang akan berdiam dan menghuni paru paru kami.
Bukannya sehat, tapi malah sakit. Ternyata saya salah, tetiba suamiku spontan berujar, kita balik pulang saja ujarnya. Dan kubisikkan agar kupon yang kami pegang diberikan kepada orang lain saja siapa tahu bermanfaat.
Kami potong kompas belok kanan menuju arah depan sekretariat KGP dan keluar dengan aman di depan kantor Samsat, dengan satu tujuan kebun melon di Kebun Ayu. Ya, tempat itu akan sedikit mengobati rasa kecewa kami, hehehe.
Menikmati udara segar dengan semilir angin pagi, hamparan sawah yang sejuk serta sepiring urap pelalah, tahu, dan tempe sudah cukup membuat kami bahagia. Jalan sehat yang berakhir lebih awal dengan suasana indah di kebun melon.
***
Matahari pagi ini menyapa dengan penuh gairah. Seperti senyum siswaku di depan gerbang sekolah yang menyambut dengan sumringah. Hari ini adalah hari pertama liburan bagi siswa. Tentu ini adalah hal yang sangat menggembirakan bagi mereka. Bebas dari rutinitas sekolah. Teristimewa lagi, mereka akan melakukan Edu Wisata di Museum, Perpustakaan NTB, dan berakhir di pantai Kuta Mandalika.
Bus datang tepat pukul delapan pagi. Pada awalnya tidak ada yang aneh. Semua berjalan sesuai rencana. Hanya mas sopir yang memang sejak awal sudah menunjukkan wajah yang kurang bersahabat. Hal ini berbanding terbalik dengan mas kernet yang ramah, baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung (hahaha).
“Drakor” ini dimulai ketika jumlah seat di bus tidak sesuai dengan kesepakatan bersama. Ada beberapa orang yang tidak kebagian seat dan harus duduk berdesak-desakkan, termasuk saya. Tetapi siswaku yang baik hati dan santun dengan elegan memberi tempat duduk dan dia duduk bertiga dalam 2 seat. Jumlah seat yang tidak sesuai ini masih bisa kami tolerir.
Pemantik amarah yang kedua, mas sopir berkata, kita langsung cusss ke Kuta. Tentu saja semua penumpang kaget dan menunjukkan ekspresi yang beragam dengan saling melempar pandang. Bu Putri (sebut saja begitu) sebagai orang yang merasa paling bertanggung jawab atas kenyamanan dan keamanan program Edu Wisata ini, tentu saja tidak terima. Terjadilah perang kata-kata yang tentu pembaca tahu iramanya menjadi tidak biasa. Sepertinya suara yang keluar tadi melebihi beberapa oktaf dari oktaf toleransi.
Semua penumpang kehilangan mood untuk melakukan perjalanan ini. Di tengah situasi yang tidak menyenangkan, akhirnya ditemukan titik temu melalui konfirmasi langsung melalui telpon dengan pemilik travel, bahwa rute perjalanan ini dilakukan sesuai dengan rencana awal.
Wajah sinis dan penuh senyum kemenangan tergambar jelas di raut wajah bu Putri. Meski saya harus memaksanya untuk pindah duduk. Karena saya khawatir perang dan kesumat ini akan terus berlanjut.
Mas sopir dengan sedikit atraksi menginjak gas dan melanjutkan perjalanan dengan suasana yang sangat tidak nyaman. Caranya mengendarai bus membuat kami tidak nyaman hingga tiba di museum. Saat turun dari bus dengan sekuat tenaga, saya berusaha meredam amarah dan mencoba menghasilkan senyum terbaik dan seeett…..
Saya menoleh ke mas sopir dan berkata “apa rokoknya mas”, dengan raut wajah super cute, mas sopir berkata (tentu saja dengan artikulasi yang sangat baik), “Sampurna”.
Saya tidak dapat menyembunyikan senyum, dalam hati berkata, ngomong dong kalau mau rokok. Kuulurkan selembat warna biru menarik dengan sedikit senyum. Setelah adegan ini mas sopir menjadi ramah dan bersahabat. Come on, kami biasa travelling hingga luar daerah. Untuk hal-hal remeh seperti ini tidak harus dengan “drakor” dulu, karena kami telah sangat paham.
Ilustrasi: Pngtree
Guru di SMPN 2 Labuapi