Jangan Mati sebelum Waktunya

HIRUK pikuk kehidupan dalam lorong-lorong waktu yang kita lalui, menjadi satu sensasi yang sangat indah bila kita mampu mengelolanya dalam hati dan pikiran yang jernih. Riuh renyah suara canda, tawa, dan bicara menjadi alunan bunyi alam yang harus mengagumkan kita. Betapa kuasanya Tuhan membuat animasi dengan kreasi yang luar biasa yang bernama manusia.

Dia hidup dan berinteraksi dengan berbagai aksi dan kreasi yang lahir dari fitrah dan sunatullah yang melekat dalam dirinya. Sungguh sangat indah kehidupan ini jika kita mampu memaknai bahwa setiap aksi dan setiap atraksi adalah niscaya dan wajar.

Akan tetapi terkadang ada di antara kita-kita yang sering mempersepsi dan memaknai aksi dan atraksi itu sebagai suatu yang mengganggu dan sesuatu mengancam.

Mari kita mencoba membaca diri masing-masing dengan penuh kesadaran, barangkali kita termasuk di antara orang yang merasa sering terganggu dengan aktivitas hidup yang dijalankan orang lain.

Bacalah dan pahamilah diri, mungkin kita pernah merasa risih dengan orang lain, merasa tidak cocok, merasa terganggu, maka bersegeralah untuk menyadari bahwa mungkin juga sikap dan perilaku kita dapat membuat orang lain risih, tidak cocok, dan membuat orang lain terganggu.

Baca juga: Kematian: Keniscayaan yang Alamiah

Atau tiba-tiba kita merasa tidak butuh lagi dengan orang lain, disebabkan oleh karena merasa telah terjadi perubahan besar pada diri ini,  yang membuat kita merasa sangat nyaman dengan diri sendiri tanpa orang lain, maka bersegeralah untuk menyadari, bagaimana seandainya orang lain tidak butuh lagi dengan kita?

Dalam situasi tertentu, mungkin kita tidak peduli kepada orang lain, cuek, dan masa bodo. Rasa peka dan empati kita sudah tidak aktif lagi, maka bersegeralah menyadari bahwa ada saat di mana kita membutuhkan perhatian, empati dan simpati orang-orang di sekeliling kita.

Baca Juga  Kurban: Pembebasan dari Rasa Memiliki

Mungkin pula kita pernah merasa tidak nyaman di tengah-tengah komunitas, tidak nyaman dengan orang-orang sekitar, atau tidak nyaman dengan tetangga, maka bersegeralah menyadari bahwa mungkin juga orang-orang di komunitas itu, atau orang-orang di sekitar kita, atau bahkan tetangga dekat kita juga merasa tidak nyaman dengan keberadaan kita. 

Barangkali kita juga pernah merasakan ingin bebas dari suara berisik orang-orang. Entah karena pikiran kita sumpek, atau karena alasan yang kita sendiri tidak tahu, maka bersegeralah untuk menyadari bahwa suara kita atau bahkan diamnya kita juga bisa jadi membuat orang-orang di sekitar kita geram.

Kemudian di tengah-tengah pemukiman yang kita pahami sangat padat dan ramai dengan orang-orang yang lalu-lalang dan orang-orang yang asyik ngobrol, lalu kita hanya ingin istirahat dalam sunyi dan sepi, maka bersegeralah untuk menyadari bahwa orang-orang yang lalu-lalang dan ramai itu juga sangat tidak nyaman dengan hasrat kita yang ingin kesunyian.

Apabila beberapa rasa di atas tidak segera kita sadari, sama maknanya kita mati sebelum waktunya, karena hanya orang-orang yang telah menjumpai kematiannyalah yang damai dengan istirahat sendiri, yang tidak butuh dengan teman, tidak peduli, tidak mendengar suara berisik, dan tidur dalam sunyi dan sepi.

Akan tetapi bagi yang merasa belum menjumpai kematiannya, bersegeralah untuk berdamai dengan segala situasi agar tidak risih, pedulilah dengan siapa saja, hidup penuh pengertian di tengah komunitas, berdamailah dengan suasana hiruk pikuk orang-orang di sekitar.

Kesadaran inilah yang harus kita pupuk di dalam diri sebagai modal untuk hidup damai dan mendamaikan. Dengan modal kesadaran diri inilah, sesungguhnya yang akan memancarkan energi dari masing-masing diri (vibrasi positif) yang getaran dan pengaruhnya memberi susana, nuansa, dan rasa nyaman pada manusia dan lingkungan sekitarnya. Begitu pula sebaliknya apabila kesadaran diri melemah, maka vebrasi negatiflah yang memberi warna pada suasana dan nuansa kehidupan manusia dan lingkungannya.

Baca Juga  Melukis Diri

Jadi pesan moral dari tulisan singkat ini adalah dalam rotasi kehidupan yang kita jalani, hendaknya setiap diri memiliki kemampuan beradaptasi yang hebat, karena puncak dari kemampuan beradaptasi adalah menjadi seorang hamba yang rahmatan lil alamin, yang membawa kedamaian dan kenyamanan bagi semesta raya. Terlebih-lebih ketika kita berinteraksi dengan manusia lainnya.

Baca juga: Memahami Kematian, Menghargai Arti Hidup

Ingatlah, bahwa kesuksesan para nabi sebagai utusan Tuhan terletak pada kemampuan mereka untuk beradaptasi, untuk berdamai dengan apa saja yang mereka hadapi. Mereka selalu membuat dirinya sebagai cermin dalam memberikan putusan terhadap siapapun dan terhadap apa pun.

Mereka sadar, “Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-‘ālamīn”. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Maka sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa saling memahami yang dimulai dengan berusaha memahami diri sendiri secara mendalam, kemudian dengan modal pemahaman diri itulah kita gunakan sebagai panduan untuk memahami orang lain. Maka yakinlah kehidupan yang kita jalani akan damai dan mendamaikan siapa saja, termasuk diri sendiri.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *