Seni dan Sastra: Modal Gerakan Perubahan (2-Habis)

Kerendahan hati dan peneguhan sikap merupakan landasan jiwa sastrawan. Putu Wijaya menguatkan itu dalam pengantarnya. Maka sungguh keterlaluan jika sekolah dan kampus menanamkan banyak training motivasi tanpa percaya bahwa seni dan sastra lebih punya kekuatan yang unggul dalam memotivasi. 

Ketika sekolah dan kampus kehilangan kekuatan dalam memberi inspirasi maka perannya digantikan oleh dogma, doktrin, dan fanatisme. Dogma menyuruh siswa dan mahasiswa untuk percaya begitu saja. Doktrin telah membawa siswa dan mahasiswa merasa diri lebih unggul dari segalanya. Kemudian fanatisme membuat mereka kurang toleran dengan pandangan yang beda.

Kini suasananya kian sumpek karena tulisan begitu banyak bermunculan tapi kadang beraroma kebencian. Kita terkejut dengan banyaknya berita hoaks yang disebar dan mendapat pembaca yang luar biasa banyaknya. Seakan berita dungu , kontroversial, dan belum tentu benar lebih mudah dipercaya. Kebutuhan kekuasaan hari ini adalah menguasai semuanya dengan menutup lahan oposisi. Kian bahaya jika oposisi dihancurkan kita bisa kehilangan alat ukur legitimasi.

Di samping hoaks memang membuat kita berada dalam situasi horor karena tiap kebencian diproduksi dengan gampang dan mendapat pembaca lumayan. Kita kehilangan rakitan tulisan yang indah, menyentuh dan memberi bekal renungan. Tulisan tak hanya jatuh pada bahasa slogan tapi juga teraktualisasi dalam bahasa keji. Aksara dengan golok kini sama-sama fungsinya: menyembelih akal sehat. Itu sebabnya ada kebutuhan bagi elemen gerakan untuk menghidupkan lagi bahasa perlawanan yang puitik, indah, dan menginspirasi. Kreativitas yang digali bermula dari perlawanan atas bahasa palsu yang kini beredar di mana-mana. Persis seperti bait sajak Gus Mus:

?

Apalagi yang bisa kita lakukan

bila pernyataan lepas dari kenyataan                                        

janji lepas dari bukti

Baca Juga  Tauhid untuk Keadilan dan Kesetaraan

hukum lepas dari keadilan

kebijakan lepas dari kebijaksanaan

kekuasaan lepas dari koreksi

?

Apalagi yang bisa kita lakukan

bila kata kehilangan makna

kehidupan kehilangan sukma

manusia kehilangan kemanusiaannya

agama kehilangan Tuhannya

?

Bait sajak ini menyimpan kritik dan kekesalan. Jika diucapkan dalam kalimat yang indah dengan intonasi pas maka puisi ini mengalirkan kesadaran. Pada keadaan kita hari-hari ini dan atas situasi yang sedang kita hadapi. Maka puisi bukan lagi senjata melainkan juga tirai penyibak kesadaran palsu yang lama tertanam. Karena itu puisi bisa merupakan senjata untuk menghentakkan kesadaran naif yang tertanam begitu lama. Kesadaran kalau beragama itu harusnya tak menghilangkan rasa kemanusian, kalau sekolah atau kuliah tidak mengerdilkan petualangan dan kekuasaan tak bisa mengabaikan kebijakan.

Pada wadah puisi kita dapat mengalirkan emosi, kepedulian, dan kecemasan kita tentang sesuatu. Maka puisi bisa menukik dalam simbol-simbol yang akrab, mudah, gampang dan renyah. Diam-diam sastra memberi kita kemampuan berpikir yang mengarah pada ‘pemrosesan secara mendalam’ di mana pengetahuan terakit dalam perolehan yang penuh perenungan, imaginatif dan tentu kritis. Pada konteks seni dan sastra sebagai modal gerakan perubahan puisi tetaplah punya kekuatan ganda.

Puisi bisa merekam rasa rindu, cinta, dendam, ketentraman, kebahagiaan, keinginan, keterkejutan, kekaguman, suka, duka dan sebagainya. Sebab puisi memiliki senjata utama yang bernama intuisi: kemampuan menembus kedalaman objek , dapat melakukan refleksi dan memperluasnya secara tak terbatas. Puisi itu adalah menangkap pesan. Kini saatnya kita menunaikan gerakan puitiknya untuk perubahan. Melalui perantara puisi kita tak hanya dilatih untuk peka secara emosi melainkan juga evokatif, kita terangsang pada perasaan imaji tertentu. Karena karya seni selalu menghubungkan pengetahuan seseorang tentang dunia dengan kesadaran diri yang bersangkutan. Karena itulah puisi maupun karya sastra lain bisa memberi kekuatan pada subjek siapa saja untuk memenuhi panggilan historisnya.

Ilustrasi: Pelayananpublik.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *