Luka Ci(n)ta

Ia terbaring lemah di tengah orang-orang berbaju hijau. Rintihannya mengiba memanggil nama suaminya yang tak kunjung datang. Waktu tersisa lima menit lagi. Keringatnya kian bercucuran, napas pun beraturan. Dapat aku rasakan ia sangat khawatir. Semua perawat mencoba menenangkan hatinya. Teng! Operasi harus segera dilakukan. Gita memulainya dengan hati-hati, teliti, dan penuh harapan.

“Sha,” bisiknya dengan gemetar sembari berjalan mendekati istrinya yang tengah berjuang, Keisha. Sekilas Gita mendengar kata maaf berkali-kali dilontarkan. Diciumnya dan disekanya air mata Keisha yang meleleh sebagai bukti cinta yang sangat mendalam.

Dua puluh menit berjalan, suara tangis bayi terdengar. Rasa bahagia dan haru menjalar di hati Gita, membangunkan kenangan lima tahun lalu bersama dia. Saat-saat yang sama, yang dirasakan sepasang suami istri mendapati buah hatinya lahir. Tanpa menunggu lama, Gita menggendong bayi itu dan berjalan ke balik tirai menuju Ibu Keisha. Sontak Gita terperanjat. Jantungnya berdetak kencang. “Rey…rey…han?” ucap Gita terbata. Gita menelan ludah, membendung lelehan air mata. Luka yang berusaha Gita jahit, detik itu juga kembali terbuka.[]

Purworejo, 23 September 2022


Ilustrasi: Kompasiana.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *