DALAM majelis Salafus Salaf terjadi perbincangan dan diskusi yang menarik tentang beberapa sifat dasar manusia yang melekat pada prilaku dan kebiasaannya, seperti mau menang sendiri (egois), mau menguasai sendiri (tamak), mau memiliki sendiri (rakus), mau makan sendiri (kikir), mau hidup sendiri (dengki), mau mengambilalih kepemilikan saudaranya (iri), dan masih banyak sifat-sifat dasar lainnya yang mewarnai prilaku dan karakter manusia. Kemudian dalam perbincangan sifat dasar manusia tersebut dilakukan perbandingan dengan sifat Rasul yang terhimpun dalam kalimat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah dengan tidak lupa menyandingkannya dengan sifat wajib bagi Tuhan yang jumahnya 20 (dikenal dengan sifat 20).
Perbincangan seputar sifat dasar itu disandingkan pula dengan tesis keagamaan yang menjelaskan tentang amalan-amalan utama yang disukai Tuhan dari hamba-Nya. Maka muncullah satu kesimpulan penting untuk harus menjadi perhatian dan orientasi kita, bahwa sifat yang memiliki nilai dan daya rekat untuk tersimpan dalam catatan Tuhan adalah sifat yang memiliki indikasi yang sama dengan indikasi sifat Tuhan dan Rasul-Nya, selain dari sifat-sifat yang memiliki indikasi sifat Tuhan dan Rasul-Nya itu tidak ada nilainya dan tidak bisa tersimpan di sisi Tuhan.
Ibarat besi magnet, bahwa yang bisa ditarik oleh magnet lalu lengket pada besi magnet tersebut hanya benda-benda yang mengandung unsur magnetik yang dapat berinteraksi dengan magnet. Benda-benda yang non magnetik jangankan lengket bergerak mendekati besi magnet pun tidak. Demikianlah i’tibar dari sifat-sifat yang ada pada manusia, bahwa sifat-sifat yang diperbincangkan di atas yang bisa ditarik dan kekal di sisi Tuhan hanyalah sifat-sifat yang memiliki unsur kesamaan dengan sifat Tuhan dan sifat Rasul-Nya.
Sudah saatnya kita harus menyoal diri kita masing-masing terkait dengan sifat-sifat yang selama ini kita praktikkan. Di samping memiliki obsesi untuk sukses di dunia, jangan menafikan kampung akhirat. Kaum sastrawan bersiul dengan siulan yang indah bahwa “Setinggi-tinggi burung terbang akan pulang ke sarangnya jua.” Demikianlah alur kehidupan ini, seberapa panjang usia kita, pada ujungnya akan berakhir pada satu titik yang akan mengurai cerita kita tentang rentangan waktu dan kesempatan yang sudah kita lewati dengan elemen-elemen sikap dan perilaku kita di atas cosmos ini.
Maka untuk menyongsong titik kumpul itulah kita cermati diri ini, apakah sifat-sfat yang selama ini kita miliki dan praktekkan sudah mengandung unsur yang sama dengan sifat Tuhan dan Rasul-Nya atau tidak? Penting untuk kita jawab dengan jujur dan obyektif, karena akhir dari cerita yang bakal membawa nikmat buat kita kelak adalah cerita yang mengandung rentetan sifat-sifat yang memiliki kesamaan unsur dengan sifat Tuhan dan Rasul-Nya.
Tugas berat yang harus kita selesaikan selama kita berkiprah di cosmos ini adalah bagaimana upaya kita untuk mengubah sifat dasar kemanusiaan yang sudah melekat itu menjadi sifat-sifat yang dekat dengan indikasi sifat Tuhan dan Rasul-Nya agar bisa nyantol pada catatan notulensi Tuhan, karena hanya sifat yang mengandung unsur yang terindikasi dekat dengan sifat Tuhan dan Rasul-Nya itulah yang bisa tertulis dan terbaca pada catatan notulensi di mahkamah pengadilan Tuhan.
Mari kita simak berita yang dikabarkan Tuhan lewat firman-Nya dalam Surah ke-63 ayat 10 bahwa suatu hari akan ada penyesalan bagi mereka yang tidak mempraktikkan unsur-unsur dari sifat Tuhan dan Rasul-Nya dalam kehidupannya selama di dunia: “Fayaqulu Laula akhkhartani ila ajalin qarib, fa ashshaddaqa wa akun minassholihin” Ya robb, andai Engkau bisa menangguhkan (kematian)-ku walau sesaat saja supaya aku dapat bersedekah dan aku akan masuk pada golongan orang-orang yang shaleh.
Kalimat “Fa ashshaddaqa” dan “minassholihin” dalam ayat di atas mengandung pesan moral bahwa Tuhan mengingatkan dan menegaskan kepada kita bahwa salah satu fenomena yang menyebabkan para pendahulu kita menyesal dalam tidur panjangnya adalah karena dalam kehidupan di cosmos ini mereka enggan mempraktekkan sifat-sifat yang mengandung unsur yang sama dengan sifat Tuhan dan Rasul-Nya.
Yakinlah bahwa berita di ayat tersebut baru sebagian kecil dari tirai panjang yang tersingkap, masih terlalu lebar tirai yang tertutup di sisi Tuhan. Yang jelas perpindahan kita dari cosmos ini ke alam berikutnya bukanlah mengubur track record kita semasa beraktifitas di atas cosmos ini, akan tetapi membongkar, menguji, menelusuri, dan membuka lembaran-lembaran masa yang kita lalui seperti membuka karya tulis milik kita kemudian dibaca, ditelisik, dan diuji derajat keterpercayaannya dengan maha detil dan maha teliti.
Maka sebelum sampai kepada waktu yang kita yakini itu datang, sebelum waktu di mana penyesalan itu terjadi, muliakanlah segala aktifitas hidup ini dengan sifat-sifat yang dekat dengan karaktristik sifat-sifat Tuhan dan Rasul-Nya, karena hanya dengan sifat-sifat itulah kita akan berdamai dengan pengadilan Robbul Jalil yang maha adil dan maha teliti. Dengan sifat-sifat itulah kita akan mendekat menuju rahmat Tuhan, dan dengan sifat-sifat itulah kita akan menemui Tuhan dengan jiwa yang tenang dan diridhoi.[]
Ilustrasi: masbidin.net
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram