Resonansi Energi: Sebuah Pilihan

Energi, dalam berbagai bentuknya, memiliki daya tarik luar biasa yang menjadikannya sebagai salah satu yang paling penting dalam kehidupan manusia dan alam semesta. Daya tarik energi terletak pada perannya sebagai penggerak segala aktivitas—baik dalam skala mikro, seperti proses metabolisme dalam tubuh, maupun skala makro, seperti fenomena kosmik dan dinamika sosial.

Energi bukan hanya sekedar sumber daya, tetapi elemen esensial yang menggerakkan roda kehidupan, peradaban, dan alam semesta. Keberagaman bentuk, peran strategis, dan potensi keberlanjutannya menjadikan energi sebagai salah satu topik yang terus menarik perhatian, baik dalam dunia sains, teknologi, maupun spiritualitas.

Dalam kehidupan kita, energi bukan hanya sekadar fenomena fisik yang dapat diukur, ia juga hadir dalam bentuk non fisik, seperti emosional, spiritual, dan sosial. Energi ini sering dikategorikan sebagai energi positif dan energi negatif, yang keduanya memiliki sifat menarik hal-hal sejenis. Prinsip ini mencerminkan hukum universal bahwa setiap tindakan, pikiran, atau niat akan menarik resonansi yang serupa, membentuk dinamika hidup.

Orang yang memancarkan energi positif cenderung menarik orang-orang dan makhluk yang baik-baik. Hal ini sesuai dengan prinsip resonansi energi, di mana energi positif menghasilkan getaran harmonis yang menarik elemen-elemen serupa.

Ketika seseorang memancarkan energi positif, ia menciptakan getaran yang menarik elemen-elemen kebaikan. Orang yang memancarkan energi positif sering kali menjadi pusat perhatian atau inspirasi yang menarik orang lain untuk mendekat, menawarkan dukungan, atau memberikan peluang. Dalam konteks ini, energi positif menjadi magnet yang menarik kebaikan dalam bentuk hubungan harmonis, peluang karier, atau keberhasilan lainnya.

Dalam banyak tradisi spiritual, energi positif dianggap selaras dengan hukum alam. Semua ajaran agama mendorong umatnya untuk berbuat baik, dengan keyakinan bahwa setiap kebaikan akan dikembalikan Tuhan dalam bentuk yang lebih besar. Ajaran ini memperkuat keyakinan bahwa energi positif adalah jalan untuk mendekatkan diri pada kebaikan.

Ada statemen dalam konsep agama bahwa energi positif adalah benih kebaikan—Jika kita menanam kejujuran, kasih sayang, dan ketulusan, maka buah yang kita tuai adalah cinta, penghormatan, dan kebahagiaan. Prinsip universal “apa yang kita tanam, itu yang kita tuai” menunjukkan bahwa energi baik yang dipancarkan ke lingkungan akan kembali dalam bentuk hubungan, kesempatan, atau keadaan yang baik pula.

Orang yang memancarkan energi positif cenderung menarik orang-orang dan makhluk yang baik-baik. Hal ini sesuai dengan prinsip resonansi energi, di mana energi positif menghasilkan getaran harmonis yang menarik elemen-elemen serupa.

Baca Juga  Jangan Dibiasakan Menipu Tuhan

Jadi, energi positif bukan hanya mencerminkan kualitas internal seseorang tetapi juga memiliki daya tarik yang nyata, baik dalam hubungan antar manusia, interaksi dengan makhluk lain, maupun dalam membentuk pengalaman hidup secara keseluruhan.

Sebaliknya, Energi negatif mencakup perasaan seperti iri, marah, dendam, atau pesimisme, sama seperti energi positif, juga akan memancarkan getaran, tetapi getaran ini menarik keburukan dan hal-hal destruktif.

Orang yang terperangkap dalam energi negatif sering merasa tertekan, cemas, atau kehilangan arah. Pikiran negatif menciptakan lingkaran setan, di mana satu kesalahan kecil dapat memperburuk keadaan.

Energi negatif sering kali menciptakan jarak dalam hubungan sosial. Orang yang penuh kemarahan atau iri hati cenderung dijauhi, karena getaran mereka menciptakan ketidaknyamanan bagi yang memiliki aura positif. Dalam perspektif spiritual, energi negatif dianggap sebagai bentuk ketidakseimbangan, yang sering kali menarik bencana atau penderitaan sebagai konsekuensinya.

