Belajar Memahami Kehidupan

MEMBACA hakikat kehidupan yang kita jalani, ibarat gelombang di lautan—kadang pasang dan terkadang surut, sulit kita prediksi karena prosesnya alamiah, karena kita tidak hidup sendiri, kita hidup harus berinteraksi dan bersosialisasi.

Kondisi inilah yang menuntut agar kita harus bijak dalam memahami kehidupan, yakni membijaksanai segala hal yang kita lihat, kita dengar, dan kita hadapi, agar apa yang ada di sekitar kita menjadi damai. Juga membutuhkan pemahaman dan kemengertian yang cukup dari dalam diri, sehingga situasi di sekitar kita menjadi nyaman.

Baca juga: Menyoal Keramahan Keluarga Pengganti

Kita perlu belajar untuk menerima siapa saja, apa saja, situasi, dan kondisi yang bagaimana saja, tentunya dimulai dengan berbaik sangka, berbaik hati, berbaik sikap, dan berbaik perilaku. Kemudian dari dalam diri harus ada kemauan untuk bijak dalam pandangan, perkataan, pikiran, dan hati.

Mari kita coba membaca apa yang kita alami dalam interaksi kita dengan kehidupan selama ini, agar kita dapat mengambil pelajaran. Kata orang bijak: “pengalaman adalah guru terbaik”.

Suatu waktu mungkin kita pernah melihat atau tidak sengaja memandang sesuatu yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, kemudian secara tidak sadar memberi respon negatif dengan berbagai aksi dan atraksi yang tidak elok, baik bisikan dalam hati, rasa dalam pikiran, bahkan omongan kita kadang tidak terkontrol.

Bila kita pernah mengalami situasi yang demikian, marilah kita kontrol diri, agar sikap itu tidak terulang kembali. Kita harus belajar dari saudara-saudara kita yang tunanetra, setiap hari dia melihat dan menemukan sesuatu yang tidak sesuai harapan, siang dan malam dari penglihatan mereka hanya menemukan kegelapan.

Setidaknya kita lebih bersyukur dari mereka, caranya, tentunya menikmati pemandangan yang beragam itu dengan bijak, atau jika tidak elok menurut hasrat, tinggal memalingkan wajah, tanpa harus merespon dengan sikap negatif yang berlebihan. 

Baca Juga  Mewujudkan Mimpi dengan Kejujuran

Suatu ketika barangkali telinga kita pernah terganggu oleh suara yang tidak kita kehendaki, entah suara ribut, suara gaduh, atau suara yang keras,  kemudian kita merespon dengan sikap kurang wajar, bahkan mungkin memaki-maki sumber suara dengan makian yang melampaui batas.

Pada kondisi demikian, marilah kita tahan diri, kita harus segera mengambil pelajaran dari saudara-saudara kita yang tunarungu, setiap hari dan setiap saat tidak mampu mendengar suara apa pun, dunia yang ramai dengan hiruk pikuk yang kita respon dengan sikap negatif itu, mereka nikmati dengan kesunyian.

Maka mengambil pelajaran dari saudara kita yang tunarungu itu penting untuk mengubah emosi menjadi rasa syukur, atas kemampuan mendengar berbagai macam bunyi, yang membuat kita dapat membedakan setiap bunyi.

Kita juga pasti pernah melewati lingkungan yang berbau busuk, entah dari sampah yang menumpuk, atau dari pasar, kemudian kita memberi respon yang berlebihan dengan menutup hidung sambil memberi sikap yang jauh dari seharusnya, paling tidak, kita mungkin merespon dengan menyalahkan dan mengata-ngatai sumber bau.

Apabila kita mengalami kondisi seperti itu, marilah kita memberi respon yang biasa-biasa saja, kita mesti belajar dari para pengelola sampah—mereka setiap hari dan setiap saat beraktivitas dan beristirahat dari kelelahannya di sekitaran sampah, atau belajar dari para pengangkut sampah dan para pemulung—yang bergelut setiap hari dengan baunya sampah.

Baca juga: Menjadi Arsitek Hunian Kampung Akhirat

Mareka tidak pernah menutup hidungnya, karena mereka pastilah orang-orang yang bijak dan memiliki pemahaman yang cukup, bahwa sampah itu di mana pun pasti berbau, maka mereka memberikan sikap dan respon sebagai orang yang paham.

Kita juga mungkin pernah melintasi satu jalan yang macet, yang padat, yang sumpek, atau barangkali yang semrawut, kemudian respon kita melampaui batas dari seharusnya, kita memaki-maki subyek yang tidak jelas, kita memperlihatkan sikap arogan, dan bahkan mengkritik kebijakan dan kekuasaan orang-orang.

Baca Juga  Mencapai Kedewasaan Berpikir

Bila situasi itu kita alami dalam beberapa saat dari kehidupan panjang kita, maka pantasnya kita mengambil pelajaran dari orang-orang yang setiap hari bersentuhan dengan keadaan itu, belajar tentang kesabaran dan belajar tentang nerimo.

Dari beberapa contoh dinamika kehidupan yang kita alami, tentunya membutuhkan pemahaman yang cukup dari kita tentang kehidupan, bukan sebaliknya, kehidupan yang harus memahami diri kita. Ingatlah bahwa diri ini sangat beragam—heterogen, kalau masing-masing diri tidak berusaha memahami kehidupan, maka kita tidak akan menemukan kedamaian dalam segala interaksi.

Belajar memahami kehidupan itu penting, sebagai konsekuensi bahwa diri ini bagian dari kehidupan itu sendiri. Dalam kehidupan itu ada dinamika, ada interaksi, ada sosialisasi, dan ada kompetisi. Dan masing-masing kita pasti akan pernah terlibat dalam situasi itu.

Keberhasilan kita memahami, apalagi sampai bisa berdamai dengan dinamika kehidupan yang kita alami, akan berpengaruh besar terhadap pola pikir, sikap, perilaku, dan cara pandang kita terhadap kehidupan.

Ukuran keberpahaman kita nampak dari sikap bijaksana dalam memandang, mendengar, dan merespon segala yang disuguhkan oleh kehidupan ini, tentunya dengan respon yang positif dan respon yang mengandung kedamaian.

Nabi merangkai ajakan untuk respon yang mendamaikan itu dengan hadis yang indah “Afsyus salam taslamu”. Sebarkanlah salam, niscaya kalian akan selamat. Dengan respon bijak dari sikap, perilaku, hati, pikiran, dan perkataan terhadap apa yang kita saksikan, kita dengar, dan kita rasakan, akan menyelamatkan diri dari sikap tidak menyenangkan dan diri ini akan merasakan kedamaian di mana pun dan dalam suasana apa pun.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *