PERJALANAN hidup yang kita lalui dalam detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari di dalamnya akan selalu terjadi perubahan, dan mestinya perubahan itu sesuai sunnatullah adalah ke arah yang lebih sempurna (bahasa Nabi; “yaumuhu khairan…”, tiap hari harus lebih baik).
Apa pun profesi dan kedudukan kita, setiap berlalunya detik dalam kesempatan hidup kita adalah perubahan menuju kesuksesan atau kesempurnaan, mulai dari kesempurnaan usia, kesempurnaan perkembangan, kesempurnaan pertumbuhan, kesempurnaan kedewasaan, kesempurnaan produktivitas, hingga sampainya kita kepada puncak kesempurnaan hidup yakni kematian, itulah kesuksesan.
Setiap gerakan, termasuk gerakan waktu yang kita lalui, pasti bergerak menuju titik kesempurnaan. Semakin jauh kita melangkah dalam hidup ini atau semakin besar gulungan usia yang kita lewati, akan semakin dekatlah kita dengan kesempurnaan atau kesuksesan, dan poin demi poin yang kita capai setiap detik adalah bagian dari standar kesuksesan ikhtiar yang akan kita raih.
Baca juga: Indikasi Orang Baik di Era Teknologi
Apa pun tujuan kita, apa pun aktivitas yang kita jalani, apa pun karya yang kita produksi, siapa pun kita, dan di mana pun kita, masing-masing pasti memiliki titik kesuksesan. Ada yang mencapai titik sukses dalam karir dan pekerjaan—sebelum sampai di puncak karir, maka perjalanan waktu dalam hidupnya adalah perjuangan mengumpulkan serpihan titik-titik sukses.
Ada yang mencapai sukses dalam aktivitas perdagangan yang ia jalankan—sebelum sampai pada kesuksesan yang sesungguhnya, maka hari-hari yang dijalani dengan seluk beluk proses transaksi yang dilakukan, merupakan perjuangan mengais serbuk-serbuk dari poin kesuksesan.
Demikian pula ada yang berjuang untuk meraih sukses dalam jabatan yang dia emban—sebelum mencapai ujung kesuksesan dari jabatannya, maka seluruh daya upaya dan pengorbanan yang dia keluarkan dalam menunjang keberhasilannya merupakan perjuangan merebut waktu dan merengkuh titik-titik yang menjadi poin kesuksesan.
Ada juga yang berusaha untuk sukses dalam membina keluarga—sebelum menggapai sakinah, maka apa pun bentuk aksi dan program yang dia perjuangkan dalam mengawal kehidupan keluarganya, merupakan komitmen dalam mengumpulkan butiran-butiran dari poin kesuksesan berkeluarga.
Dan ada pula yang berusaha meraih sukses untuk kehidupan akhirat—ibadah dan pengabdian kepada Tuhan setiap saat menjadi amalan yang berbanding lurus dengan kesempatan yang dia miliki. Seluruh aktivitas ibadah yang ia lakukan merupakan upaya menghargai waktu untuk mengumpulkan butiran-butiran amal yang menjadikannya sukses dalam kehidupan akhiratnya.
Hingga kesuksesan yang paling primer yang menjadi keinginan semua manusia yakni selalu sehat dan bahagia—seluruh upaya yang dilakukan dalam hidup ini yang terkait dengan persyaratan hidup sehat dan bahagia merupakan respon yang membersamai gerakan waktu dalam upaya menyatukan percikan-percikan poin kesehatan dan kebahagiaan.
Baca juga: Merasa Diri Lebih Baik
Seluruh upaya yang kita lakukan sepanjang waktu yang kita lalui dengan kadar perubahan yang nampak di dalam diri dan di dalam kehidupan yang kita jalani, sesungguhnya menjadi simbol bahwa waktu kita tak pernah mengenal kata selesai, selama kesempurnaan hidup (baca: kematian) belum kita capai.
Dengan memahami bahwa setiap diri memiliki titik tujuan yang berbeda untuk satu kesuksesan yang berbeda pula, tentunya pergerakan waktu kita setiap detik untuk mencapai kesuksesan pada hakikatnya belum selesai.
Oleh karenanya setiap diri jangan pernah berhenti berkarya—berkaryalah mengikuti perjalanan waktu, setiap diri jangan pernah berhenti bercita-cita—gantungkanlah cita-cita dan harapan itu dalam gerakan waktu yang belum usai, setiap diri jangan pernah berhenti berupaya—upaya itu bagian dari ikhtiar diri untuk bergumul bersama putaran waktu.
Setiap diri jangan pernah merasa kehabisan waktu untuk beraktivitas—waktu tetap berjalan selama kita bisa memanfaatkannya, dan pada akhirnya jangan pernah merasa bahwa waktu kita sudah selesai untuk berkarya, bercita-cita, berupaya dan beraktivitas. Ingatlah, selagi kita masih bergumul dengan kehidupan, maka waktu kita belum selesai .
Muhammad Iqbal, sang pembaru Islam Pakistan pernah menorehkan quotes sebagai motivasi untuk terus berbuat dan tak boleh berhenti berkiprah, beliau menulis, “berhenti, tak ada tempat di jalan ini. Sikap lamban, berarti mati. Mereka yang bergerak, merekalah yang maju kemuka. Mereka yang menunda, sejenak sekalipun, pasti tergilas.”
Apa yang dikatakan Iqbal di atas sesungguhnya menjadi penguat semangat yang niscaya untuk kita perhatikan, bahwa kemenjadian manusia sebagai yang dinamis dan berkehendak bebas dalam merespon kondisi, harus terus berupaya menggapai titik sukses dalam posisi dirinya sebagai apa saja dan di mana saja, harus tetap komitmen bahwa waktu belum selesai untuk terus berkompetisi dalam hidup yang dijalani.
“Fa iżā faragta fanṣab”, maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al Insyirah ayat 7).
Ayat di atas cerminan dari langkah hidup yang ideal bagi setiap muslim, kita tidak diperkenankan berhenti, sementara putaran waktu terus berjalan, jika telah menyelesaikan satu perkara, jangan pernah merasa bahwa waktu sudah selesai, akan tetapi bergeraklah untuk terus memulai pekerjaan berikutnya bersamaan dengan pergerakan waktu, dan tidak sepantasnya bagi seorang muslim membersamai gerakan waktu dengan berdiam diri.[]
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Mataram