Sebagaimana energi positif, maka energi negatif adalah benih keburukan—jika kita menanam kebencian, iri hati, atau dendam, maka buah yang kita tuai adalah konflik, kesedihan, dan kehancuran.

Orang yang memancarkan energi negatif cenderung menarik orang-orang, situasi, dan makhluk yang memiliki sifat serupa, termasuk makhluk buruk seperti setan dan sebangsanya. Kesimpulan ini didukung oleh beberapa konsep dalam psikologi, spiritualitas, dan tradisi agama.

Energi negatif seperti kemarahan, iri hati, dendam, atau pesimisme memancarkan getaran yang tidak harmonis. Getaran ini cenderung menarik elemen-elemen serupa, termasuk individu atau makhluk yang beresonansi dengan energi tersebut. Dalam hubungan antar manusia, energi negatif sering kali menarik orang-orang yang menyukai konflik, manipulasi, atau kebencian, menciptakan lingkungan yang lebih beracun.

Dalam konteks spiritual, energi negatif menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk seperti setan, jin, atau entitas lain yang mencari kelemahan emosional atau spiritual manusia. (Baca QS. An-Nas ayat 4-6).

Ketika seseorang terus-menerus memancarkan energi negatif, ia secara tidak sadar sedang memperkuat ketidakseimbangan spiritual yang menarik entitas negatif. Dari itulah, menjaga energi positif tidak hanya penting untuk kedamaian pribadi, tetapi juga sebagai perlindungan terhadap dampak buruk energi negatif.

Sebagai catatan pinggir, dalam setiap langkah kehidupan, sesungguhnya kita dihadapkan pada pilihan, apakah ingin menjadi magnet kebaikan yang menyebar cinta, atau menjadi pusat keburukan yang menularkan kebencian?. Jawaban atas pertanyaan ini menentukan kualitas hidup dan dampak yang kita berikan kepada dunia.

Baca Juga  Berlomba-lomba itu Bukan Bersaing

Energi positif dan negatif adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Keduanya hadir sebagai pilihan yang dapat kita ambil setiap hari. Dengan memilih untuk memancarkan energi positif, kita tidak hanya menarik kebaikan untuk diri sendiri tetapi juga menciptakan dunia yang lebih baik bagi orang lain. Sebaliknya, membiarkan energi negatif menguasai diri hanya akan memperburuk keadaan.

Godaan setan selalu hadir pada orang yang senantiasa memancarkan energi negatif, namun dengan kesadaran untuk memilih menjadi magnet kebaikan, kita pasti bisa menepis godaan tersebut. Maka marilah kita komitmen untuk memproduksi energi positif, baik dalam pikiran, perasaan, hati, perilaku, dan omongan, agar dapat menarik hal-hal postif bagi kualitas diri kita.

Mari kita renungkan kisah seorang ulama yang memancarkan energi positif. Disaat beliau tertidur pun energi itu mampu menolak serangan negatif. ”Ketika Rasulullah menengok ke dalam masjid, terlihat ada dua orang disana. Orang pertama tengah melaksanakan shalat, sedangkan orang kedua sedang tertidur pulas di dekat pintu.

Rasulullah menghampiri iblis, yang saat itu ada di sana, kemudian bertanya, “Apa yang sedang kau lakukan disini, wahai iblis?” Dengan ketakutan, iblis menjawab, “Sejujurnya, aku hendak masuk ke dalam masjid untuk menggoda dan merusak ibadah orang yang sedang shalat itu.” Lalu, apa yang menghalangimu? kata Rasul. 

”Orang yang tengah tertidur dekat pintu. Aku takut padanya.” Rasulullah semakin keheranan. “Mengapa kau takut pada orang yang sedang tidur, wahai iblis?” Kata Iblis, ketahuilah ya Rasulullah, aku tidak takut pada orang yang tengah shalat itu, karena dia bodoh, bagiku mengganggu dan merusak ibadahnya semudah membalikkan telapak tangan. Rasulullah masih heran mendengarnya.

“Lantas, kenapa kau takut kepada orang yang tengah tertidur itu?” Iblis menjawab, “Sebab, orang yang sedang tertidur lelap itu adalah orang alim. Ia mempunyai banyak ilmu. Bahkan, ketika ia tidur pun memakai ilmu dan tidak asal tidur. Hingga perlindungan Tuhan begitu kuat terhadapnya,” ujar iblis. Iblis berpikir, kalaupun ia berhasil mengganggu orang yang sedang  shalat itu, pasti orang alim tersebut mampu mengusir iblis, dengan doa yang dibacanya sebelum tidur.”[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *